Ini adalah kisah tentang aku dan bahasa Arab. Awal kali belajar bahasa Arab adalah di pesantren PIQ Singosari, tepatnya setelah lulus SD. Sebelum mondok, tidak pernah sekalipun belajar bahasa Arab. Di bangku SD, hanya belajar “Ini Budi”.
Masih teringat, ketika placement test santri baru, Alm. Ust Ali Mukhtar bertanya: Selain ngaji Al-Qur’an, apa kitab yang pernah kamu pelajari? Aku jawab: Kitab Diba’. Sang Ustadz pun tersenyum.
Saya lulusan SD. Di kampung, hanya belajar ngaji Qur’an dan baca Diba’ untuk shalawatan. Tidak pernah ngaji di Madrasah Diniyah atau TPQ seperti saat ini yang kurikulumnya lengkap.
Dari hasil tes itu, saya masuk di kelas pemula paling dasar. Guru pertama adalah Ust. Ali Fikri. Beliau yang mengajari Maa Hadza? di kitab Madarij al-Duruus al-Arabiyah, kitab legendaris karya KH Basori Alwi.
Saya begitu bersemangat. Tiap bakda Subuh, kami di-drill membaca kitab itu dengan intonasi khas PIQ. Lugas, keras, berirama dan harus fasih bertajwid. Tak lama, sebulan berikutnya, saya dipindah ke kelas A yang diasuh Ust H. Nur Kholis. Di bawah bimbingannya, saya dilatih muhadatsah (percakapan bahasa Arab).
Di tahap ini, saya mulai belajar kalam (bicara) dan memperkaya mufradat (kosakata). Bersama beberapa teman santri yang berpostur mini, saya biasa ditampilkan di acara Imtihan dan juga di RRI Surabaya.
Di tahun kedua mondok, saya mulai belajar nahwu kitab Jurumiyah. Buku kecil itu harus dikuasai lahir batin. Tidak harus hafal, tapi wajib paham. Setelah khatam Madarij, saya dipindah ke kelas Muhadatsah Yaumiyah yang diasuh Ust. Ahmad Syaikhu.
Dengan disiplin tinggi, kami digempleng ilmu nahwu, sharaf, dan insya’. Belajar menulis mulai dari kalimat menjadi paragraf hingga teks lengkap. Saya juga belajar ekspresi muhawarah (dialog) yang diasuh Prof. Ishom Yusqi. Beliau yang saat itu masih kuliah di IAIN Malang, menerapkan beragam metode yang membuat kelas menjadi hidup.
Tiga tahun belajar bahasa Arab dari guru-guru hebat. Ketika menginjak jenjang Madrasah Aliyah, saya mulai dipercaya mengajar bahasa Arab. Di tahap ini, saya benar-benar belajar bahasa Arab lebih mendalam.
Dengan mengajar, menjadi lebih tertantang untuk belajar lagi dan lagi. Terlebih, saya selalu mengajar di kelas A, membimbing para santri yunior yang cerdas dan kritis. Untuk mengajar satu bab nahwu, harus belajar dulu dari beberapa kitab.
Dari pengalaman ini, bisa dipahami bahwa metode terbaik dalam pembelajaran harus belajar tuntas dan memberi kesempatan mengajar dengan penuh tanggung jawab.
Untuk semua guru dan muridku dalam proses belajar mengajar bahasa Arab, wa bil khusus, KH Basori Alwi, saya berterima kasih.
Kepada Allah dan orang tua, saya bersyukur dan berterima kasih telah ditempatkan di pesantren yang memiliki iklim berbahasa Arab yang sangat baik, yang sejak itu telah mengantarkanku kini meraih Guru Besar Pendidikan Bahasa Arab.
Untuk semuanya, Al Fatihah
Tidak ada komentar:
Tulis komentar