"Kembali seperti bayi yang baru terlahir dari perut ibu", itulah
gambaran orang yang telah berpuasa. Bersih, suci, fitri dan menebar
kasih sayang. Lucu, imut-imut, tiada dosa dan beban pikiran. Otak, hati
dan sekujur tubuh hanyalah selaput luar dari ruh suci yang baru
terhembus dan bersemayam entah dimana.
Lalu, setelah bayi
itu terlahir, disematkan nama sebagai identitas dan pembeda. Dari nama
itu, diharapkan semua sifat-sifat mulia bermunculan dan potensi af'alnya
berfungsi secara maksimal. Makhluk jenis manusia yang masih berupa bayi
itu telah berotak, tapi belum berakal. Ia bernafsu, tapi cuma sekedar
insting yang secara tidak ia sadari beroperasi sekedar untuk
mempertahankan hidup seperti menyusu, menangis, merasakan kehangatan dan
menutup mata untuk istirahat.
Mungkinkah orang yang usai berpuasa kembali seperti bayi?
Secara
fisik, jelas tidak mungkin. Tapi, secara non-fisik, kembali bagaikan
bayi bisa saja terjadi. Maksudnya, pasca berpuasa seseorang bisa menjadi
pribadi baru yang bersih. Dengan syarat, ia bertekad membuka lembaran
baru, memulai dari kertas kosong dengan cara melupakan segala kesalahan
orang lain, benar-benar memaafkan semua manusia hingga ia tidak ingat
lagi apakah orang lain tersebut pernah mengambil haknya atau tidak?
Bukan
hanya itu, ia harus melakukan muhasabah dengan tingkat penyadaran diri
yang terdalam. Memahami hakikat penciptaannya, tujuan keberadaannya, dan
juga eksistensinya.
Memahami hakikat penciptaan akan
melahirkan sifat rendah hati atau tawaddu' terhadap Allah dan semua
makhluknya. Mengingat asal muasalnya yang terbuat dari air sperma, akan
memberi terapi psikis akan segala keterbatasan yang dimilikinya. Dengan
demikian, sifat sombong, angkuh, congkah, egois, dan sebagainya akan
luntur dengan sendirinya. Bahkan, tidak akan mengotori lembaran hidupnya
yang baru ia buka.
Memahami tujuan keberadaannya adalah
mengerti bahwa ia tercipta hanya untuk mengabdi kepada Allah. Setelah
sebelumnya, di alam azali, ia telah bersaksi dan mengakui bahwa Allah
adalah tuhannya, maka persaksian itu harus ia buktikan saat ia telah
tercipta secara sempurna, saat ruhnya ditiup di sekujur badan, saat ia
hidup di dunia sebagai ujian. Saat-saat itulah, manusia harus terus
mengabdi kepada Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya hingga ia mencapai puncak ketaqwaan yang hakiki.
Memahami
eksistensi, artinya memahami tugasnya sebagai khalifah di muka bumi
ini. Tugas khalifah adalah tugas mulia yang dibanggakan Allah di hadapan
para malaikat-Nya. Tugas menerima amanah ini hanya diemban manusia.
Gunung, laut, pepohonan dan semua ciptaan Allah yang lain, telah
menyerah. Mereka merasa tidak sanggup mengembannya. Hanya manusia yang
berani menanggung tugas besar itu.
Dengan memahami hakikat
penciptaannya, tujuan keberadaannya, dan juga eksistensinya pasca
berpuasa, manusia akan menjadi pribadi baru bagaikan bayi yang terlahir
dari perut ibu.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar