3 September 2012

Mempersatukan Tokoh

 


Mempersatukan tokoh atau pimpinan ternyata lebih sulit daripada mempersatukan umat. Tokoh apa saja, tokoh agama, tokoh politik, sosial, pimpinan ormas, orpol, yayasan, instansi, kepanitiaan, direksi perusahaan dan sebagainya, ternyata lebih sulit.

Ular, bila telah ketangkap kepalanya, maka badan hingga ekornya akan takluk. Kira-kira demikian analog untuk menggambarkan betapa sulitnya mempersatukan dan mencari kata mufakat di antara para pimpinan atau mereka yang disebut tokoh maupun ditokohkan.

Sementara itu, umat atau masyarakat di level bawah, pada dasarnya mudah untuk diarahkan, sepanjang mereka diberi contoh atau teladan tentang kesatuan. Bila mereka melihat para pimpinannya bersatu, seiya sekata, guyup, kokoh dan saling bergandengan tangan, maka mereka pun akan mengikutinya. Bahkan, mereka akan saling bangga dengan wajah persatuan yang diperlihatkan para pimpinan mereka.

Minimnya keteladanan tentang persatuan antar pemimpin inilah yang kerap menjadi pemicu terjadinya konflik. Suara dan pemandangan yang sering berbeda, tidak pernah menemukan kata sepakat dan pudarnya rasa saling menghargai inilah yang secara langsung maupun tidak menjadi pelajaran buruk bagi umat dan rakyat.

Memang, demokrasi telah bergulir, perbedaan adalah sunnatullah yang mesti ada, namun tidak bisakah para pemimpin bersatu demi sebuah kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan bersama untuk menyatukan semua pihak, baik antar pemimpin maupun semua pengikutnya?

Jika ego dan ambisi pribadi maupun kelompok telah mengakar di dalam diri para pemimpin bangsa dan tokoh masyarakat di negeri ini, maka jangan harapkan adanya masyarakat yang cinta damai, toleran dan menjunjung nilai persatuan.

Ketidak akuran antar pemimpin dan seringnya mereka beradu "argumen", akan memancing sikap emosi di kalangan akar bawah. Apalagi, bila para pemimpin itu mencontohkan sikap-sikap yang kontra-produktif seperti: mencela tokoh lain, menghujat, menghakimi, dan sebagainya, maka gaya-gaya koboi ini kian menumbuh suburkan konfik, perbedaan dan perpecahan yang tiada ujungnya.

"Ikhtilaaful Ummah Rohmah", perbedaan di kalangan umat memang rahmat. Namun, perbedaan apalagi konflik di kalangan para pemimpin umat dan tokoh masyarakat, bukan lagi rahmat, tapi bisa menjadi "Niqmah", penyakit yang menyiksa banyak pihak dan mencerai beraikan persatuan.

Karenanya, mempersatukan tokoh pimpinan tidak semudah mempersatukan umat.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar