KETIKA NU MEMPRAKTEKKAN ISLAM BERKEMAJUAN
oleh:
Gus Nukman Basori
Beberapa hari ini berita tentang Penolakan Harlah NU ke 94
yang terjadi di Yogjakarta tepatnya di Kagungan Ndalem Masjid Gedhe Keraton
Yogyakarta yang di klaim sebagai Basis Muhammadiyah oleh KOKAM (Komando
Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiya) yang dibawah naungan Pemuda
Muhammadiyah sangat marak menyebar diberbagai media. Hal ini Menunjukkan betapa
kurang dewasanya cara berfikir Bidang
program kerja organisasi otonom Muhammadiyah dibawah naungan Pemuda Muhammadiyah
tersebut, hal ini di buktikan dengan beredarnya surat resmi penolakan yang
berkop surat organisasi tersebut dan di tanda tangani oleh pengurus nya.
Padahal perizinan untuk kegiatan Harlah NU tersebut sudah
lengkap dan resmi baik dari pihak Ta’mir Kagungan Ndalem Masjid Gedhe Keraton
Yogyakarta sebagai tempat kegiatan tersebut maupun dari instansi terkait yang
berwewenang memberikan izin semuanya sudah terpenuhi.
Bagi NU hal ini tidak menjadi masalah yang berlebihan atau
biasa saja, karena NU sekaligus ingin menunjukan bagaimana cara mengimplementasikan
ISLAM BERKEMAJUAN yang menjadi slogan Muhammadiyah saat ini kepada anak-anak
muda Muhammadiyah.
Hasil rapat panitia Harlah NU dengan para Tokoh-Tokoh NU
serta Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) kota Yogyakarta juga dengan
mempertimbangkan kaidah
“MENOLAK MAFSADAT LEBIH UTAMA DARIPADA MENGAMBIL MANFAAT” dengan memindahkan tempat
kegiatan Harlah NU tersebut juga merupakan konsistensi dari warga NU untuk
selalu menjaga dan mengedepankan Trilogy Uchuwa (Uchuwa Islamiyah, Uchuwa
Wathoniyah dan Uchuwah Basyariyah) yang selama ini menjadi bagian daripada
produk fiqroh An Nahdliyah yang di cetuskan oleh pendiri NU.
Tanpa merasa kalah atau menang dalam hal tersebut diatas
karena NU ingin menunjukkan bagaimana cara menghadapi persoalan dengan memakai
akal fikiran yang maju dan tidak terbelakang sesuai dengan kaidah agama serta
budaya nusantara yang selalu mendahulukan kepentingan Bersama demi Persatuan
dan Keutuhan Bangsa.
Semua ini sudah sesuai dengan cara-cara Islam yang ada di
Bumi Nusantara ini, NU didirikan sebagai Ormas Islam di Bumi Nusantara ini,
bertujuan untuk menjaga dan memelihara kemurnian faham Ahlussunnah waljama’ah,
Sehingga sangat wajar bila Ormas Islam terbesar di dunia saat ini mencetuskan
slogan ISLAM NUSANTARA (islam yang ada di Nusantara ini), karena banyaknya
amaliyah yang dilakukan oleh warga NU di Nusantara ini yang kemungkinam tidak
pernah ditemukan di belahan dunia manapun, maka selalu menjadi ciri khas ummat
islam yang ada di nusantara ini, atau lebih popular dengan sebutan ISLAM
NUSANTARA yang menjadi Jargon NU saat ini.
Tidak sekedar Jargon atau slogan Islam Nusantara saja,
tetapi dalam melangkah dan menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan
dengan warga bangsa, NU selalu mengedepankan cara-cara yang sudah menjadi
kebiasaan atau budaya nusantara tanpa mengesampingkan sisi-sisi syariat
islamnya.
Oleh karena itu dalam menyelesaikan persoalan penolakan
Harlah NU yang ke 94 oleh Pemuda Muhammadiyah yang ada di Kagungan Ndalem
Masjid Gedhe Keraton Yogyakarta tokoh-tokoh NU telah memberikan tauladan yang
sangat baik dan bijak dengan mengedepankan cara berfikir yang sangat maju
(BERKEMAJUAN) dengan memindahkan tempat kegiatan Harlah NU ke Universitas NU di
Sorosutan Kecamatan Umbulharjo.
Sikap para tokoh Nahdlatul Ulama yang sangat bijak ini
adalah sebagai manifestasi serta implementasi dari makna ISLAM BERKEMAJUAN itu
sendiri, sehingga dengan berfikiran yang sangat luas dan dengan
mempertimbangkan sisi maslahat dan mudharatnya seperti pada kaidah tersebut
ini:
كل
عبادة
كان
ضررها
أعظم
من
نفعها
نهي
عنها
Kullu ‘ibaadatin kaana dhororuha a’dloma min naf’iha nuhiya
‘anha
Setiap Ibadah yang Mudharatnya lebih besar daripada
manfaatnya maka ibadah tersebut dilarang.
Maka para tokoh NU di Yogyakarta telah memberikan pelajaran
yang sangat berharga bagi warga Nahdliyyin Khususnya dan Warga Muhammadiyah
yang masih belum bisa memaknai dan menjiwai Islam Berkemajuan.
Sehingga dengan mengambil langkah yang sangat bijak ini kedepan
sebagai warga negara Indonesia yang berwawasan luas serta berfikiran maju dan
modern tidak akan ada lagi diskriminasi antar warga dengan menyebut yang
mayoritas menguasai basis dari yang minoritas, karena hal ini adalah merupakan
bibit-bibit intoleransi.
Bagaimana tidak Intoleransi bila sesama Muslim saja masih
mendikotomi antara mayoritas basis masa ormas islam yang satu kepada ormas
islam yang lain, apalagi nantinya
terhadap warga yang tidak seaqidah (non Muslim), bisa akan lebih protektif
tentunya. Maka menjadi tugas kita Bersama untuk memberikan pendidikan dan
wawasan tentang tata cara hidup berdampingan sebagai warga bangsa yang ber
Bhineka Tunggal ika ini.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar