17 Juni 2012

Mengenang Kiai Baidhowi

 

KH Masduqi dan KH Baidhowi


Tidak banyak yang kenal, siapa KH Baidhowi dari Pandean Blimbing Malang. Boleh jadi, karena memang sosok beliau yang low profile dan tawaddu'. Namun, jika mengikuti pengajian rutinnya di Masjid Muritsul Jannah, tampak jelas kedalaman ilmu dan keluasan wawasannya.

Pesantrennya di kampung Pandean Blimbing hanya dihuni beberapa santri yang menetap. Meski demikian, jika pengajian umum digelar di sana atau di masjid yang ada di dalam area pesantrennya, selalu dikunjungi jamaah dari berbagai tempat. Kiai Baidhowi sangat ahli di bidang fiqih sosial. Kritiknya cukup tajam. Teguh memegang prinsip Ahlissunnah Wal Jamaah.

Itulah karakter yang terbangun pada kiai berperawakan kecil, tapi ilmunya sebesar gunung. Warga Kebalen Wetan patut bersyukur. Pasalnya, Kiai Baidhowi pernah menjejakkan langkah dakwahnya melalui pengajian rutin yang diselenggarakan tiap Jumat malam Sabtu, mulai Maghrib hingga tiba waktu Isyak di Masjid Muritsul Jannah.

Oleh anak-anak setempat, Kiai Baidhowi kerap dijuluki "Kiai Manakala" karena beliau sering mengucapkan kata "manakala" saat menyampaikan materi hukum Islam. Kata ini memang biasa dirilis dalam kitab-kitab fiqih saat menyajikan sebuah contoh persoalan. Di dalam kitab kuning, "manakala" adalah arti dari kata "lau, in, idza".

Demikian pula dengan "Kiai Manakala", dengan lugas beliau kerap memberikan ilustrasi contoh persoalan yang dihadapi umat, lalu menerangkan solusinya. Metode ini sangat efektif dalam memberi pemahaman terutama kepada masyarakat awam. Sekaligus, menjadi bukti bahwa Kiai Baidhowi cukup mumpuni di bidangnya.

Kiai asal Pandean ini memang low profile. Meski tanpa dijemput pun, dengan istiqamah beliau tetap hadir. Malahan, sebelum maghrib tiba, Sang Kiai sudah i'tikaf di masjid. Dengan naik mikrolet dari Blimbing, beliau tetap sabar untuk bisa hadir memberi pengajian. Terkadang, beliau dibonceng motor oleh putranya.

Sehabis shalat Isyak berjamaah, seperti biasa, Kiai Baidhowi dijamu oleh Takmir lalu diantar pulang dengan kendaraan mobil. Saat jamuan makan, para pengurus takmir yang turut serta, biasanya juga menjadikan kesempatan ini untuk berkonsultasi tentang berbagai masalah, termasuk masalah pribadi atau keluarga.

Sang Kiai melayani hal itu dengan sepenuh hati. Beliau memberi solusi dan jawaban atas berbagai pertanyaan mereka. Dari diskusi kecil inilah, Kiai Baidhowi tampak berusaha membangun karakter umat. Ketulusan, kesabaran dan sifat tawaddhu' yang dimilikinya adalah teladan bagi semua.

Selamat jalan, Kiai Baidhowi. Mungkin saja, tak banyak yang mengenalmu. Tapi, jamaah Masjid Muritsul Jannah akan tetap mengenangmu sepanjang masa. Masjid ini akan menjadi saksi napak tilas perjuangan beliau di muka bumi.

3 komentar:
Tulis komentar
  1. Semoga kita bisa mengambil ibroh dari perjuangan beliau. Juga meneruskan apa yang belum beliau cita-citakan.

    BalasHapus
  2. الحمد لله kang ada yang menulis biografi walau kurang banyak.tapi jempol telu

    BalasHapus