Dalam al-Quran, satu-satunya perempuan yang diceritakan sebagai hamba
Allah yang terus-menerus beribadah sambil mengabdi di tempat ibadah
adalah Siti Maryam. Ibunda Nabi Isa itu, sejak muda hidupnya telah
diwaqafkan untuk mengabdi di tempat ibadah. Sehari-hari, beliau berdiam
diri di mihrab hingga keajaiban demi keajaiban datang bertubi-tubi.
Salah
satu keajaiban yang diabadikan dalam al-Quran adalah bagaimana Siti
Maryam yang dalam bahasa Ibrani dikenal Maria itu, setiap hari mendapati
makanan telah tersedia di mihrab, tempat ia beri'tikaf. Tanpa harus
belanja ke pasar atau memasak, tiba-tiba rizeki itu telah ada dengan
sendirinya atas izin Allah swt.
Melihat keajaiban ini,
ayahnya tampak heran dan bertanya-tanya, darimana gerangan makanan itu?
Siti Maryam cuma bisa menjawab, "Ini rizeki dari Allah".
Mengagumkan!
Inilah bukti bahwa seseorang yang telah mewaqafkan dirinya demi tempat
ibadah, pasti Allah sebagai pemilik rumah, tidak akan tinggal diam. Dia
Yang Maha Kuasa jelas akan menjamu dan memuliakan orang tersebut.
Selain
itu, yang lebih mengagumkan lagi, ternyata sosok mulia itu yang namanya
begitu diharumkan al-Quran (baca: Siti Maryam) adalah seorang
perempuan. Bukankah sangat amat langka ada perempuan menjadi aktivis
masjid yang dengan sepenuh hati mengabdikan diri untuk rumah Allah?
Apalagi, tirakat ini telah dijalani Siti Maryam sejak muda beliau.
Tak
heran bila kemudian, dari rahim perempuan mulia seperti ini, lahir bayi
yang mulia juga, yakni seorang nabi. Dialah Isa bin Maryam. Artinya
bahwa, peran seorang perempuan sangat vital dalam membentuk generasi
penerus yang handal dan berkualitas.
Pelajaran yang bisa
dipetik dari kisah di atas adalah pentingnya sosok perempuan yang
hatinya selalu terikat dengan masjid yang merupakan rumah Allah. Dalam
konteks kekinian, tidak harus ada perempuan-perempuan yang menjadi biara
di masjid dan sehari-hari menetap di mihrabnya. Namun, paling tidak,
sebuah masjid perlu dukungan maksimal dari ibu-ibu, para perempuan dan
pemudi yang ikhlas berkarya dan mengabdi demi memakmurkan masjid Allah.
Inilah
yang sepatutnya menjadi bahan renungan. Mengingat, masjid-masjid yang
ada di sekitar kita, sudah mulai jarang dipenuhi kaum perempuan kecuali
hanya saat shalat tarawih dan hari raya. Sementara itu, pada saat shalat
fardlu sehari-hari, atau ketika pengajian digelar di masjid, peminatnya
dari kaum perempuan sangat minim. Jika pun ada, kebanyakan adalah
perempuan yang sudah tua atau janda-janda saja.
Perempuan
yang disebut aktivis saat ini hanya dilihat dari peran dan keberaniannya
saat turun jalan, berdemontrasi, memperjuangkan dan meminta hak-haknya,
mensetarakan gendernya saja melalui orasi, diskusi atau seminar.
Perempuan aktivis yang dinilai aktif adalah yang berkarier, punya
pekerjaan dan penghasilan sendiri, dan sebagainya.
Mereka
itu baik dan tidak salah. Hanya saja, keberadaan ibu-ibu atau perempuan
yang istiqamah shalat berjamaah di masjid, hati dan pikirannya selalu
terikat dengan rumah Allah, peran mereka inilah yang jarang diapresiasi.
Padahal, para ibu-ibu itu tengah berjuang keras menampilkan teladan
yang baik bagi anak-anak dan keluarganya.
Sayangnya, peran
perempuan dan ibu-ibu yang terikat hatinya dengan masjid, kini sudah
jarang ada. Terutama, ibu muda dan kaum remajanya sudah jarang ke
masjid. Sungguh, ini memprihatinkan!
Melalui tulisan ini,
mari masjid Allah dijadikan sebagai pusat peradaban, dan mendesain
sebuah peradaban yang mulia dan maju, dibutuhkan peran ibu-ibu dan kaum
perempuan. Mengingat, di bawah telapak kaki mereka lah, surga yang
indah. Nirwana ini, sesungguhnya bisa juga diwujudkan di dunia melalui
rumah Allah, masjid.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar