8 November 2011

Pengalaman Tersesat Di Mina 1

 


Pada haji tahun 1994, saya masih ingat hingga sekarang, bahwa saya pernah tersesat jalan pulang menuju ke perkemahan Indonesia.

Ketika kami serombongan telah tiba di Mina, kami beristirahat sebentar, lalu dengan sekitar 30 orang, kami berangkat menuju jamaraat untuk melempar Aqobah dan cukur (tahallul awal). Saat itu, saya yang termuda, masih berusia 17 tahun.

Sebelum tiba di Jamaraat, kami berjanji akan saling bertemu dan berkumpuk di sebuah tiang agar nanti bisa pulang bersama supaya tidak tersesat. Mengingat kondisi Jamaraat yang sesak dan berdesakan, maka sangat memungkinkan semua rombongan akan terpisah. Karena itu, jika terpisah, maka harus kembali ke tiang tadi supaya tidak bingung dalam perjalanan pulang ke tenda.

Nah, setelah melontar jumrah Aqobah dan cukur, ternyata yang tiba di tiang tadi cuma saya dan 3 orang jamaah. Kami berempat agak lama menunggu teman-teman kami berkumpul di sana. Karena kesabaran kami mulai habis, lantas dengan penuh percaya diri (baca: sombong), saya mengajak ketiga rekan tadi untuk pulang lebih dulu.

"Ya sudah, kita tinggalkan saja yang lain, toh sampeyan bisa bahasa Arab. Ngak mungkin kita tersesat meski kita semua baru kali ini naik haji", kata seorang teman kepada saya yang membuat kami membulatkan tekad untuk pulang lebih awal, meninggalkan teman-teman kami.

Kami pun akhirnya berjalan terus dan terus hingga kami sadar bahwa perjalanan kami sudah melebihi batas. "Seharusnya, kita sudah sampai di terowongan", kata teman saya. "Iya, ayo kita tanya orang Arab!", usul teman kami yang lain.

Saya bertanya kepada seorang Arab berbaju petugas haji. Si Arab itu menunjukkan jarinya, tanda kami supaya terus berjalan lurus. Kami pun mengikuti petunjuknya. Namun, jarak yang kami tempuh terasa kian jauh dan melelahkan.

Akhirnya, dalam hati kecil, saya pun tersadar bahwa kami telah tersesat. Langsung saja saya beristighfar kepada Allah atas kesombongan saya dan rekan-rekan saya. Saya memohon ampun karena telah meninggalkan teman-teman kami di Jamaraat.

Sesaat setelah saya beristighfar, seakan ada yang mendongakkan kepala, mata saya langsung tertuju pada sederetan bendera merah putih yang itu menunjuk pada terowongan Mina yang kami cari-cari.

"Itu dia terowongannya", kata saya kepada rekan-rekan yang membuat wajah mereka gembira setelah sebelumnya saling menggerutu, bahkan ada yang menyalahkan saya sambil marah-marah.

Apa yang terjadi kemudian? Ketika saya tiba di perkemahan, kami melihat semua teman-teman kami telah tiba di sana. Mereka sudah tidur-tiduran, santai dan bertanya kepada kami, "Loh, kalian main kemana saja? Kami cari-cari kok tidak ketemu. Maaf ya, kalian kami tinggal", kata ketua rombongan kepada kami berempat.

Saya hanya tersenyum, tapi dalam hati, saya benar-benar beristighfar kepada Allah. Dia Yang Maha Kuasa telah menunjukkan kekuasaan-Nya bagi siapapun yang meminjam sifat sombong-Nya.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar