Pada suatu malam, Rasulullah saw bersama para sahabatnya sedang
duduk-duduk. Tiba-tiba, beliau saw bersabda, "Sesungguhnya kalian akan
melihat Allah seperti halnya kalian melihat bulan purnama yang tidak
terhalang dalam melihatnya. Jika kalian sanggup, maka janganlah menyerah
dalam melakukan salat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam
matahari" (HR Bukhari-Muslim).
Hadis ini merupakan kabar
gembira bagi kita sebagai umat Nabi dan makhluk Allah swt. Bahwa
sebenarnya, Allah itu bisa disaksikan, dilihat, lalu diimani dan
diyakini keberadaan-Nya dan segala kekuasaan-Nya.
Menurut
sebagian ulama, analogi "melihat bulan purnama" bukan berarti melihat
bulan. Apa yang kita lihat sebagai bulan di saat purnama, sebenarnya itu
bukanlah bulan, tapi hanya cahaya. Bulan yang sebenarnya, tidak atau
belum kita saksikan.
Namun, benarkah pendapat itu. Wallahu
A'lam. Sebab, bisa jadi analogi "melihat Allah laksana melihat bulan
purnama di malam hari" justru menunjukkan kemudahan bagi kita dalam
menyaksikan Allah sebagaimana kita menyaksikan bulan purnama. Begitu
terang, begitu utuh, begitu jelas dan mudah untuk disaksikan dan
dinikmati. Apalagi, dalam hadis tersebut tidak dijelaskan kapan kita
bisa menyaksikan Allah; apakah semasa masih hidup atau setelah mati?
Saat kita di dunia atau kelak di akhirat?
Artinya, sangat
boleh jadi dan bahkan sudah seharusnya, kita bisa menyaksikan Allah
sejak kita bersaksi "Tiada tuhan selain Allah". Bagaimana mungkin kita
bersaksi bahwa hanya Dialah Tuhan bila kita tidak atau belum melihat dan
menyaksikan-Nya dengan segala perangkat yang diberikan Allah kepada
kita, mulai dari akal pikiran, indera, insting, alam di sekitar kita dan
sebagainya.
Jelas, penciptaan kita dan alam semesta ini
merupakan tanda akan kekuasaan dan wujud Allah swt. Tentu saja,
pernyataan dan kesaksian seseorang dalam menyadari keberadaan Allah,
berbeda-beda. Ada yang cukup dengan disebutkan nama Allah, lalu hatinya
bergetar. Ada pula dengan mendengar ayat-ayat-Nya dibacakan, sebagaimana
Umar bin Khattab mendengar adiknya membaca al-Quran, hatinya telah
luluh dan memperoleh hidayah Allah. Ada pula yang sampai melihat
mukjizat Nabi, baru ia bersaksi akan keesaan Allah swt.
Selalu
merasakan kehadiran Allah dekat dengan kita dan menyaksikan-Nya dalam
setiap langkah kita, adalah bagian dari ihsan. Dan, ihsan itulah yang
seharusnya terus diperjuangkan seseorang sebagaimana ia memperjuangkan
dan mempertahankan islam dan imannya.
Selama ini, telah
banyak hijab yang menjadi tabir penghalang bagi kita untuk selalu bisa
menyaksikan Allah, melihat kekuasaan-Nya dan menyebut asma-Nya. Kita
telah sering diberi pelajaran bahwa Allah itu jauh ada di atas sana,
bahwa Allah itu tidak bisa dilihat karena gaib, bahwa Allah itu hanya
bertugas mengawasi amal kita dan kelak akan menyiksa kita bila kita
melanggar perintahnya.
Sesungguhnya pelajaran itu tidak
sepenuhnya salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Kita harus memberi
pelajaran yang bernuansa "hidayah" untuk menunjukkan Allah dan segala
kebesaran serta kemurahan-Nya. Sesungguhnya Allah dekat, Dia Maha Kasih
dan Sayang, Dia itu Pemurah. Jika kita mendekat kepadanya dengan cara
berjalan, Dia akan mendekati kita dengan berlari. Jika kita memohon
ampunan atau beristighfar, Dia segera menyambut istighfar kita.
Sebenarnya,
apa saja yang kita butuhkan telah dipenuhi-Nya, sebab Dia Maha Adil dan
tidak pernah sedikitpun mendzalimi hamba-Nya. Perasaan kita yang serba
kurang dan hidup yang kita rasakan sempit, hanya karena kita sering
melupakan-Nya. Bila kita melihat kemurahan-Nya, pemberian-Nya, keagungan
dan kebesaran-Nya, maka hati kita pun akan damai. Di saat kita merasa
terus bersama-Nya dan Dia pun kita rasakan dekat dan bahkan sering kita
saksikan, maka sesungguhnya inilah persaksian yang hakiki yang
didalamnya ada surga dan kenikmatan tiada tara.
Persaksian
itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang mengenal dirinya. Sebab,
siapa yang mengenal dirinya, sesungguhnya ia telah mengenal Tuhannya.
Yang terus mengenal dan rela bahwa Allah sebagai tuhannya, maka tidak
akan ada lagi hijab antara dirinya dengan Dia, Allah swt.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar