Meski Masjid Muritsul Jannah Kotalama Malang berada di tengah
perumahan padat penduduk, tepatnya di dalam kampung blok muris, namun,
jika melihat data sejarah tentang para ulama yang pernah singgah di
sana, bisa dikatakan masjid ini memiliki poin lebih.
Pasalnya,
tidak sedikit para ulama dan kiai pernah turut andil membina dan
memberi pencerahan di masjid yang tahun 2012 ini akan direnovasi. Di
antaranya, KH Abdullah Sattar Hilmi (Gondanglegi), KH Yahya (Gading),
Kiai Kiromun (Kotalama), KH Abdus Syakur (Tanjung), KH Hamid Umar (Kidul
Pasar), KH Hasyim Mudzadi (PBNU), Habib Alwi Al-Aydrus (Tanjung) hingga
kini KH Basori Alwi (Singosari) dan Habib Sholeh Al-Aydrus (Malang).
Melihat
sederet nama besar di atas pernah singgah di Masjid Muritsul Jannah,
maka tak heran bila di tahun 1980an, masjid ini dikenal sebagai masjid
jamik-nya warga Kelurahan Kotalama Kecamatan Kedungkandang Kota Malang.
Sebuah masjid yang disegani dan menjadi kiblat bagi masjid-masjid di
sekitarnya.
Menyebut nama Habib Alwi Al-Aydrus, pasti nama
ini sudah tidak asing lagi bagi warga Malang. Beliau adalah sosok ulama
yang alim dan menguasai berbagai bidang studi agama Islam, terutama
dalam hal fiqih. Semasa hidupnya, Habib Alwi rujukan bagi para kiai dan
"kitab berjalan" bagi umat dalam meminta fatwa atau keputusan hukum
tentang suatu permasalahan agama.
Suatu hari, H. Suyuti
sebagai takmir masjid, bersama KH Mustaid Imron sebagai tokoh kiai di
kampung, keduanya berinisiatif untuk mendatangkan Habib Alwi al-Aydrus
supaya berkenan mengisi pengajian secara rutin di Masjid Muritsul
Jannah. Namun, melihat "jam terbang" Habib Alwi yang cukup padat dan
kegiatan mengajar beliau di ndalemnya yang hampir non-stop, keinginan
itu awalnya sempat meragukan.
"Akankah Habib Alwi
bersedia?" Pertanyaan ini menyelimuti para pengurus takmir yang saat itu
benar-benar berharap Sang Habib berkenan memberi pengajian rutin.
Selain jadwal beliau yang padat, saat itu, daerah Kebalen Wetan masih
dikenal dengan "Zona Remang-remang". Ada sekitar 7 hotel yang berdiri di
pinggir jalan Kebalen dan semuanya bisnis esek-esek.
Apakah
dengan faktor di atas, Habib Alwi bersedia ke Masjid Muritsul Jannah?
"Kita harus mencoba. Besok pagi, kita berziarah dan matur ke beliau",
ucap Kiai Mustaid memberi semangat. Akhirnya, pagi bakda subuh, Kiai
Mustaid ditemani H. Suyuti bertamu ke rumah Habib Alwi untuk menyatakan
maksud tersebut.
"Wah, Pak Haji... Jadwal saya ini
sebenarnya padat. Kalau pengajian rutin di Masjid Muris seminggu sekali,
maaf saya tidak bisa. Tapi, kalau sebulan sekali, insya Allah, saya
sanggup demi dakwah di Kebalen Wetan", jawab Habib Alwi.
Akhirnya,
Habib Alwi pun secara istiqamah mengisi pengajian rutin tiap Jumat
Pertama di awal bulan yang diselenggarakan bakda Maghrib hingga Isyak.
Setelah shalat Isyak berjamaah, beliau dijamu oleh takmir sambil
meladeni para jamaah yang hendak bertanya tentang masalah agama dan
pribadi. Usai dari Kebalen Wetan, beliau berangkat ke masjid di Buring
Kedungkandang untuk meneruskan pengajian di sana.
Sungguh
beruntung, Masjid Muritsul Jannah pernah disinggahi Habib Alwi
al-Aydrus, sosok ulama besar di Malang yang namanya bahkan di segani di
kalangan para kiai dan ulama. Saat beliau dipanggil oleh Allah swt
sekitar tahun 1996, langit kota Malang mendung. Tangis umat membanjiri
bumi Arema. Akankah ada penerus dan pengganti Habib Alwi al-Aydrus?
Berbeda
dengan manusia pada umumnya. Bila seorang kiai atau ulama meninggal
dunia, penggantinya yang sepadan atau paling tidak, penerusnya, belum
tentu langsung ada pada saat itu juga. Lain dengan sepeninggal pejabat,
wakil dan penggantinya sudah siap bahkan berebut kursi yang
ditinggalkannya.
Ternyata benar, pertanyaan di atas baru
10 tahun kemudian. Tepatnya, saat Habib Sholeh bin Ahmad bin Salim
al-Aydrus berkenan memberi pengajian rutin di Masjid Muritsul Jannah
sebulan sekali, tiap Jumat Kliwon, bakda Maghrib hingga Isyak. Habib
Sholeh ingin meneruskan perjuangan Habib Alwi al-Aydrus di kampung
Kebalen Wetan Blok Muris Kotalama Malang.
Yah, untuk
melanjutkan perjuangan Habib Alwi dan dakwah di Masjid Muritsul Jannah,
Habib Sholeh secara istiqamah berkenan hadir di masjid yang walaupun
letaknya di dalam perkampungan dan jumlah jamaah yang hadir tidak lebih
dari 50 orang.
Bagi Sang Habib, bukan jumlahnya yang
terpenting, tapi kualitas jamaah dan peninggalan karamah serta jejak
perjuangan para ulama dan habaib di Masjid Muritsul Jannah adalah jauh
lebih penting. Beliau yakin, kelak dari masjid itu akan lahir para
generasi penerus yang siap berjuang dengan sepenuh jiwa dan raganya.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar