Linguistik berasal
dari bahasa latin, lingua. Dalam bahasa Perancis berpadanan dengan kata langue
dan langage. Sedangkan dalam bahasa Italia berpadanan dengan kata lingua dan
dalam bahasa Spanyol berpadanan dengan kata lengua.
Secara leksikal, kata
linguistik bermakna bahasa. Sedangkan secara terminologis, linguistik mempunyai
pengertian sebagai berikut:
1- Linguistik adalah penelaan
bahasa secara ilmiah. (Kamus Pringgodigdo dan Hassan Shadily, 1977)
2- Linguistik adalah ilmu
pengetahuan yang mempunyai obyek forma bahasa lisan dan tulisan yang mempunyai
ciri-ciri pemerlain. (Chaedar Alwasilah, 1993)
3- Linguistik adalah ilmu yang
mempelajari bahasa. (Al-Khully, 2003)
Linguistik, ilmu
bahasa, dibedakan menjadi 2 macam. Pertama, linguistik murni, teoritis, pure,
nadzary. Kedua, linguistik terapan, praktis, tathbiqy.
Pertama, Linguistik
Teoritis, yaitu ilmu bahasa yang membahas unsur-unsur utama tentang bahasa itu
sendiri.
Ketika bahasa
mencakup kajian tentang suara atau bunyi bahasa berdasarkan hakikat bahasa
adalah bunyi “al-Lughah hiya al-shawt”, maka lahir ilmu fonologi atau ilm
al-ashwaat (ilmu yang mempelajari tentang bunyi). Ilmu Bunyi ini berkembang
luas hingga muncul ilmu fonetik, dan ketika ilmu dihubungkan dengan penelitian
terhadap al-Qur’an, muncul ilmu tajwid, ilmu qiraat, dan sebagainya.
Ketika dalam kajian
bahasa juga dibahas tentang teori pembentukan kata, lalu lahirlah ilmu
morfologi atau ilmu sharaf. Ilmu ini membahas pembentukan kata, derivasi kata,
struktur kata, kata plural dan tunggal, kata ganti atau dhamir, dan sebagainya.
Ketika bahasa
mengkaji hal yang lebih luas daripada sekedar bunyi dan kata, tapi juga
kalimat, maka diperlukan ilmu nahwu atau ilmu sintaksis yang bertugas untuk
mempelajari susunan kalimat, kedudukan kata dalam kalimat, bentuk-bentuk
gramatis dalam kalimat, dan sebagainya. Di Indonesia, ilmu nahwu paling
berkembang luas, terutama di dunia pesantren. Berbagai literatur mulai dari
ringkas dan mudah hingga yang luas dan mendalam, juga dipelajari.
Pada tahap
selanjutnya, bahasa pun tidak sekedar membahas kalimat, kata atau bunyi. Namun,
bahasa juga membahas makna. Bahkan, makna dinilai sebagai hal terpenting dari
bahasa, mengingat bahasa sekedar sebagai alat komunikasi, dan dalam
berkomunikasi pesanlah yang disalurkan oleh pemberi pesan kepada penerima pesan.
Pesan itu adalah makna, dan makna dalam linguistik dibahas dalam ilmu khusus,
yakni ilmu semantik (ilmu makna).
Ilmu Semantik ini
makin berkembang luas. Pada awalnya, ia hanya membatasi pada pembahasan makna
tiap kata sehingga lahir ilmu vocabulary atau ilmu mufradaat. Di sana, makna
kata dikupas tuntas, dicari pengembangan makna dari sebuah kata, penyempitan
makna, perluasan, makna ganda, makna denotatif – konotatif, dan sebagainya.
Pada perkembangan
selanjutnya, kumpulan makna itu perlu dihimpun, diklasifikasikan, dan disimpan.
Atas dasar ini, muncul ilmu leksikologi atau ilmu ma’ajim. Yakni, ilmu
perkamusan sebagai pengembangan ilmu kosakata. Dalam ilmu ini, dibahas
model-model kamus, tehnik penulisan dan penyusunan kosakata, jenis-jenis kamus,
dan sebagainya.
Pada perkembangan
selanjutnya, semantik pun turut diperluas kajiannya. Bahwa, bahasa tidak hanya
sekedar membahas bunyi, kata, kalimat dan makna. Tapi, lebih daripada itu, ada
hal lain yang juga penting dikaji yang itu juga mempengaruhi pemaknaan bahasa,
penggunaan kata dan penyampaian bunyi atau intonasi berbahasa. Hal itu adalah
konteks. Yah, konteks atau siyaaq dinilai sebagai hal urgen untuk dipelajari. Untuk
mempelajari konteks itulah diperlukan ilmu pragmatik, yakni ilmu yang membahas
konteks atau wacana berbahasa.
Melihat bagan di
atas, tampaknya, ilmu balaghah tidak masuk dalam kajian linguistik. Padahal
sebenarnya, ilmu balaghah yang terdiri dari ilmu ma’ani, ilmu bayan dan ilmu
badi’, telah ada dalam bagan linguistik di atas.
Ilmu Balaghah yang
membahas makna kalimat dan konteksnya (ilmu ma’ani), secara ontologis dan
epistemologis, ada kesamaan dengan ilmu pragmatik. Ilmu Ma’ani juga terkait
dengan semantik dan bahkan, ketika ilmu ma’ani membahas bentuk-bentuk kalimat
khabari dan insya’i, ia masih terkait juga dengan ilmu sintaksis (nahwu), ilmu
morfologi (sharaf) dan ilmu fonologi (aswaat).
Demikian pula,
ketika ilmu balaghah membahas tentang makna kata yang meliputi tasybih, majaz,
kinayah (ilmu bayaan), maka ilmu ini juga memiliki titik temu dengan ilmu
leksikologi dan ilmu mufradaat. Termasuk juga, ketika ilmu balaghah bagian
ketiga (ilmu badi’) yang membahas keindahan kata dan makna, maka ini juga juga
hampir sama kajiannya dengan ilmu semiotika atau ilmu usluub yang sejatinya
juga membahas gaya bahasa.
Dengan demikian,
bisa dikatakan, bila kita mempelajari ilmu balaghah secara paripurna meliputi
ketiga bidangnya (ma’ani, bayan, badi’), maka sebenarnya kita telah mempelajari
linguistik murni secara lintas kajian. Oleh sebab itu, Muhammad Al-Khuli
berusaha memposisikan balaghah dalam bagan di bawah ini
Meski demikian
luasnya kajian balaghah dan ia berada di mana-mana, kan tetapi, untuk mempelajari
balaghah di era kini, perlu juga dihubungkan dengan ilmu linguistik modern,
mengingat linguistik modern yang terus berkembang, terutama pada obyek
kajiannya yang sering dikaitkan dengan tindak tutur dan tindak berbahasa masa
kini.
Sedangkan balaghah
yang hanya mempelajari obyek kajiannnya terbatas pada ayat-ayat al-Qur'an,
hadis Nabi, puisi (syair) maupun prosa (natsr) ulama balaghah klasik, maka
kondisi semacam itu tidak akan banyak membantu penguasaan bahasa secara luas. Di
sisi lain, belajar balaghah yang terbatas pada kajian “tempo doeloe” juga akan
mempersempit balaghah itu sendiri dan membuatnya stagnan.
Kedua, Linguistik
Praktis, yaitu ilmu bahasa yang membahas semua unsur bahasa, lalu ilmu
linguistik murni itu dihubungkan atau digabung dengan ilmu lain.
Misalnya, gabungan
antara linguistik dan sosiologi melahirkan sosiolinguistik (ilm lughah ijtima’i);
gabungan ilmu tentang jiwa atau psikologi dengan ilmu bahasa melahirkan
psikolinguistik (ilm lughah nafsi); dan sebagainya.
Selain cabang di
atas, bagian lingustik terapan tidak hanya sosiolinguistik dan psikolinguistik,
tapi masih banyak yang lain, seperti: geolinguistik (ilm lughah jughrafi). Paedagogik-linguistik,
leksikografi, matematika-linguistik, dan seterusnya.
syukron ustadz, sangat membantu. :)
BalasHapusTop
BalasHapus