22 Agustus 2016

Pak Mo Membangun Surganya

 


Pak Mo, begitu nama panggilan akrabnya di kampung Gang Muris Kotalama Malang. Nama aslinya Bapak Ngatimo. Meski satu kampung, sejak kecil hingga dewasa, saya kurang mengenal Pak Mo yang sehari-hari berprofesi sebagai pengayuh becak. Saya baru mengenalnya, bahkan akrab, adalah sejak dimulainya renovasi Masjid Muritsul Jannah tahun 2012 silam.
Sejak masjid dibongkar dan peletakan batu pertama pada hari Senin, 10 September 2012, saya perhatikan ada sosok tua yang begitu bersemangat mengangkat pasir, membelah batu, meluruskan paku, dan banyak lagi yang Pak Mo kerjakan hingga peluhnya membasahi sekujur tubuh.
Usia yang sudah tak lagi muda dan tenaga yang mulai lemah, sama sekali tidak membuatnya menyerah untuk ikut membangun masjid bersama para pemuda dan warga lainnya. Kehidupan ekonomi yang serba kekurangan, sedikitpun tidak menyurutkan langkahnya untuk mendirikan rumah Allah di kampung halaman yang ia cintai.
Selama ikut membangun masjid, Pak Mo tidak pernah mengharapkan upah sepeserpun. Beliau benar-benar tulus demi masjid, rumah Allah. Karena itu, saat istirahat, saya biasa mendekatinya dan senang sekali mengajaknya berbincang sambil saya sodori rokok, lalu kami ngudut bareng, menikmati indahnya perjuangan.
Pak Mo kerap tertawa bahagia, jika diajak bercanda. Melihat guratan senyum di wajah orang tua seperti Pak Mo, bagi saya, itulah matahari dunia yang sesungguhnya. Sebab, menurut Nabi, keberkahan itu ada pada orang-orang tua. Salah satunya, pada diri Bapak Ngatimo.
Dari sosok Pak Mo, saya banyak belajar bahwa perjuangan tidak boleh berhenti hingga kapan pun. Mengetahui masjid akan direnovasi, Pak Mo langsung terpanggil jiwa dan raganya, tidak mau tertinggal oleh yang muda-muda. "Damel sangu kulo", katanya.
Saya begitu terkejut saat membaca status FB milik Slamet, putra Pak Mo yang mengabarkan bahwa beliau telah kembali ke haribaan Allah swt. Ternyata, beliau wafat saat berkunjung ke ke rumah salah satu putrinya di Bekasi, dan dikebumikan nun jauh di sana.
Oh, andai beliau wafat di Malang, pastilah Masjid Muritsul Jannah akan menerima jenazahnya untuk disolati sebagai penghormatan terakhir. Namun Allah berkehendak lain.
Maha Suci Allah yang telah memanggilnya tanpa memberinya kesempatan mampir ke rumah-Nya,
Muritsul Jannah. Tapi, Allah langsung mempersilahkan Pak Mo memasuki rumahnya sendiri di surga.
Selamat Jalan, Pak Mo. Salam untuk orang-orang tua dan para pejuang Masjid Muritsul Jannah.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar