Biasa, menjelang akhir tahun, dengan berbagai alasan, ada yang suka dan ada pula yang tidak suka menyambut tahun baru. Kalau hura-hura lalu bermaksiat, jelas itu dilarang agama. Tidak hanya pada momen pergantian tahun, di setiap detik dan menit, kita juga dilarang melanggar aturan agama dan hukum yang berlaku.
Dulu, saya juga tidak suka dengan peringatan tahun baru karena pergantian tahun biasanya diramaikan dengan hura-hura sehingga saya pun ikut-ukutan 'membenci' tahun syamsiyah, lalu berikrar: "Tahun baru saya 1 Muharram, bukan 1 Januari". Hmm.. ini kan bulan, bukan tahun, hehehe...
Itu dulu, saat unyu-unyu, hehe... Apa benar tahun syamsiyah (masehi) bukan tahun baru kita semua, termasuk kita umat Islam? Padahal, baik syamsiyah maupun qomariyah, semuanya alami, kehendak Allah, dan jujur saja, dalam banyak hal kita tetap berpegang pada tahun syamsiyah (masehi), lalu apa salahnya bergembira menyambut tahun baru?
Sebagai umat Islam, kita harus peka dengan perubahan alam, termasuk peredaran waktu dan pergantian tahun. Karenanya, ada shalat kusuf dan khusuf saat gerhana matahari maupun bulan. Kesunnahan ini menunjukkan pentingnya memahami gejala alam, ilmu falaq dan astronomi.
Dalam ibadah-ibadah lain, hampir semuanya terkait dengan waktu. Kewajiban shalat juga mauquta (terkait waktu), awal dan akhir puasa, zakat, haji, dan sebagainya, juga terkait dengan waktu. Dalam penanggalan, boleh saja kita mengacu pada peredaran matahari (tahun masehi), bulan (hijriyah), bintang, musim, dan seterusnya.
Gejala-gejala alam ini menjadi penanda bagi manusia dan bagian dari ayat-ayat Allah. Dalam sejarah Islam, Khalifah Umar memilih "Ta'riikh" (pakai hamzah), menentukan penanda sebuah peristiwa sejarah berdasarkan hijrah Nabi dan peredaran bulan sehingga ada penanggalan tahun hijriyah-qamariyah.
Lalu, apakah tahun masehi-syamsiyah adalah tahun kafir? Hm.. memangnya tahun itu agamanya apa? Hehehe.... Sekali lagi, yang haram itu bermaksiat, bukan merayakan dan mensyukuri tahun baru.
Dalam al-Quran, jika mengacu pada bulan, disebut syahr (bulan) karena perubahan bulan terkait dengan munculnya hilal. Misalnya, firman Allah (artinya): "Sesungguhnya hitungan bulan-bulan di sisi Allah ada 12 bulan" (QS. At-Taubah: 36).
Lain lagi pada saat al-Quran menyinggung tentang tahun. Jika yang dimaksud tahun qamariyah, Allah menggunakan kata "'Aam", dan jika yang dimaksud tahun syamsiyah, digunakan kata "sanah". Secara bahasa, artinya sama, yakni tahun, tapi maksudnya beda.
Misalnya, firman Allah (artinya): "Sungguh, Kami (Allah) telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Ia hidup selama 1000 Tahun (sanah) kurang 50 tahun ('aam)..." (QS. Al-Ankabut: 19). Dalam ayat ini, ada kata "sanah" dan "'aam", keduanya berarti tahun. Bedanya, kalimat pertama "1000 Tahun" (sanah) mengacu pada tahun syamsiyah, sedangkan 50 tahun ('aam) mengacu pada tahun qamariyah. Dengan kata lain, baik samsiyah maupun qamariyah dipakai oleh Allah dalam al-Quran.
Contoh lain, dalam QS at-Taubah ayat 28, "..Maka janganlah mereka mendekati masjidil haram setelah tahun ini...". Pada ayat ini, digunakan kata "'aam" sebab mengacu pada tahun qamariyah karena hubungannya dengan ibadah haji yang dalam ayat lain (QS Al-Baqarah: 189), ibadah haji sudah ditetapkan bulan-bulannya berdasarkan hilal alias tahun qamariyah (hijriyah).
Contoh lain, saat Allah menjelaskan berapa lama ashabul kahfi tidur di dalam gua (QS. Al-Kahfi: 25), "...mereka menetap di dalam gua selama 300 Tahun lebih 9 (sembilan)". Pada ayat ini, Allah menggunakan kata "sanah", tapi kelebihannya cukup menggunakan kata sembilan, tanpa tahun (sanah atau 'aam). Apa hikmahnya?
Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya (3/80), angka 300 Tahun (sanah) mengacu pada tahun syamsiyah, sedangkan angka 9 mengacu pada tahun qamariyah. Jadi, jumlah 309 tahun itu terdiri dari 300 tahun syamsiyah dan 9 tahun qamariyah. Tafsir yang sama juga ditemukan dalam al-Jalalain. Ini artinya, dalam satu ayat ada konvergensi (penggabungan tahun syamsiyah dan qamariyah).
Jelasnya, son, antara tahun syamsiyah (masehi) dan tahun qomariyah (hijriyah) itu sama-sama penanda dan ayat Allah agar manusia mengambil hikmah dan pelajaran. Semua sistem tahun dan penanggalan boleh dipakai, diperingati, dijadikan pedoman.
"Jadi, boleh ya merayakan tahun baru?". "Ya boleh aja dong, gitu aja kok repot". Yang gak baik itu, sudah ganti tahun baru, tapi kamu masih tetap jomblo, hehe....
Selamat Tahun Baru 2018
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Salam Satu Jiwa
Keywords
Bahasa - Sastra
Dzikir - Doa
Fiqih
Galeri Buku
Humor
Iklan
Khutbah Jumat
Kisah - Hikmah
Materi Kuliah
MK Arabia Lil Athfal
MK Balaghah Bayan
MK Balaghah I -Ma'ani
MK E-Learning PBA
MK Leksikologi
MK Metode Riset
MK Penulisan Karya Ilmiah
MK Sina'at al-Maajim
MK TekMedia
My History & News
Opini
Pendidikan
Pustaka
Resensi
Tasawuf
Teknologi
Telaah Agama
Tips - Motivasi
Travelling
Tutorial
Umum
Video
تكنولوجيا التعليم
علم الدلالة والمعاجم
Tidak ada komentar:
Tulis komentar