Kabarnya, Pemerintah akan menaikkan cukai rokok sebesar 16 persen
pada 2012 untuk menggenjot penerimaan negara. Selain penerimaan, alasan
kenaikan tersebut juga sudah mengakomodasi semua pihak baik industri
rokok itu sendiri maupun konsumen, terutama masalah kesehatan
masyarakat.
Dari tahun ke tahun, harga rokok terus naik
dan salah satu pemicunya adalah akibat naiknya cukai rokok. Tapi,
benarkah dengan dinaikkannya harga rokok lalu masyarakat perokok menjadi
berhenti? Tidak!! Bagi perokok yang tidak mampu membeli rokok
kesayangannya, akan berpindah madzhab ke rokok yang lebih murah, yang
kualitasnya pas-pasan sesuai kemampuan kantong mereka.
Memang,
seperti buah simalakama. Di satu sisi, pemerintah tetap butuh pemasukan
dari industri rokok, tapi di sisi lain, pemerintah malah menghimbau
untuk menjauhi rokok demi kesehatan. Malahan, ada yang pula yang
beralasan bahwa kenaikan harga rokok akan mengurangi angka kemiskinan
dengan alasan bahwa masyarakat miskin yang tidak mampu membeli rokok,
mereka akan mengurangi konsumsinya dari 10 batang, misalnya, menjadi 9-8
batang. Semakin ia mengurangi intensitas merokok, semakian kuat
tenaganya untuk bekerja dan berproduktif.
Sungguh alasan
yang tidak masuk akal. Sebab, berhenti merokok tidak semudah itu.
Pemerintah harus mengerti psikologi perokok. Bagi perokok, jika tidak
bisa menghisap rokok idolanya, ia bisa beralih ke rokok lain. Atau, yang
paling ekstrim, terpaksa membeli tembakau sendiri dan "ngelinting"
sendiri. Asal bisa dihisap dan puas, perokok sudah senang.
Akibat
dari naiknya cukai rokok, selain menguntung pabrik-pabrik besar yang
produk mereka telah menjadi "makanan wajib" para perokok, di saat
bersamaan, perusahaan kecil yang memproduksi rokok bisa mati karena
kebijakan ini. Akhirnya, jangan salahkan bila muncul perusahaan rokok
kelas menengah ke bawah yang memproduksi rokok dengan kualitas rendah
yang itu justru membahayakan kesehatan masyarakat, terutama di kelas
menengah ke bawah.
Pemerintah juga beralasan bahwa
kenaikan harga rokok ini untuk mencegah peredaran cukai dan rokok ilegal
sekaligus meningkatkan penerimaan negara. Benar-benar alasan yang
tampaknya masuk akal, tapi sebenarnya tidak cerdas!!!
Bukankah
dengan naiknya cukai rokok, pemerintah sendiri yang akan kerepotan
mengawasi peredaran cukai dan rokok ilegal? Selain itu, jelas
pabrik-pabrik kecil akan berproduksi secara sembunyi-sembunyi untuk
kelangsungan hidup mereka. Dengan kata lain, pemerintah hanya memihak
perusahaan besar, pemilik modal besar yang sanggup memberi "pemasukan
besar" kepada negara dengan cara "membunuh" perusahaan kecil dan
mendorong masyarakat perokok beralih dari rokok kualitas baik ke rokok
kualitas rendah.
Dikabarkan, Pemerintah pada 2012
menargetkan penerimaan cukai sebesar 72,44 triliun rupiah atau naik 6,4
persen dibandingkan target APBN-Perubahan 2011. Untuk cukai rokok,
pemerintah menargetkan penerimaan sebesar 69,04 triliun rupiah,
sedangkan cukai minuman keras 3,4 triliun rupiah. Sedangkan untuk
produksi rokok, mereka memperkirakan tahun depan mencapai 268,4 miliar
batang per tahun.
Adanya target-target di atas, sekali
lagi, jelas bertolak belakang atau bertentangan dengan target pemerintah
sendiri. Sebenarnya, pemerintah ini tujuannya apa? Menargetkan
pemasukan negara dengan terus-terusan menaikkan harga cukai rokok, atau
menguntungkan perusahaan besar dan membunuh perusahaan kecil, atau
menekan angka perokok, atau apa?
Jika pemerintah hanya
fokus pada kesehatan dan hendak menghilangkan budaya rokok, satu-satunya
kebijakan adalah menutup pabrik rokok dan melarang rokok beredar di
Indonesia. Tapi, apa pemerintah punya nyali? Jelas tidak. Sebab, perlu
diketahui, rokok adalah budaya nusantara. Sebelum pemerintah RI ini ada,
rokok sudah ada bahkan sejak zaman Majapahit.
Jika
pemerintah pro-rakyat miskin, pro-perusahaan lokal dan hendak
menggerakkan sektor UKM di kelas bawah dan hendak membuka lapangan kerja
selebar-lebarnya, maka JANGAN NAIKKAN HARGA ROKOK!!! Saya berani
bertaruh, naiknya harga rokok tidak akan menyebabkan seorang perokok
berhenti. Percayalah pemerintah!! Perokok hanya akan berhenti, ketika
mendapat hidayah atau terpaksa berhenti karena sakit. Itu saja. Tidak
karena cukai atau harga rokok naik.
Kenaikan cukai rokok,
justru akan menyengsarakan masyarakat yang telah menjadikan rokok
sebagai "makanan pokok" bagaikan sembako. Jika setiap tahun baru datang,
kenaikan pajak dan harga-harga naik, mulai harga rokok, BBM, sembako,
tol, dll, maka pemerintah ini sama dengan gagal, karena hanya
berorientasi pada bisnis atau pendapatan, tapi tidak melihat aspek
kesejahteraan dan psikologi rakyatnya.
Subhanallah, hebat ustad, BERTARUH dengan pemerintah.
BalasHapusana dukung ustad !!!!
trims, semoga pemerintah tidak terus menaikkan harga rokok demi mengejar target pendapatan.
BalasHapusIni yg nulis ustad? Merokok gak Ustad? Cukai rokok itu untuk mengganti pembiayaan kesehatan akibat rokok. Selama ini cukainya tll murah, gak sebanding dengan kerugian di bid kesehatan yg tll besar. Biaya rumah sakit, akibat kanker paru2, Penyakit Paru obstruktif, belum lagi korban para perokok pasif.
BalasHapus@ ANONIM atas : MATAMU NJING , SITU KALO SAKIT ENAK EMAK LU BISA BIAYAIN SENDIRI ORANG EMAK LU AJA LONTE BISA JUAL MEMEK KE ORANG LAIN
BalasHapussepertinya anda ( penulis ) merupakan perokok berat ya????
BalasHapus