25 Mei 2012

Seni Religi el-Jannah

 


Dalam upaya menjadikan masjid sebagai pusat peradaban, maka aspek kesenian juga perlu dihidupkan dari masjid untuk umat. Sebab, seni adalah bahasa universal bagi manusia. Siapapun yang memiliki naluri kemanusiaan dan insting keindahan, pasti menyukai seni sebagai luapan ekspresi.

Dalam hadis Nabi, secara tegas dijelaskan, "Allah itu jamiil (indah), Dia mencintai al-jamaal (keindahan)". Ini artinya bahwa keindahan, naluri seni merupakan bagian dari fitrah manusia. Dengan kata lain, pada dasarnya, manusia itu suci dan menyukai yang indah-indah.

Oleh karenanya, ilmu seni berusaha mengoptimalkan aspek naluri keindahan yang ada di dalam diri manusia hingga sisi-sisi humanisnya berangsur sempurna menjadi manusia seutuhnya. Dalam bahasa agama, dinamakan "Insan Kamil".

Dalam perspektif Islam, tentunya, seni di sini jelas harus bernuansa religius. Mengingat, Islam amat mencintai keindahan namun tetap dalam batas-batas yang tidak berlawanan dengan aturan agama. Seni yang suci, tidak melanggar aturan syariat, bebas berekspresi tapi tidak bebas sebebas-bebasnya hingga bebas nilai.

Seni religius yang humanistik adalah seni yang mengepresikan segala potensi kemanusiaan hingga muncul aspek-aspek keindahan yang sifatnya fitrah yang pada akhirnya menjadikannya sosok sempurna.

Dalam hubungan dengan masjid, maka sebagai pusat kegiatan keagamaan, posisi masjid perlu dioptimalkan dengan cara menghidupkan kembali even-even kesenian yang bernuansa Islami. Selama ini, gambaran itu cukup menggembirakan karena di beberapa masjid, masih istiqamah digelar baca diba', latihan rebana, olah vokal, dan sebagainya.

Kegiatan semacam itu, perlu terus diperbanyak frekuensinya dan ditingkatkan kualitasnya. Pemberdayaan generasi muda masjid juga tidak boleh dikesampingkan. Mengingat, kegiatan kesenian ini sangat erat hubungannya dengan peran pemuda atau remaja masjid.

Perkumpulan terbang jidor, al-Banjanzi, maulid al-diba'i, seni qira'ah, qasidah, dan sebagainya itu merupakan wadah pemersatu semua komponen atau jamaah. Bila semua perkumpulan ini bisa bersatu padu dalam satu atap (baca: masjid), maka kekuatan seni itu makin memiliki daya dorong yang kuat untuk memotivasi jamaah dan meningkatkan SDM mereka.

Selain seni suara dan tabuh rebana, tentu saja masih banyak varian seni lainnya yang perlu juga dikembangkan. Misalnya, seni rupa yang dalam nuansa religi, bisa dikolaborasikan dengan seni kaligrafi atau bahkan diperkuat dengan penguasaan software komputer yang saat ini sangat membantu wajah seni rupa.

Selain seni suara dan seni rupa, yang tak kalah pentingnya juga adalah seni peran atau drama. Bila seni ini tidak digarap oleh umat Islam, bisa-bisa, kita akan selalu tertinggal. Sehingga, jangan salahkan media bila kita melihat generasi muda kita dibanjiri film, sinetron atau drama yang kurang mendidik dan sama sekali jauh dari aspek religi.

Oleh karenanya, melalui masjid, bakat-bakat seni itu bisa sejak dini diketahui dan dikembangkan. Jika peran ini telah dimiliki masjid sebagai pusat kegiatan keberagamaan, maka ke depan, masjid juga akan berperan sebagai pusat peradaban dan pengembangan aspek keagamaan dan keberagaman.

Menyongsong lahirnya Masjid Muritsul Jannah Kotalama Malang yang akan direnovasi pasca lebaran nanti, maka unit atau seksi pendidikan dan kesenian perlu sejak dini merencanakan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan aspek seni di atas.

Melalui unit kesenian el-Jannah, nanti akan terlahir kembali grup seni al-Banjari, maulid al-dibai dan al-habsyi, seni kaligrafi dan desain, seni masrahiyah (drama), khitabah, puisi, qiraah dan sari tilawah, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar