5 Januari 2013

Ali dan Pengikutnya

 


Suasana politik di masa khilafah Ali bin Abu Tholib, saat itu, sedang memanas. Api pemberontakan terjadi dimana-mana. Yang diam, berani bicara, meski asal bicara. Yang cuek, mulai ikut andil berpikir. Pahlawan kesiangan juga muncul bak jamur.

Begitu gentingnya suasana saat itu, sehingga ada beberapa pengikut Ali bin Abu Tholib memberanikan diri untuk bertanya kepada beliau.

"Wahai Khalifah, kami mohon maaf sebelumnya. Kami ingin bertanya kepada Anda", kata seorang perwakilan mereka.

"Silahkan, ada masalah apa?", tanya Imam Ali.

"Dulu, di zaman Rasulullah dan ketiga khalifahnya, suasananya tidak sama dengan zaman Anda sekarang".

"Iya, tentu saja, lalu apa masalahnya?"

"Wahai Khalifah, di zaman Nabi dan ketiga khalifah sesudahnya, suasana politik seperti mudah diatasi. Semua jamaah dan pengikutnya bisa tunduk dan taat sehingga persatuan terjalin kuat dan tidak ada perpecahan. Tapi, di zaman khilafah Anda saat ini, sangat beda. Para jamaah dan pengikut Anda justru banyak yang memberontak".

Khalifah Ali hanya diam, menyimak dan mendengar segala unek-unek pengikutnya.

"Wahai Khalifah, dulu, para pengikut dan semua kawan-kawan mampu diam mendengarkan wejangan pemimpin. Mereka tunduk dan patuh untuk mengikuti kebenaran. Jika ada kesalahan, semua bisa dimusyawarahkan sehingga tidak ada perpecahan. Lalu, apa pandangan Khalifah tentang hal ini?"

Dengan kalimat singkat dan padat, Khalifah Ali bin Abu Tholib menjawab:

"Suasana saat itu amat kondusif karena pemimpinnya adalah Rasulullah saw dan para khalifahnya, sedangkan yang menjadi pengikut adalah aku yang "sam'an wa tho'atan". Tapi sekarang, aku yang jadi pimpinan sedangkan yang menjadi para pengikut adalah kalian!".

Tidak ada komentar:
Tulis komentar