Dalam upaya menjadikan masjid sebagai pusat peradaban, maka aspek 
kesenian juga perlu dihidupkan dari masjid untuk umat. Sebab, seni 
adalah bahasa universal bagi manusia. Siapapun yang memiliki naluri 
kemanusiaan dan insting keindahan, pasti menyukai seni sebagai luapan 
ekspresi.
Dalam hadis Nabi, secara tegas dijelaskan, 
"Allah itu jamiil (indah), Dia mencintai al-jamaal (keindahan)". Ini 
artinya bahwa keindahan, naluri seni merupakan bagian dari fitrah 
manusia. Dengan kata lain, pada dasarnya, manusia itu suci dan menyukai 
yang indah-indah.
Oleh karenanya, ilmu seni berusaha 
mengoptimalkan aspek naluri keindahan yang ada di dalam diri manusia 
hingga sisi-sisi humanisnya berangsur sempurna menjadi manusia 
seutuhnya. Dalam bahasa agama, dinamakan "Insan Kamil".
Dalam
 perspektif Islam, tentunya, seni di sini jelas harus bernuansa 
religius. Mengingat, Islam amat mencintai keindahan namun tetap dalam 
batas-batas yang tidak berlawanan dengan aturan agama. Seni yang suci, 
tidak melanggar aturan syariat, bebas berekspresi tapi tidak bebas 
sebebas-bebasnya hingga bebas nilai.
Seni religius yang 
humanistik adalah seni yang mengepresikan segala potensi kemanusiaan 
hingga muncul aspek-aspek keindahan yang sifatnya fitrah yang pada 
akhirnya menjadikannya sosok sempurna.
Dalam hubungan 
dengan masjid, maka sebagai pusat kegiatan keagamaan, posisi masjid 
perlu dioptimalkan dengan cara menghidupkan kembali even-even kesenian 
yang bernuansa Islami. Selama ini, gambaran itu cukup menggembirakan 
karena di beberapa masjid, masih istiqamah digelar baca diba', latihan 
rebana, olah vokal, dan sebagainya.
Kegiatan semacam itu, 
perlu terus diperbanyak frekuensinya dan ditingkatkan kualitasnya. 
Pemberdayaan generasi muda masjid juga tidak boleh dikesampingkan. 
Mengingat, kegiatan kesenian ini sangat erat hubungannya dengan peran 
pemuda atau remaja masjid.
Perkumpulan terbang jidor, 
al-Banjanzi, maulid al-diba'i, seni qira'ah, qasidah, dan sebagainya itu
 merupakan wadah pemersatu semua komponen atau jamaah. Bila semua 
perkumpulan ini bisa bersatu padu dalam satu atap (baca: masjid), maka 
kekuatan seni itu makin memiliki daya dorong yang kuat untuk memotivasi 
jamaah dan meningkatkan SDM mereka.
Selain seni suara dan 
tabuh rebana, tentu saja masih banyak varian seni lainnya yang perlu 
juga dikembangkan. Misalnya, seni rupa yang dalam nuansa religi, bisa 
dikolaborasikan dengan seni kaligrafi atau bahkan diperkuat dengan 
penguasaan software komputer yang saat ini sangat membantu wajah seni 
rupa.
Selain seni suara dan seni rupa, yang tak kalah 
pentingnya juga adalah seni peran atau drama. Bila seni ini tidak 
digarap oleh umat Islam, bisa-bisa, kita akan selalu tertinggal. 
Sehingga, jangan salahkan media bila kita melihat generasi muda kita 
dibanjiri film, sinetron atau drama yang kurang mendidik dan sama sekali
 jauh dari aspek religi.
Oleh karenanya, melalui masjid, 
bakat-bakat seni itu bisa sejak dini diketahui dan dikembangkan. Jika 
peran ini telah dimiliki masjid sebagai pusat kegiatan keberagamaan, 
maka ke depan, masjid juga akan berperan sebagai pusat peradaban dan 
pengembangan aspek keagamaan dan keberagaman.
Menyongsong 
lahirnya Masjid Muritsul Jannah Kotalama Malang yang akan direnovasi 
pasca lebaran nanti, maka unit atau seksi pendidikan dan kesenian perlu 
sejak dini merencanakan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan 
aspek seni di atas.
Melalui unit kesenian el-Jannah, nanti
 akan terlahir kembali grup seni al-Banjari, maulid al-dibai dan 
al-habsyi, seni kaligrafi dan desain, seni masrahiyah (drama), khitabah,
 puisi, qiraah dan sari tilawah, dan sebagainya.





Tidak ada komentar:
Tulis komentar