Jika Anda membaca judul di atas lalu mengira
saya membela Ibu Marwah Daud Ibrahim selaku Ketua Yayasan Padepokan Kanjeng
Dimas, maka Anda yang salah. Apalagi, Anda mengira saya membela Kanjeng Dimas
Taat Pribadi, jelas Anda tambah salah. Sebab, saya tidak kenal mereka semua.
Saya cuma tertarik menulis dan menganalisis bahasa Ibu Marwah setelah
menyaksikan acara ILC secara live yang menurut Bang Karni Ilyas, itu episode
yang terlama hingga berganti tanggal.
Suatu hari, Nabi Ibrahim yang sedang menempuh
perjalanan bersama isterinya, dicegat oleh perampok. Konon, gerombolan perampok
bertubuh raksasa itu hanya akan menculik wanita yang berstatus isteri orang
alias senior (senang isteri orang), hehehe. “Apakah wanita ini isterimu?”,
tanya si perampok. “Hadzihi Ukhti (Ini saudariku)”, jawab Nabi Ibrahim. Karena
jawabannya ini, isteri Nabi Ibrahim selamat, urung dirampas.
Bohongkah Nabi Ibrahim? Menurut orang awam,
jelas iya. Karena itu, para perampok tersebut tertipu. Akan tetapi, di mata
ahli balaghah, Nabi Ibrahim tidak bohong. Sebab, yang dimaksud Nabi Ibrahim
adalah saudara seagama. Lalu, salahkah jika isterinya sendiri disebut “ukhti”
karena memang semua umat Islam itu bersaudara? Inilah yang disebut “tauriyah”.
Kata “saudara” memiliki makna dekat (saudara kandung), tapi juga memiliki makna
jauh (saudara seagama).
Dalam kasus Kanjeng Dimas, berkali-kali Ibu
Marwah menepis istilah “Penggandaan”. Menurut mantan anggota ICMI ini, yang
tepat adalah “Pengadaan”. Nah, ayo siapa yang salah? Jelas sekali, yang salah
adalah orang-orang yang tertipu. Mereka meyakini uang mahar yang disetor, bisa
berlipat ganda. Sejuta jadi semilyar, semilyar jadi setrilyun, dan seterusnya.
Baik penggandaan atau pengadaan, dua-duanya
salah, menurut Prof Mahfud MD. Penggandaan uang tanpa diketahui negara,
melanggar hukum. Pengadaan uang berarti memindah dari satu tempat ke tempat
lain, juga salah sebab itu artinya bisa saja memindah uang dari yang bukan
miliknya menjadi miliknya. Beda lagi dalam pandangan Ibu Marwah. Proses
pengadaan bisa saja terjadi sebagaimana seorang hamba di era Raja Nabi Sulaiman
yang memindahkan kerajaan Balqis dalam waktu kurang dari sekejap mata. Luar
biasa! Tapi, tetap saja, kerajaan yang dipindah itu bukan kerajaan Nabi
Sulaiman, iya kan? hehehehe
Jika segalanya mungkin terjadi, lalu siapa yang
salah? Lagi-lagi, yang salah adalah tetap saja orang-orang yang tertipu, yang
mengira hal itu tidak mungkin terjadi. Jangankan uang, sekelompok manusia dan
bahkan pesawat terbang yang berukuran besar saja, bisa kok dipindah oleh
seorang pilot dari satu bandara ke bandara lain dalam waktu yang relatif cepat.
Lalu, jutaan data berukuran giga hingga tera byte, saat ini bisa ditransfer
secara mudah dan cepat hanya dengan sekali klik. Alhasil, tidak ada yang tidak
mungkin.
Berarti, Kanjeng Dimas mampu mengadakan atau
menggandakan uang? Yah, jelas mampu dong. Buktinya, seperti dalam video,
milyaran uang bisa ada dan berserakan di hadapan Sultan yang kini meringkuk di dalam
jeruji penjara. Ets, jangan salah paham ya… Saya tidak mengatakan: dia mampu
mengadakan atau menggandakan uang dalam waktu cepat secepat kilat. Saya hanya
mengatakan: ia mampu, titik!
Caranya? Silahkan tanyakan sendiri kepada
Kanjeng Dimas Taat Pribadi. Yang pasti, segala perubahan itu berproses. Ada
yang super cepat, cepat, sedang, lambat dan super lambat. Tingkat kecepatannya
pun sebenarnya bersifat relatif. Cepat menurut saya, mungkin saja lambat
menurut Anda, atau sebaliknya.
Begitu pula dengan kasus penggandaan, eh maaf, pengadaan
oleh Kanjeng Dimas. Bagi pengikutnya, proses munculnya uang dan barang di depan
mata mereka, tampak cepat, lebih cepat dari proses kentut. Beda lagi menurut
Kanjeng Dimas dan kaki-tangannya. Uang atau barang itu sesungguhnya berproses.
Ada “pemindahan” uang dan barang dari berbagai pelosok nusantara yang prosesnya
cukup panjang dan bahkan melibatkan banyak orang. Semua proses itu terstruktur dan
sistematis.
Dalam acara ILC, saya lihat, Bang Akbar Faisal
adalah salah seorang, yang dengan metode investigasinya, telah berhasil
menunjukkan kepada khalayak umum bahwa proses dari yang dikira cepat “sim
salabim ala kadabrah”, ternyata “sim salabim salah kaprah”. Tapi, entah lagi
menurut Ibu Marwah, apakah data dan fakta itu membuka kesadarannya untuk melihat
bahwa proses pengadaan itu ternyata lambat, ataukah justru alumnus The American University Washington DC ini masih konsisten meyakini bahwa proses itu bersifat metafisika
yang tidak bisa dinalar oleh akal pikirannya? Allah yahdiiha!
Ada lagi pertanyaan yang menarik. Apakah Kanjeng
Dimas itu wali? Hmm…saya pun berpikir, apa seorang Wali Allah itu mesti aneh?
Padahal, al-Qur'an telah menjelaskan bahwa Wali Allah itu adalah orang yang
beriman, bertaqwa, tidak takut dan tidak susah karena ia telah memperoleh kabar
gembira (busyra) di dalam kehidupan dunia dan akhirat (Yunus: 62-64)
Lalu, apa jawaban Ibu Marwah terkait dengan
status kewalian Kanjeng Dimas? Ingat, Ibu Marwah tidak menjawab iya. Dengan
apiknya, justru beliau balik bertanya, “Siapa yang bilang Kanjeng Dimas itu
wali? Dengan rendah hati, Kanjeng selalu berpesan: jangan sebut saya wali, yang
wali itu guru saya”, jelas wanita berkerudung tersebut.
Loh, iya kan? Lalu, salahkah Ibu Marwah dengan
jawabannya? Jelas tidak. Lha wong Ibu Marwa sendiri tidak meyakininya sebagai
wali, lalu kenapa status kewalian Kanjeng Dimas masih dipersoalkan? Jadi,
sekali lagi, yang salah adalah orang-orang yang tertipu dan mengira Kanjeng
Dimas sebagai wali, padahal Kanjeng sendiri mengaku bukan wali. Lucu kan? Ya
iyalah, lebih lucu dari Mukidi.
Ilustrasinya, kolaborasi Kanjeng Dimas dan Ibu
Marwah ini seperti Messi dan Ronaldo. Terbayang kan, betapa dahsyatnya sebuah
tim, jika Messi dan Ronaldo diduetkan? Gocekan dua seniman bola ini, pasti akan
membuat pemain lawan kelabakan. Jagad bola pasti gempar. Tidak hanya pemain
awam kelas tarkam, mantan striker top pensiunan TNI atau polisi pun, tidak akan
mampu menghadapi duet Messi dan CR7.
Di mata legenda bola sekelas Pele, Messi adalah
alien, hanya sedikit spesies manusia yang memiliki bakat alami semisal “si
kutu”. Beda dengan Ronaldo, ia hebat bukan karena bakat, tapi karena latihan
intensif dan intelegensia yang tinggi. Itulah sebabnya Mourinho pernah
berkomentar bahwa semua orang yang mau belajar hingga ke level tinggi, bisa
saja menjadi Ronaldo, tapi tidak mungkin menyamai Messi.
Karena itu, duet Kanjeng Dimas dengan bakat
alaminya, dan Ibu Marwah dengan segala daya pikirnya merupakan duet hebat yang
menggegerkan nusantara. Duet ini, meminjam istilah KH Hasyim Mudzadi,
menggegerkan orang-orang Indonesia yang saat ini sedang “sakit”, sakit karena
rakus. Duet ini jauh lebih unggul daripada duet Aa’ Gatot dan Reza.
Jadi, makna penggandaan atau pengadaan, dari
sisi proses, memiliki dua arti: lambat dan cepat. Jika Anda tetap mengira
proses penggandaan atau pengadaan itu cepat secepat sulap, berarti Anda
tertipu. Sebab, yang dimaksud Ibu Marwah adalah makna yang jauh, jauh di luar
nalar dan pikiran orang sehat, hehehe….
Saya juga mau berduet, tapi dengan ukhti
Selamat ber-maljum ria.
Top
BalasHapusluar biasa ustadz.... pengagum tulisan lepas
BalasHapussantri PAI ICP ARAB 2014