7 Agustus 2017

MELIHAT HITAM PUTIH

 


Usai menyelesaikan pendidikan formal dan non-formal, alhamdulillah sudah banyak ilmu dan pengetahuan diajarkan para ustadz dan guruku laksana hujan deras yang membanjiri kolam kecil di otakku. Sebenarnya, ada banyak warna pelangi setelah hujan itu membasahi bumi. Tapi kenapa, setelah lulus dari bangku sekolah dan pesantren, aku hanya melihat hitam dan putih saja.

Yah, hanya hitam dan putih, halal dan haram, yang boleh dan yang terlarang. Itu saja. Sehingga, saat aku melihat fenomena sosial di sekitarku, sangat mudah bagiku menghakimi dan menjatuhkan vonis karena memang alur pikiranku masih linier, mengikuti jalur doktrin yang sering aku terima.

Menyaksikan orang lagi asyik duduk di pinggir jalanan menuju masjid, padahal adzan telah memanggil, ingin rasanya aku pukul saja. Hati ini seperti mengutuk keras. Melihat pengajian di masjid yang sepi peminat padahal hanya sebentar, darahku sudah sampai di ubun-ubun, pasalnya di sekitarnya banyak yang asyik menikmati tayangan televisi yang tiada gunanya.

Itu hanya contoh kecil saja, belum lagi saat aku mengetahui berbagai penyimpangan dari media cetak dan elektronik, aku sering naik pitam. Aku selalu tidak puas dan sering ingin marah melihat geliat keagamaan yang lesu dan sepi peminat, meski ajakan dan himbauan terus disampaikan di berbagai kesempatan.

Tak hanya itu, diam-diam, aku pun sering menilai dan menghakimi keislaman dan keimanan orang lain. Tentu saja, berdasarkan ilmu yang aku ketahui, meski hanya secuil. Itulah aku.

Tapi, itu dulu, saat aku segalanya hanya dengan kaca mata "hitam-putih" saja. Dulu, saat dadaku masih dipenuhi prasangka yang dibalut kecurigaan dan kekhawatiran akan terpuruknya Islam. Sebab, seperti yang aku tahu, mendiamkan berarti tanda lemahnya iman.

Beda dengan sekarang. Allah telah menyingkap tabir yang selama ini menutupi diriku. Dia telah menampakkan kebesaran, keluasan, kemurahan dan kasih sayang-Nya yang ternyata jauh melebihi apa yang selama ini aku pikirkan.

Aku tidak lagi melihat hitam dan putih saja, tapi beraneka ragam warna. Bahwa, tidak semua fenomena sosial bisa diselesaikan hanya dengan kerangka hukum halal-haram belaka. Ada berjuta jalan dan sudut pandang yang masih terus aku cari dan pelajari sehingga tidak mudah menghakimi.

Pelangi itu sungguh indah. Spektrum warna-warni lah yang membuat hidup ini bisa dijalani dengan mudah. Aku diminta hanya menjalani apa yang seharusnya aku jalani, tidak perlu terus mengusik yang lain. Pada akhirnya, jika kita mampu tampil sebagai diri sendiri yang dikehendaki dan dikendalikan oleh Allah, maka saat itulah magnet kehidupan akan berada di dalam diri kita sendiri.

Maaf, ini hanya aku, abaikan jika tak perlu.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar