Lagi, berita calon haji gagal ke tanah suci. Kabarnya, di tahun
2012 ini mencapai angka 5.000 jemaah gagal haji. Tahun lalu, sekitar
tiga ribuan dari berbagai agen travel & tour haji se-Indonesia.
Sungguh, hal ini harus menjadi perhatian serius pemerintah. Tidak boleh
lagi ada pembiaran karena korban telah berjatuhan.
Jika diusut akar masalahnya, salah satu penyebab kegagalan itu adalah
karena ulah para agen haji plus yang "berjudi" dengan non-kuota di luar
jatah porsi resmi yang berada di bawah Kemenag RI sebagai penyelenggara
resmi. Dengan iming-iming "Daftar Haji Sekarang, Berangkat Tahun ini",
jelas costumer atau jemaah calon haji tersihir iklan instan semacam ini.
Pasalnya, jika cahaj memilih berangkat haji secara reguler, ia harus
menunggu hingga 10 tahun lebih!
Karena itu, meski biaya haji plus lebih mahal 2 hingga 3 kali lipat,
bagi yang cahaj mampu, uang tidak jadi masalah asal bisa segera pergi
haji, mumpung belum mati, pikir mereka. Pola pikir inilah yang dijadikan
"senjata andalan" bagi agen-agen travel haji untuk memainkan bisnis
basah bernama "haji plus" alias judi porsi non-kuota haji.
Agen-agen baru pun bermunculan di daerah. Mereka juga mampu mengendus
bisnis segar ini. Yah, bisnis sekaligus ibadah, ibadah plus bisnis.
Dengan merangkul para ustadz atau tokoh berpengaruh, agen-agen gelap
yang lagi belajaran itu, berpromosi mencari calon jamaah haji. Dengan
kharisma dan iklan meyakinkan, masyarakat yang awam tentang proses
penyelenggaran haji mudah ditipu dan menjadi tumbal bisnis mereka.
Agen atau biro perjalanan haji tidak resmi tersebut, bersama
agen-agen kecil lain, berkolaborasi, saling bahu-membahu menjalankan
bisnis ilegal ini atasnama "konsorsium", semacam wadah para agen dan
biro haji. Sebuah persekongkolan rapi atasnama ibadah!
Jika jatah porsi non-kuota haji didapat oleh sebagian agen, maka
jatuh itupun lalu diperebutkan dan dijual-belikan antar sesama agen
sehingga harganya makin melangit. Layaknya arisan, para agen di dalam
konsorsium itu seakan melelang visa yang didapat oleh sebagian agen
kepada agen lainnya. Pada akhirnya, jamaah lah yang jadi korban karena
harus beli visa atau jatah non-kuota haji itu dengan harga di luar
nalar. Benar-benar sadis!
Kalau diilustrasikan, sederhananya, seperti kasus calo atau makelar
tiket untuk penumpang bis atau kereta api di musim lebaran. Tiket yang
dijual secara resmi, jumlahnya sudah sesuai dengan porsi atau jumlah
kursi penumpang. Inilah yang sah, resmi dan legal. Semua calon penumpang
harus membeli tiket dari loket terminal/stasiun yang resmi, tanpa harus
menghubungi calo atau agen-agen perjalanan yang tidak jelas izinnya.
Nah, karena keadaan mendesak dan antrian panjang, penumpang pun
tergiur untuk mencari jalan pintas. Mereka tidak mau gagal mudik atau
harus menunggu hingga tahun depan, apalagi 10 tahun lagi hanya gara-gara
tidak dapat tiket atau kehabisan kursi penumpang.
Dalam kondisi tersebut, biasanya ada perlakuan khusus, entah dari
pihak dalam atau luar, dengan menyediakan jatah kursi baru. Bisa dengan
cara menjual tiket penumpang yang urung berangkat, atau sengaja menambah
kursi di gerbong yang ada, atau didatangkan gerbong/armada baru. Nah,
jatah porsi inilah yang lalu diperjual-belikan dengan harga selangit
karena pasti laku.
Masalahnya, jatah porsi baru itu tidak pasti adanya. Sifatnya
untung-untungan, remang-remang. Mirip atau bolehlah disamakan dengan
judi alias bisnis gelap yang haram hukumnya. Mengapa haram? Lha iya lah,
ditinjau dari fiqih muamalah, haram hukumnya membeli "Kucing dalam
Karung".
Kondisi ini yang lalu menjadi rebutan para agen dan biro haji.
Mengatasnamakan ibadah, travel gelap itu bersatu padu antar travel.
Mereka melebarkan sayap hingga ke daerah-daerah. Lalu, ada konsorsium
antar calo alias gang biro haji.
Dalam operasionalnya, mereka tak segan juga mencatut nama-nama agen
resmi untuk menggaet mangsa. Jemaah calon haji pun tertipu. Mereka masuk
ke dalam perangkap para calo haji yang tidak bertanggung jawab.
Sistem percaloan haji inilah yang wajib diamputasi oleh pemerintah
sebelum melebar. Bila perlu, hapus seluruh agen dan travel haji di luar
loket resmi pemerintah. Kembali hanya pada satu loket haji, yakni, haji
reguler yang hanya ditangani pemerintah! Jika swasta dilibatkan dalam
perjalanan haji, maka yang terjadi adalah rebutan "kue" bernama kuota
dan visa yang ini jelas bisnis remang-remang, bisnis yang dibungkus
bersih dibalik kain ihram.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar