Jati Diri Manusia Ada tiga pertanyaan abadi, yakni dari mana ? mau
kemana ? dan untuk apa kehadiran manusia di pentas kehidupan.
Pertanyaan pertama dan kedua sudah terjawab; orang beragama menyatakan
bahwa manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada Nya, inna lillahi wa inna ilaihi raji`un.
Orang Atheis menyatakan bahwa manusia hadir secara alamiah dan nanti
akan hilang secara alamiah, tidak ada akhirat, tidak ada sorga ataupun
neraka. Pertanyaan ketigalah yang selalu mengelitik manusia sepanjang
sejarah.
Dalam keadaan tertentu orang sering
mempertanyakan makna kehadiran dirinya, sehingga muncullah
pertanyaan-pertanyaan; (a) untuk apa aku dilahirkan ? (b) untuk apa aku
capai-capai ngurusin beginian ? (c) untuk apa semua yang telah
kukerjakan ? (d) mengapa aku harus patuh ?, (e) untuk apa jujur jika
semua pada korupsi ? . Di sisi lain ada yang bertanya-tanya : (f)
kenapa ya kita selalu membela dia sampai hampir mati, padahal kita
nggak dikasih apa-apa ? (g) kenapa kita sedih ketika dia mati ? (h)
kenapa orang pergi haji suka menangis ? dan masih banyak lagi
pertanyaan orang. Kesemuanya itu sebenarnya berhubungan dengan apa yang
disebut makna hidup, (the meaning of life).
Manusia
memang bukan saja makhluk biologis, tetapi juga makhluk yang bisa
berfikir, merasa dan mengeti akan makna hidup. Terkadang atau
kebanyakan orang lebih menonjol kebiologisannya, sehingga meski ia
berpendidikan tetapi perilakunya tak lebih dari perilaku hewan. Ada
yang seperti kambing (tidak bisa mendengar nasehat), ada yang seperti
ular (licik), seperti ayam jago (free sex), seperti anjing (pendengki)
dan ada yang seperti lalat (baik-buruk di embat semua).
Adapun
orang yang mengerti akan makna hidup maka ia mengerti akan makna
pengorbanan, makna persahabatan, makna kesetiaan. Orang yang mengerti
akan makna hidup sanggup untuk menderita demi kebahagiaan orang lain,
sanggup menantang maut demi kehidupan orang lain, sanggup menderita di
dunia demi kebahagiaan di akhirat
Jati Diri Manusia Versi Al Qur'an
Al Qur'an menyebut jati diri manusia dengan berbagai sebutan, sesuai dengan kualitas perilakunya, yaitu, mu'min, muslim, muttaqin, fasiq, munafiq, kafir, zalim, mukhlis, sabir, halim, hanif, jahil,
1. Musilim, Mu'min dan Muttaqin
Seorang
muslim artinya orang yang telah berpasrah diri kepada Tuhan, tetapi
dalam rangking manusia berkualitas, seorang yang baru pada tingkat
muslim berada pada tingkatan terendah. Karakteristik seorang muslim
adalah seorang yang telah meyakini supremasi kebenaran, berusaha untuk
mengikuti jalan kebenaran itu, tetapi dalam praktek ia belum tangguh
karena ia masih suka melupakan hal-hal yang kecil. Sedangkan seorang
yang sudah mencapai kualitas mukmin adalah seorang muslim yang sudah
istiqamah atau konsisten dalam berpegang kepada nilai-nilai kebenaran,
sampai kepada hal-hal yang kecil.
Ciri orang mukmin
antara lain (1) hanya berbicara yang baik, (2) tidak menganggu orang
lain, (3) merasa sependeritaan dengan mukmin yang lain, dan sebagainya.
Sedangkan Muttaqin adalah orang mukmin yang telah menjiwai nilai-nilai
kebenaran dan allergi terhadap kebatilan.
2. Fasiq, Kafir dan Munafiq
Orang
Fasiq adalah orang yang mengetahui dan meyakini supremasi nilai
kebenaran, tetapi dalam kehidupan ia malas mengikutinya terutama jika
bertentangan dengan dorongan syahwat/kesenangannya. Adapun orang kafir
adalah kebalikan dari orang mukmin. Jika orang mukmin konsisten dalam
berpegang kepada kebenaran yang diimaninya dalam keadaan apapun, orang
kafir konsisten dalam hal tidak mempercayai kepada nilai-nilai
kebenaran. Secara terbuka ia menyatakan tidak percaya kerpada Tuhan,
kepada dosa dan kepada kebajikan.
Sedangkan orang
munafik, karakteristiknya dapat disebut sebagai orang yang bermuka dua,
berbeda antara kata dan perbuatan. Jika orang kafir secara terbuka
mengemukakan kekafirannya, orang munafik justeru menyembunyikan
kemunafikannya. Secara lahir ia perlihatkan perilaku seakan-akan ia
sama dengan orang mukmin yaitu mempercayai nilai-nilai kebenaran,
padahal yang sebenarnya ia tidak percaya dan berusaha melecehkan
kebenaran dibelakang penglihatan orang mukmin. Orang munafik tak
ubahnya musuh dalam selimut, sehari-hari ia bersama kita padahal ia
memusuhi kita, mencuri peluang untuk mencelakakan kita.
Tanda-tanda
orang munafik menurut hadis Nabi ada tiga, yaitu (1) jika berkata
dusta, (2) jika berjanji ingkar, (3) jika dipercaya khianat. Karena
kualitas itu bersifat psikologis, maka jarak antara satu kualitas
dengan kualitas yang lain tidaklah seterang warna hitam dan putih, oleh
karena itu seorang mukmin boleh jadi pada dirinya masih terdapat
karakter-karakter fasiq, nifaq atau bahkan kufur.
3. Mukhlis, Shabir dan Halim
Mukhlis,
artinya orang yang ikhlas. Seorang dengan kualitas mukhlis adalah
orang yang hatinya bersih dari keinginan memperoleh pujian. Semua
perbuatannya, perkataannya, pemberiannya, penolakannya, perkataannya,
diamnya, ibadahnya dan seterusnya, semata-mata dilakukan hanya untuk
Allah SWT. Oleh karena itu baginya pujian orang tidak membuatnya
berbangga hati, dan kekecewaan serta caci maki orang tidak membuatnya
surut.
Adapun shabir atau shabur, artinya adalah orang
yang sabar atau penyabar. Menurut Imam Gazali, sabar artinya tabah hati
tanpa mengeluh dalam menghadapi cobaan dan rintangan, dalam jangka
waktu tertentu, dalam rangka mencapai tujuan. Jadi orang yang bisa
sabar adalah orang yang selalu ingat kepada tujuan, karena kesabaran
itu diperlukan adalah justeru demi untuk mencapai tujuan. Orang yang
tidak sabar biasanya , karena lupa tujuan akhir, ia mudah terpedaya
untuk melayani gangguan-gangguan yang tidak prinsipil, sehingga apa
yang menjadi tujuan terlupakan dan segalanya menjadi berantakan.
Manusia
dengan kualitas penyabar adalah sosok manusia yang ulet, tak kenal
menyerah, tak kenal putus asa, dan tak kurang akal.. Al Qur'an
menghargai manusia unggul yang penyabar, setara dengan seratus orang
kafir (yang sombong, emosionil dan tak mempunyai nilai keruhanian)
(Q/al Anfal, 65). Dalam keadaan normal. Al Qur'an menghargai pribadi
penyabar setara dengan dua orang biasa (Q/8: 66).
Sedangkan
manusia dengan kualitas halim, Al Qur'an memberi contoh sosok nabi
Ibrahim. Dia adalah pribadi yang awwahun halim (QS. at-Taubah: 114).
Nabi Ibrahim sebagai sosok model seorang yang berkualitas halim, memang
sangat tepat, karena pada dirinya terkumpul sifat-sifat kecerdasan,
kelembutan hati, belas kasih, dan perasaan mengkhawatirkan keadaan
orang lain.
Ibrahim tidak memiliki perasaan marah dan
benci termasuk kepada orang yang memusuhinya. Ketika Nabi Ibrahim lapor
kepada Tuhan tentang kaumnya yang patuh dan yang durhaka, Nabi Ibrahim
memohon kepada Tuhan agar mengampunni dan menyayangi kaumnya yang
durhaka (faman tabi`ani fa innahu minni, waman `asoni fa innaka ghofu
run rohiem (QS.14:36).
4. Zalim dan Jahil
Zalim
(sewenang-wenang) dan jahil (bodoh) keduanya merupakan penyakit yang
dalam bahasa Arab disebut maradl. Jika adil mengandung arti menempatkan
sesuatu pada tempatnya (proporsionil), maka perbuatan zalim artinya
menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Orang zalim melakukan sesuatu
tidak pada tempatnya secara sadar, disebut juga sewenang-wenang,
sedangkan orang jahil suka melakukan hal yang sama tetapi tanpa
keasadarannya karena kebodohannya. Orang pandai terkadang melakukan
perbuatan zalim , yang bisa juga disebut sebagai perbuatan bodoh. Orang
bodoh yang baik hati itu lebih baik daripada orang pandai yang zalim.
Kezaliman orang bodoh biasanya hanya sedikit dampaknya, tetapi
kezaliman orang pandai bisa berdampak sangat luas.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar