Setiap tiba bulan Rabiul Awal, umat Islam di seluruh dunia
menyambutnya dengan suka cita. Sebab, di bulan ketiga tahun hijriyah
itu, lahir Nabi Muhammad saw, tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun
Gajah.
Rasa suka cita yang begitu besar memang
diperintahkan Allah swt dalam al-Qur'an surah Yunus ayat 58, "Katakan
(Muhammad), terhadap keutamaan dan rahmat dari Allah, bergembiralah
kalian!".
قل بفضل الله وبرحمته فبذلك فليفرحوا
Sementara
itu, rahmat terbesar bagi umat adalah Rasulullah saw, sebab beliau
diutus sebagai "rahmat" bagi seluruh alam (QS Al-Anbiya': 107).
وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين
Oleh
karena itu, memperingati maulid Nabi Muhammad saw adalah melaksanakan
perintah Allah untuk mensyukuri rahmat-Nya sebagai ungkapan rasa gembira
dan suka cita yang itu bisa diekspresikan dengan berbagai hal yang
positif seperti: membaca shalawat, puasa, sedekah, infaq, melantunkan
ayat suci al-Quran, berdzikir, dan sebagainya.
Dengan
demikian, perayaan maulid Nabi Muhammad saw yang telah menjadi tradisi
masyarakat muslim di berbagai belahan dunia, perlu untuk dilestarikan,
dipertahankan dan terus disosialisasikan. Bahkan, sesungguhnya dalam
memperingati maulid Nabi tidak cukup hanya sekali dalam setahun di
setiap bulan Rabiul Awal. Bila perlu dan mampu, memperingatinya adalah
sepanjang waktu.
Tuduhan-tuduhan miring yang dialamatkan
kepada perayaan maulid tersebut, justru tidak berdasar. Cap "bid'ah"
yang sering disematkan pada perayaan maulid adalah bukti ketidak tahuan
atau ketidak mau tahuan dari pihak-pihak yang anti-maulid terhadap
rahmat Allah yang begitu besar, yakni Nabi Muhammad saw.
Bila
dirujuk ke era Rasulullah saw, mungkin saja penjelasan tentang ada
tidaknya acara-acara peringatan maulid seperti yang ada sekarang ini,
sulit ditemukan. Akan tetapi, pada hakikatnya, bila dicermati lebih
mendalam, benih peringatan maulid Nabi itu telah ditanam sendiri oleh
Baginda Rasulullah saw. Terbukti dalam hadis riwayat Abu Qatadah
al-Anshari yang menjelaskan bahwa ketika Rasulullah saw ditanya tentang
puasa hari senin, beliau saw menjawab, "Pada hari itulah aku dilahirkan
dan wahyu diturunkan kepadaku" (Shahih Muslim, 1977)
عن
أبي قتادة الأنصاري رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سُئِلَ
عن صوم الإثنين، فقال : فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ.
Hadis
ini menunjukkan betapa Rasulullah saw begitu memuliakan hari
kelahirannya. Beliau saw mensyukuri maulidnya kepada Allah dan tanda
syukur itu beliau ungkapkan dengan bentuk puasa. Memang, sejak dulu
puasa dijadikan simbol rasa syukur kepada Allah sebagaimana orang-orang
Yahudi di zaman Nabi, mereka kerapkali berpuasa di hari Asyura sebagai
tanda syukur atas keselamatan Nabi Musa dari kejaran Fir'aun. Karena
alasan itu, lantas Nabi Muhammad pun menganjurkan kita, umatnya, untuk
berpuasa di hari Asyura.
Deskripsi di atas menyiratkan
bahwa merayakan kelahiran (maulid) Nabi Muhammad saw termasuk sesuatu
yang diperbolehkan, bahkan sangat dianjurkan. Terlebih lagi, momen
peringatan maulid Nabi dapat dijadikan kesempatan emas bagi umat untuk
mengingat kembali perjalanan hidup (sirah) Nabi, akhlaqnya,
perjuangannya, ibadahnya, dan sebagainya. Karena sesungguhnya, di dalam
diri Rasulullah saw terdapat "uswah hasanah" atau teladan baik bagi
orang yang beriman.
Tapi, bagi pihak-pihak yang tidak
percaya, tidak mau atau malah menilai "bid'ah" terhadap perayaan maulid,
itu adalah hak mereka. Karena itu, bagi umat Islam yang memperingati
maulid Nabi, tidak perlu khawatir lagi dengan cap bid'ah atau tuduhan
miring apa saja. Sebab, tradisi-tradisi peringatan maulid yang berlaku
di Indonesia selama ini, telah berada di jalan yang benar dan perlu
untuk diteruskan, diwariskan dan dipertahankan untuk selama-lamanya.
Jika
mereka yang anti maulid tetap ngotot menyebut Anda yang memperingati
maulid Nabi Muhammad sebagai pembuat bid'ah, maka jangan ragu-ragu lagi,
dengan ini katakanlah, "Ya, akulah ahli bid'ah itu. Terus, mau lu
apa?".
Takbir !!
BalasHapusAllahu Akbar :)
seharusnya di kaji lebih mendetail ... maulid byk membawa manfaat apa mudharat...
BalasHapusdipersilahkan untuk mengkajinya dengan riset lapangan, studi pustaka baik scr kuantitatif maupun kualitatif. terima kasih telah berkunjung
BalasHapuspesta syafaat
BalasHapusTolong dikaji link ini:
BalasHapushttp://syiahali.wordpress.com/2012/10/08/gus-dur-nu-itu-syiah-minus-imamah-syiah-itu-nu-plus-imamah/