22 Agustus 2016
Fatmagul un sucu nr?
Akhirnya, serial “Fatmagul” sebanyak 143 episode tuntas juga aku saksikan. Satu kata, Luar Biasa! Kisah drama ini diangkat dari novel laris berjudul “Fatmagulun sucu nr?” (Apa salah Fatmagul?) karya novelis kondang Turki, Vedat Turkali. Novel ini pernah diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama tahun 1986, dan sukses. Wow!
Itulah kenapa aku katakan “Luar Biasa”. Karya sastra yang menakjubkan karena tak usang oleh putaran zaman. Jika melihat tema cerita, alur serial ini memang mudah ditebak. Pelaku kejahatan pada akhirnya harus mendapat balasan setimpal. Tapi, yang menarik bagiku, serial ini tamat sesuai skenario, tidak ada motif memperpanjang episode seperti sinetron India atau Indonesia. Jika ratingnya tinggi, episode terus ditambah hingga perasaan pemirsa dipermainkan bak bola pingpong! Kacian banget kan?
Serial “Andhini”, “Veraa”, atau “Uttaran” adalah contoh sinetron yang awalnya bagus, tapi karena sukses, alur ceritanya diperpanjang mulai dari masa nak-kanak sampai dewasa, dari bocah hingga punya anak-cucu. Entah kapan berakhirnya, hanya dewa yang tahu, kata nenek Tapasha.
Lain dengan kisah Fatmagul Ketenci, gadis desa yang tinggal di Cesmee, provinsi Izmir, Turki. Ia hidup bersama Rahmi, kakak kandungnya yang telah menikah dengan Bukades, kakak ipar yang tidak menyukai Fatmagul. Fatmagul sendiri telah bertunangan dengan Mustafa Nacali yang berprofesi sebagai nelayan. Pernikahan yang kurang beberapa bulan itu sangat mereka tunggu sebab Fatmagul ingin segera bebas dari Bukades dan Mustafa pun amat mencintai Fatmagul. Sebagai bukti cinta, Mustafa tengah membangun rumah untuk masa depan mereka berdua.
Tokoh utama lain dari film ini adalah Karem Ilgas, pemuda yang bekerja sebagai tukang besi. Ia tinggal bersama Maryam, bibi yang mengasuhnya sejak kecil. Sementara ayah Karem, Vahletin, menetap di Australia setelah berpisah dengan ibu kandung Karem. Kepergiaan sang ayah ini membuat Karem membencinya dan tidak mau membaca surat-surat ayahnya yang dikirim dari negeri Kanguru. Padahal, yang salah justru ibunya Karem yang selingkuh dengan pria lain lalu bunuh diri karena dikhianati oleh pacar gelapnya tersebut.
Sepenggal kisah kehidupan Karem, Rahmi, Bukades yang juga selingkuh hingga memiliki anak bernama Murad, semua ini adalah cerita selingan di samping cerita utama tentang malam dinodainya kegadisan Fatmagul. Meski film ini diselingi cerita-cerita tambahan, namun semua dikemas secara apik, tidak terkesan adanya trik memperpanjang cerita di luar “khittah” yang telah ditetapkan.
Film ini baru “panas” sejak malam pertunangan Selim, putra seorang konglomerat bernama Resid Yasaran. Meltem, tunangan Selim, adalah putri seorang birokrat yang hendak mencalonkan diri sebagai pejabat publik. Jelas, pesta itu digelar meriah. Tidak di Istambul, tapi di pinggiran pantai, tepatnya di desa Fatmagul, Mustafa dan Karem menetap. Erdogan, sepupu Selim adalah teman akrab sekaligus rekan bisnis. Dalam pertunangan ini, Vural dan Karem juga diundang. Mereka berempat (Selim, Erdogan, Vural dan Karem) adalah teman akrab sejak kecil. Sementara itu, Bukades, Fatmagul dan Rahmi juga hadir di pesta itu. Bukan sebagai undangan, tapi sebagai juru masak. Nah, saat itulah Karem bertemu Fatmagul.
Di malam yang sama, Mustafa tengah dibujuk oleh Syeh Rahim, kapten kapal yang mengajaknya berlayar ke Eropa demi uang besar. Mustafa amat berhasrat, meski orang tuanya tidak setuju. Di malam itu juga, untuk terakhir kalinya Fatmagul dan Mustafa berpisah. Fatmagul berjanji, esok pagi, ia akan mengantar kepergian Mustafa melayar jauh ke benua biru.
Usai pesta pertunangan, Erdogan dan Vural yang biasa mengkonsumsi narkoba, tengah mabuk berat. Mereka memberi Karem serbuk jahanam itu hingga Karem pun melayang. Selim juga tak mau ketinggalan. Lalu, mereka berempat menuju pantai untuk menikmati surga dunia. Tak lama mereka bercanda tawa, tiba-tiba Karem melihat Fatmagul melewati jalanan pantai. Mereka yang telah mabuk berat seperti singa menemukan mangsa. Erdogan, Salem, Vural, secara berurutan mereka menodai Fatmagul. Hanya Karem yang tidak karena di hatinya masih ada rasa kasihan.
Pagi harinya, matahari seperti terbelah, penduduk desa gempar saat mendengar Fatmagul tergelatak usai diperkosa. Inilah titik balik kisah Fatmagul. Demi menutupi aib, para orang tua Selim, Erdogan dan Vural melakukan segala cara agar kehidupan kembali normal, kecuali Karem yang miskin sehingga terpaksa dijadikan “tumbal” oleh keluarga kaya untuk menikahi Fatmagul. Mustafa yang mengetahui berita tragis itu, menjadi murka. Ia dan keluarga menolak Fatmagul dan membakar rumah “masa depan” mereka yang belum selesai dibangun. Inilah akhir ikatan pertunangan antara Mustafa dan Fatmagul.
Sementara itu, Bukades dan Munir (Pengacara Keluarga Yasaran) melakukan segala cara untuk menghilangkan barang bukti. Upaya mereka berhasil. Pada persidangan pertama, pihak Fatmagul kalah karena kurang alat bukti. Namun, kekalahan tersebut bukan akhir dari segalanya. Justru itu adalah awal dari kehancuran para pria yang menodai Fatmagul.
Vural urung meneruskan kuliah di Cumbrige karena terus dihantui dosanya hingga ia pun tewas di tangan Mustafa. Pertunangan Selim dan Meltem pun berantakan setelah “dosa” Selim dibeberkan Fatmagul di media massa berkat bantuan wartawan pemberani bernama Sinam. Erdogan pun mengalami hal yang sama. Dokter cantik yang dicintainya, terpaksa menolak cinta Erdogan.
Pernikahan Fatmagul dan Karem memang tidak didasari rasa cinta. Namun pada akhirnya, keduanya bisa saling menerima. Karem ingin menebus dosanya dengan tidak akan meninggalkan Fatmagul untuk selamanya. Demikian pula Fatmagul yang telah melupakan segalanya berkat Karem yang mencintainya seputih salju.
Upaya hukum yang ditempuh Fatmagul terus berlanjut dengan suka dan duka. Beruntung, mereka dibantu pengacara senior, Kadir yang dibantu asistennya, Omer. Kadir pun bahkan memberi tumpangan rumah bagi keluarga besar Karem hingga pada akhirnya Kadir menikah dengan Bibi Maryam. Perjuangan Fatmagul pada akhirnya didukung para aktivis perempuan. Fatmagul menjadi inspirasi bagi kaum perempuan yang bernasib sama. Ia ingin menggugah kaum wanita untuk bangkit, tidak diam, dan melawan. Sebab ia yakin, kebenaran akan menang dan sanksi akan diterima oleh siapa saja yang berbuat dosa.
Pada akhirnya, roda kehidupan berputar. Mustafa meninggal dunia terkena peluru panas setelah ia berusaha kabur dari tahanan. Padahal, di malam ia meninggal dunia, Hajar isterinya tengah melahirkan putra Mustafa. Meski dinikahi, namun wanita yang dicintai Mustafa tetaplah Fatmagul. Keluarga Yassaran jatuh miskin, perusahaannya bangkrut. Sementara Karem dan Fatmagul tengah merasakan bulan madu setelah pesta pernikahan.
Tanggal 13 Juni 2012 menjadi akhir dari kasus Fatmagul. Hari itu adalah hari persidangan. Berdasarkan saksi dan bukti, hakim memutuskan: Bukades yang berusaha menghilangkan barang bukti dijatuhi hukum kurungan 6 bulan atau denda 36.500 Lira yang boleh dicicil. Munir (Pengacara Yasaran) dihukum 5 tahun 6 bulan karena merusak barang bukti, melakukan suap dan pemerasan. Ia juga dicopot dari Asosiasi Advokat. Yassaran dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan denda 20.000 Lira karena dosa-dosanya. Vural dibebaskan dari tuntutan karena telah meninggal dunia.
Karem dibebaskan dari tuntutan karena Karem terbukti tidak ikut menodai dan pihak Fatmagul pun menarik berkas hukum untuk Kerem. Selim dihukum 18 tahun penjara karena terbukti menodai Fatmagul dan berusaha melarikan diri. Hukuman untuk Erdogan adalah yang paling berat, yakni 21 tahun penjara, karena dia yang memprakarsai penodaan terhadap Fatmagul.
Setelah persidangan tersebut, kisah hidup Fatmagul ditulis dalam sebuah biografi oleh Sinam (wartawan) agar menjadi inspirasi bagi kaum perempuan, bahwa kebenaran akan menang. Di akhir bukunya, Fatmagul menulis: “Percayalah! Hukum pasti ditegakkan. Hai kaum perempuan, bangkitlah! Karena hukum berpihak kepada kita yang benar”.
Itulah, Kisah Fatmagul. Satu Kata: Luar Biasa!
Istanbul, 8 Agustus 2016
About Dr. H. R. Taufiqurrochman, MA
Muslim Sunni, Penulis Lepas, Dosen UIN Malang, Pengasuh Majelis Ta'lim As-Sirriyyin (Underground), Takmir Masjid Muritsul Jannah, Direktur AlvaVila Press, Pemred Abjadia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Salam Satu Jiwa
Keywords
Bahasa - Sastra
Dzikir - Doa
Fiqih
Galeri Buku
Humor
Iklan
Khutbah Jumat
Kisah - Hikmah
Materi Kuliah
MK Arabia Lil Athfal
MK Balaghah Bayan
MK Balaghah I -Ma'ani
MK E-Learning PBA
MK Leksikologi
MK Metode Riset
MK Penulisan Karya Ilmiah
MK Sina'at al-Maajim
MK TekMedia
My History & News
Opini
Pendidikan
Pustaka
Resensi
Tasawuf
Teknologi
Telaah Agama
Tips - Motivasi
Travelling
Tutorial
Umum
Video
تكنولوجيا التعليم
علم الدلالة والمعاجم
Tidak ada komentar:
Tulis komentar