6 Oktober 2016

Apa yang salah dari Ibu Marwah?

 


Jika Anda membaca judul di atas lalu mengira saya membela Ibu Marwah Daud Ibrahim selaku Ketua Yayasan Padepokan Kanjeng Dimas, maka Anda yang salah. Apalagi, Anda mengira saya membela Kanjeng Dimas Taat Pribadi, jelas Anda tambah salah. Sebab, saya tidak kenal mereka semua. Saya cuma tertarik menulis dan menganalisis bahasa Ibu Marwah setelah menyaksikan acara ILC secara live yang menurut Bang Karni Ilyas, itu episode yang terlama hingga berganti tanggal.

Suatu hari, Nabi Ibrahim yang sedang menempuh perjalanan bersama isterinya, dicegat oleh perampok. Konon, gerombolan perampok bertubuh raksasa itu hanya akan menculik wanita yang berstatus isteri orang alias senior (senang isteri orang), hehehe. “Apakah wanita ini isterimu?”, tanya si perampok. “Hadzihi Ukhti (Ini saudariku)”, jawab Nabi Ibrahim. Karena jawabannya ini, isteri Nabi Ibrahim selamat, urung dirampas.

Bohongkah Nabi Ibrahim? Menurut orang awam, jelas iya. Karena itu, para perampok tersebut tertipu. Akan tetapi, di mata ahli balaghah, Nabi Ibrahim tidak bohong. Sebab, yang dimaksud Nabi Ibrahim adalah saudara seagama. Lalu, salahkah jika isterinya sendiri disebut “ukhti” karena memang semua umat Islam itu bersaudara? Inilah yang disebut “tauriyah”. Kata “saudara” memiliki makna dekat (saudara kandung), tapi juga memiliki makna jauh (saudara seagama).

Dalam kasus Kanjeng Dimas, berkali-kali Ibu Marwah menepis istilah “Penggandaan”. Menurut mantan anggota ICMI ini, yang tepat adalah “Pengadaan”. Nah, ayo siapa yang salah? Jelas sekali, yang salah adalah orang-orang yang tertipu. Mereka meyakini uang mahar yang disetor, bisa berlipat ganda. Sejuta jadi semilyar, semilyar jadi setrilyun, dan seterusnya.

Baik penggandaan atau pengadaan, dua-duanya salah, menurut Prof Mahfud MD. Penggandaan uang tanpa diketahui negara, melanggar hukum. Pengadaan uang berarti memindah dari satu tempat ke tempat lain, juga salah sebab itu artinya bisa saja memindah uang dari yang bukan miliknya menjadi miliknya. Beda lagi dalam pandangan Ibu Marwah. Proses pengadaan bisa saja terjadi sebagaimana seorang hamba di era Raja Nabi Sulaiman yang memindahkan kerajaan Balqis dalam waktu kurang dari sekejap mata. Luar biasa! Tapi, tetap saja, kerajaan yang dipindah itu bukan kerajaan Nabi Sulaiman, iya kan? hehehehe

Jika segalanya mungkin terjadi, lalu siapa yang salah? Lagi-lagi, yang salah adalah tetap saja orang-orang yang tertipu, yang mengira hal itu tidak mungkin terjadi. Jangankan uang, sekelompok manusia dan bahkan pesawat terbang yang berukuran besar saja, bisa kok dipindah oleh seorang pilot dari satu bandara ke bandara lain dalam waktu yang relatif cepat. Lalu, jutaan data berukuran giga hingga tera byte, saat ini bisa ditransfer secara mudah dan cepat hanya dengan sekali klik. Alhasil, tidak ada yang tidak mungkin.

Berarti, Kanjeng Dimas mampu mengadakan atau menggandakan uang? Yah, jelas mampu dong. Buktinya, seperti dalam video, milyaran uang bisa ada dan berserakan di hadapan Sultan yang kini meringkuk di dalam jeruji penjara. Ets, jangan salah paham ya… Saya tidak mengatakan: dia mampu mengadakan atau menggandakan uang dalam waktu cepat secepat kilat. Saya hanya mengatakan: ia mampu, titik!

Caranya? Silahkan tanyakan sendiri kepada Kanjeng Dimas Taat Pribadi. Yang pasti, segala perubahan itu berproses. Ada yang super cepat, cepat, sedang, lambat dan super lambat. Tingkat kecepatannya pun sebenarnya bersifat relatif. Cepat menurut saya, mungkin saja lambat menurut Anda, atau sebaliknya.

Begitu pula dengan kasus penggandaan, eh maaf, pengadaan oleh Kanjeng Dimas. Bagi pengikutnya, proses munculnya uang dan barang di depan mata mereka, tampak cepat, lebih cepat dari proses kentut. Beda lagi menurut Kanjeng Dimas dan kaki-tangannya. Uang atau barang itu sesungguhnya berproses. Ada “pemindahan” uang dan barang dari berbagai pelosok nusantara yang prosesnya cukup panjang dan bahkan melibatkan banyak orang. Semua proses itu terstruktur dan sistematis.

Dalam acara ILC, saya lihat, Bang Akbar Faisal adalah salah seorang, yang dengan metode investigasinya, telah berhasil menunjukkan kepada khalayak umum bahwa proses dari yang dikira cepat “sim salabim ala kadabrah”, ternyata “sim salabim salah kaprah”. Tapi, entah lagi menurut Ibu Marwah, apakah data dan fakta itu membuka kesadarannya untuk melihat bahwa proses pengadaan itu ternyata lambat, ataukah justru alumnus The American University Washington DC ini masih konsisten meyakini bahwa proses itu bersifat metafisika yang tidak bisa dinalar oleh akal pikirannya? Allah yahdiiha!

Ada lagi pertanyaan yang menarik. Apakah Kanjeng Dimas itu wali? Hmm…saya pun berpikir, apa seorang Wali Allah itu mesti aneh? Padahal, al-Qur'an telah menjelaskan bahwa Wali Allah itu adalah orang yang beriman, bertaqwa, tidak takut dan tidak susah karena ia telah memperoleh kabar gembira (busyra) di dalam kehidupan dunia dan akhirat (Yunus: 62-64)

Lalu, apa jawaban Ibu Marwah terkait dengan status kewalian Kanjeng Dimas? Ingat, Ibu Marwah tidak menjawab iya. Dengan apiknya, justru beliau balik bertanya, “Siapa yang bilang Kanjeng Dimas itu wali? Dengan rendah hati, Kanjeng selalu berpesan: jangan sebut saya wali, yang wali itu guru saya”, jelas wanita berkerudung tersebut.

Loh, iya kan? Lalu, salahkah Ibu Marwah dengan jawabannya? Jelas tidak. Lha wong Ibu Marwa sendiri tidak meyakininya sebagai wali, lalu kenapa status kewalian Kanjeng Dimas masih dipersoalkan? Jadi, sekali lagi, yang salah adalah orang-orang yang tertipu dan mengira Kanjeng Dimas sebagai wali, padahal Kanjeng sendiri mengaku bukan wali. Lucu kan? Ya iyalah, lebih lucu dari Mukidi.

Ilustrasinya, kolaborasi Kanjeng Dimas dan Ibu Marwah ini seperti Messi dan Ronaldo. Terbayang kan, betapa dahsyatnya sebuah tim, jika Messi dan Ronaldo diduetkan? Gocekan dua seniman bola ini, pasti akan membuat pemain lawan kelabakan. Jagad bola pasti gempar. Tidak hanya pemain awam kelas tarkam, mantan striker top pensiunan TNI atau polisi pun, tidak akan mampu menghadapi duet Messi dan CR7.

Di mata legenda bola sekelas Pele, Messi adalah alien, hanya sedikit spesies manusia yang memiliki bakat alami semisal “si kutu”. Beda dengan Ronaldo, ia hebat bukan karena bakat, tapi karena latihan intensif dan intelegensia yang tinggi. Itulah sebabnya Mourinho pernah berkomentar bahwa semua orang yang mau belajar hingga ke level tinggi, bisa saja menjadi Ronaldo, tapi tidak mungkin menyamai Messi.

Karena itu, duet Kanjeng Dimas dengan bakat alaminya, dan Ibu Marwah dengan segala daya pikirnya merupakan duet hebat yang menggegerkan nusantara. Duet ini, meminjam istilah KH Hasyim Mudzadi, menggegerkan orang-orang Indonesia yang saat ini sedang “sakit”, sakit karena rakus. Duet ini jauh lebih unggul daripada duet Aa’ Gatot dan Reza.

Jadi, makna penggandaan atau pengadaan, dari sisi proses, memiliki dua arti: lambat dan cepat. Jika Anda tetap mengira proses penggandaan atau pengadaan itu cepat secepat sulap, berarti Anda tertipu. Sebab, yang dimaksud Ibu Marwah adalah makna yang jauh, jauh di luar nalar dan pikiran orang sehat, hehehe….

Saya juga mau berduet, tapi dengan ukhti

Selamat ber-maljum ria.

2 komentar:
Tulis komentar