15 Juni 2012

Kuliah Subuh Kiai Hamid

 


Sepeninggal KH Hamid Umar hingga kini, di Masjid Muritsul Jannah, belum pernah ada lagi pengajian pagi atau kuliah subuh. Hampir semua pengajian rutin diselenggarakan bakda shalat Maghrib atau Isyak, kecuali di bulan Ramadan. Sebab, khusus di bulan suci, semua pengajian malam dialihkan bakda Subuh.

Kiai Hamid, demikian nama populer beliau, adalah sosok yang secara istiqamah memilih waktu bakda subuh untuk memberi tausiyah bagi warga Kebalen Wetan Malang. Salah satu alasannya, kiai asal Kidul Pasar Malang ini ingin membiasakan warga bangun pagi dan shalat subuh berjamaah. Menyambut hari baru dengan shalat dan ilmu, akan semakin menambah keberkahan dan semangat dalam menjalani aktifitas sehari-hari.

Suaranya terdengar kecil, tapi nadanya cukup tinggi. Badannya tegap dan besar, kian menambah kharismanya sebagai sosok ulama yang disegani. Tiap kali mengajar, Kiai Hamid selalu bersandang surban dan terkadang memakai imamah (surban melingkar di kepala). Performance ini memperlihatkan betapa beliau sangat memuliakan ilmu dan menghormati para jamaah, selain juga karena ittiba' terhadap Nabi Muhammad saw yang biasa berkalung surban dan berimamah.

Kiai Hamid Umar berprofesi sebagai mudin Kantor Urusan Agama (KUA). Dulu, kantornya berada di tepi jalan Kolonel Sugiono Mergosono, bersebelahan dengan Pabrik Oepet. Jaraknya sekitar 600 meter dari Masjid Muritsul Jannah. Kini, kantor itu telah tiada dan sudah lama dipindahkan.

Sebagai mudin, beliau sangat profesional dan mendalam ilmunya, terutama terkait dengan masalah-masalah fiqih sosial yang dihadapi umat, seperti: hukum pernikahan, merawat jenazah, peringatan hari besar Islam, waqaf, dan sebagainya. Oleh sebab itu, eksistensi beliau bagi jamaah Masjid Muritsul Jannah sangat penting. Kiai Hamid Umar laksana kitab fiqih berjalan.

Setiap Selasa Pagi, sejak sebelum subuh tiba, Masjid Muristsul Jannah telah dihadiri puluhan warga. Mereka bersama membaca shalawat dan puji-pujian sambil menunggu adzan Subuh dan menanti kehadiran sang imam, KH Hamid Umar. Dengan shalat subuh berjamaah, warga kampung Kebalen Blok Muris terasa damai dalam menjalani suasana pagi yang sejuk.

Lantunan ayat-ayat suci yang dikumandangkan Kiai Hamid dengan suaranya yang menggelegar, ditambah gemuruh bacaan "Amin" dan "Qunut" para jamaah, semua itu membahana melalui pengeras suara yang diletakkan di menara masjid. Selanjutnya, bersamaan dengan kokok ayam jantan, keberkahan turun menyirami bumi Kebalen Wetan. Suasana terasa dingin, teduh, tenang, sejuk, indah dan damai.

Itulah kenikmatan yang hanya bisa dirasakan para ulama dan jamaah yang turut serta dalam pengajian subuh. Masa-masa indah itu sanggup disuguhkan oleh Kiai Hamid sehingga tanpa disadari, secara lambat laun, warga Kebalen menjadi sosok-sosok yang berpikiran jernih berkat ruhani yang terus disirami bersama embun pagi yang suci.

Saat Kiai Hamid berpulang ke haribaan Allah, jamaah Masjid Kebalen Wetan seakan kehilangan sosok kiai yang telah membuka lembaran pagi mereka dengan ilmu dan suasana ibadah. Seakan-akan, kiai sepuh itu belum tergantikan hingga kini.

Sebuah pepatah mengatakan, "Berpikirlah di waktu pagi, bekerjalah di siang hari, makanlah di waktu sore dan tidurlah di malam hari". Dengan kata lain, jika pagi-pagi kamu telah berfikir, di siang hari kamu akan mudah bekerja. Jika kamu telah bekerja, sore kamu bisa makan. Bila perutmu telah terisi makanan, kamu akan bisa tidur dengan nyeyak di waktu malam.

Waktu pagi di sini adalah masa muda dan kanak-kanak. Waktu siang adalah masa remaja dan dewasa. Waktu sore adalah masa tua. Dan, malam hari adalah waktunya tidur, beristirahat dengan tenang saat kembali ke haribaan Allah.

Kiai Hamid Umar, tampaknya ingin mengajarkan filosofi itu melalui pengajian bakda Subuh yang beliau pilih. Hal ini tidak lain bertujuan agar jamaah Masjid Muritsul Jannah terus optimis menatap masa depan dengan ceria dan penuh semangat. Sebab, kesuksesan meraih cita-cita, harus dimulai sejak hari ini, sejak pagi, sejak dini, sebelum masa sejuk dan indah itu berlalu sia-sia tanpa makna.

Selamat Jalan, Kiai Hamid Umar. Namamu akan selalu dikenang di hati umat selama senja pagi terbit di ufuk timur.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar