7 Februari 2012

Dana Bantuan Guru Ngaji

 


Jika saat ini, kita bisa melantunkan surah al-Fatihah yang wajib dibaca setiap shalat dan juga di berbagai kesempatan, maka kemampuan kita melafalkan setiap hurufnya adalah buah karya dari dari kerja keras para guru ngaji di masa kecil.

Puji dan syukur kepada Allah atas eksistensi guru-guru ngaji di tengah perkampungan yang dengan begitu sabar dan istiqomah berjuang membisakan anak-anak didiknya untuk bisa mengenal dan membaca kalam ilahi. Meski dengan fasilitas seadanya dan keadaan ekonomi yang pas-pasan, guru ngaji takkan pernah menyerah.

Mengingat jasa-jasa mereka yang begitu besar, sungguh memilukan bila nasib mereka sering diabaikan. Yang banyak terjadi, orang tua kerap tidak mau tahu dengan masalah ini. Padahal, kewajiban mengajari baca-tulis al-Quran adalah kewajiban asasi orang tua terhadap anak-anaknya.

Dalam 1-2 tahun ini, beberapa teman saya yang juga guru ngaji, telah memperoleh dana insentif dari pemerintah kota Malang. Besarannya juga tidak seberapa, hanya sekitar 200-300 ribu. Itupun setiap 6 bulan sekali, ada yang setahun sekali. Ketika beberapa rekan guru menceritakan bantuan itu, tampak di wajahnya raut kegembiraan. Seakan, tidak henti-hentinya bersyukur atas perolehan dana yang sebenarnya tidak cukup untuk menopang hidup mereka.

Dana segar itu bak hujan sehari di tengah musim kemarau. Begitu menyenangkan dan ditunggu-tunggu. Apalagi, bagi guru ngaji yang gratisan alias tanpa "SPP Bulanan", dana insentif dari pemerintah itu dirasakan sangat penting. Hebatnya lagi, beberapa guru ngaji itu ada yang tidak menggunakan dana tersebut untuk keperluan diri mereka sendiri, tapi justru digunakan demi kepentingan anak didiknya.

Ada yang mengaku, dana itu untuk membeli bangku, papan tulis, buku dan media ajar yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan. Apa cukup? Jelas, sangat jauh dari harapan. Namun, sekali lagi, para guru itu sudah bersyukur bisa menyuguhkan sesuatu yang lebih baik berkat dana yang tidak seberapa itu.

Melihat nasib mereka yang pas-pasan, apalagi kebanyakan masih bekerja serabutan dan tidak memiliki penghasilan tetap, maka sungguh fenomena ini amat memprihatinkan. Terlebih lagi, jika di saat bersamaan kita melihat angka-angka uang yang dikorupsi para pejabat negara hingga mencapai milyaran rupiah, maka dana insentif untuk guru ngaji ini bagaikan setetes saja dari lautan dana proyek negara yang dikorup secara berjamaah.

Memang, dana insentif itu teramat kecil meski ditambah SPP bulanan, namun bagi guru ngaji yang terpenting adalah keberkahan. Ada pula seorang guru ngaji yang dengan tegas menyatakan tidak mau sama sekali terhadap bantuan pemerintah. Alasannya cukup sederhana. Ia berkeyakinan jangan sampai masa depan anak didiknya suram dan tidak berkah hanya gara-gara kecampuran dana-dana yang tidak jelas halal-haramnya. Mengagumkan!

Tulisan ini adalah sebuah refleksi untuk mengajak semua pihak membuka mata hatinya dengan cara melihat sebuah komunitas yang nasibnya jarang diperhatikan. Mereka adalah komunitas guru ngaji di perkampungan.

Saat ini, nasib guru di sekolah negeri dan swasta sudah lebih baik karena adanya tambahan subsidi dan dana insentif bernama "sertifikasi profesi". Begitu juga dengan nasib para buruh yang setiap tahun selalu berdemonstrasi agar gajinya terus naik. Sementara itu, para guru ngaji hanya diam atau didiamkan.

Karena itu, tulisan ini ingin mendeskripsikan betapa nasib guru ngaji juga perlu diperhatikan. Bila orang tua atau pemerintah masih berkeberatan peduli terhadap nasib mereka, maka paling tidak, tulisan ini menjadi rem bagi para pejabat yang hoby korupsi dan senang berpesta dengan uang negara, bahwa sebenarnya di dalam uang yang dikorup itu ada hak-hak untuk para pejuang pendidikan al-Quran. Merekalah para guru ngaji atau guru agama yang tersebar di setiap perkampungan.

Para guru ngaji itu, sejatinya adalah guru pertama yang akan dikenang karena jasa-jasanya. Saya yakin, pahala mereka di sisi Allah telah berlipat ganda sebab setiap anak didiknya yang mampu membaca al-Quran di sepanjang hayatnya adalah buah karya para guru ngaji itu sehingga pahalanya terus mengalir.

Akan tetapi, dalam perspektif sosial, mengenang dan mendoakan saja serasa belum cukup. Lebih dari itu, harus ada perhatian, kepedulian dan bantuan finansial terhadap mereka di tengah pesta dana dan hutang negara yang kian menumpuk demi nafsu bejat para pejabat.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar