Umpama
sepakbola, NU seakan menjadi satu-satunya tim catenaccio ala Italia yang
menerapkan pertahanan total dengan sesekali mengandalkan serangan balik.
Demikian posisi NU dalam mempertahankan wajah Islam Indonesia yang secara
akidah tetap berlandaskan Ahlussunnah Wal Jamaah dan berwawasan kebangsaan.
Hanya
NU yang mampu mengakomodasi nilai-nilai budaya Indonesia yang majemuk dan
menampilkan akhlak mulia. NU juga yang kali pertama menerima Pancasila sebagai
dasar negara sehingga NKRI merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar lagi.
Oleh karenanya, NU setia dan siap mengawal NKRI dari berbagai ancaman, baik
dari dalam maupun luar negeri.
Kini,
seiring dengan Arab Spring dan kekacauan di negara-negara muslim akibat
mudahnya diadu-domba atasnama agama, madzhab, sekte, ras, dan sebagainya, NU
menampilkan Islam Nusantara untuk peradaban dunia. NU menawarkan model
keberagamaan yang moderat, toleran dengan tetap mengedepankan persatuan di
antara semua elemen bangsa di bawah semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda
tapi tetap satu jua.
Konsep
NU ini tampaknya mulai digoyah oleh berbagai kelompok yang tidak menginginkan
Indonesia bangkit untuk mengejar ketinggalan. Kelompok dengan berbagai motif
dan kepentingan itu tampaknya sadar betul, bahwa untuk menghancurkan Indonesia
menjadi berkeping-keping, satu-satunya cara adalah merusak NU terlebih dulu.
Sebab, NU adalah pagar baja NKRI, pertahanan terakhir berbasis ormas Islam yang
menurut mereka, harus dipecah-belah.
Lalu,
bagaimana caranya? Tentu yang pertama adalah membunuh karakter para ulama dan
kiai NU, terutama di tubuh PBNU sebagai striker. Para kiai dan ulama sepuh yang
kredibilitas keilmuannya tidak perlu diragukan lagi, justru oleh mereka
di-stigma dengan berbagai cap negatif. Ada yang dilabeli liberal, syiah, sesat,
melenceng dari Aswaja, munafik, dan banyak lagi. Apapun alasan dan analisisnya,
jelas stigma ini bertujuan membunuh karakter para ulama dan kiai NU. Dengan
begitu, sedikit demi sedikit, santri dan umat tidak lagi respek terhadap NU.
Cara
kedua adalah memecah NU menjadi beberapa bagian. Cara ini memang butuh waktu
lama, tapi mereka punya taktik jitu dengan mencatut nama NU, lalu muncul NU
Garis Lurus, Aswaja Garis Lurus, NU Asli, dan banyak lagi yang ada embel-embel
NU. Mereka tahu, jika tanpa mencatut nama NU, pasti tidak laku di pasaran.
Pasalnya, mereka tidak punya umat kecuali "menunggangi" warga
Nahdliyyin.
Cara
ketiga adalah doktrinisasi Islam radikal dan ekstrim. Dengan alasan memurnikan
ajaran Aswaja dan mengembalikan NU kepada khittoh, mereka menanamkan ajaran
intoleran. Ada pesan politik dalam doktrin tersebut sehingga emosi umat terus
diaduk-aduk agar tidak puas terhadap NU. Taktik ini mereka harapkan agar suatu
saat NU bergerak melawan Pemerintah, TNI dan Polri. Dengan begitu, kekuatan NU
dan NKRI makin terkikis yang pada akhirnya, Indonesia akan pecah
berkeping-keping.
Cara
terakhir, mereka tahu bahwa di mata Internasional, NU adalah representatif umat
Islam Indonesia. Oleh karenanya, mereka menampilkan Islam Keras, memuja para
teroris, mendukung aksi terorisme sebagai jihad dan menanamkan sikap intoleran,
lalu kemudian dipublikasikan secara luas. Dengan image buruk ini, secara tidak
langsung, citra NU turut tercoreng.
Selain
cara-cara di atas, masih ada 1001 taktik untuk melemahkan NU dan NKRI yang
langkah awalnya adalah mengganggu stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara
sehingga energi NU akan habis untuk mengatasi taktik licik mereka.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar