KH Masduqi dan KH Baidhowi |
Tidak banyak yang kenal, siapa KH Baidhowi dari Pandean Blimbing
Malang. Boleh jadi, karena memang sosok beliau yang low profile dan
tawaddu'. Namun, jika mengikuti pengajian rutinnya di Masjid Muritsul
Jannah, tampak jelas kedalaman ilmu dan keluasan wawasannya.
Pesantrennya
di kampung Pandean Blimbing hanya dihuni beberapa santri yang menetap.
Meski demikian, jika pengajian umum digelar di sana atau di masjid yang
ada di dalam area pesantrennya, selalu dikunjungi jamaah dari berbagai
tempat. Kiai Baidhowi sangat ahli di bidang fiqih sosial. Kritiknya
cukup tajam. Teguh memegang prinsip Ahlissunnah Wal Jamaah.
Itulah
karakter yang terbangun pada kiai berperawakan kecil, tapi ilmunya
sebesar gunung. Warga Kebalen Wetan patut bersyukur. Pasalnya, Kiai
Baidhowi pernah menjejakkan langkah dakwahnya melalui pengajian rutin
yang diselenggarakan tiap Jumat malam Sabtu, mulai Maghrib hingga tiba
waktu Isyak di Masjid Muritsul Jannah.
Oleh anak-anak
setempat, Kiai Baidhowi kerap dijuluki "Kiai Manakala" karena beliau
sering mengucapkan kata "manakala" saat menyampaikan materi hukum Islam.
Kata ini memang biasa dirilis dalam kitab-kitab fiqih saat menyajikan
sebuah contoh persoalan. Di dalam kitab kuning, "manakala" adalah arti
dari kata "lau, in, idza".
Demikian pula dengan "Kiai
Manakala", dengan lugas beliau kerap memberikan ilustrasi contoh
persoalan yang dihadapi umat, lalu menerangkan solusinya. Metode ini
sangat efektif dalam memberi pemahaman terutama kepada masyarakat awam.
Sekaligus, menjadi bukti bahwa Kiai Baidhowi cukup mumpuni di bidangnya.
Kiai
asal Pandean ini memang low profile. Meski tanpa dijemput pun, dengan
istiqamah beliau tetap hadir. Malahan, sebelum maghrib tiba, Sang Kiai
sudah i'tikaf di masjid. Dengan naik mikrolet dari Blimbing, beliau
tetap sabar untuk bisa hadir memberi pengajian. Terkadang, beliau
dibonceng motor oleh putranya.
Sehabis shalat Isyak
berjamaah, seperti biasa, Kiai Baidhowi dijamu oleh Takmir lalu diantar
pulang dengan kendaraan mobil. Saat jamuan makan, para pengurus takmir
yang turut serta, biasanya juga menjadikan kesempatan ini untuk
berkonsultasi tentang berbagai masalah, termasuk masalah pribadi atau
keluarga.
Sang Kiai melayani hal itu dengan sepenuh hati.
Beliau memberi solusi dan jawaban atas berbagai pertanyaan mereka. Dari
diskusi kecil inilah, Kiai Baidhowi tampak berusaha membangun karakter
umat. Ketulusan, kesabaran dan sifat tawaddhu' yang dimilikinya adalah
teladan bagi semua.
Selamat jalan, Kiai Baidhowi. Mungkin
saja, tak banyak yang mengenalmu. Tapi, jamaah Masjid Muritsul Jannah
akan tetap mengenangmu sepanjang masa. Masjid ini akan menjadi saksi
napak tilas perjuangan beliau di muka bumi.
Semoga kita bisa mengambil ibroh dari perjuangan beliau. Juga meneruskan apa yang belum beliau cita-citakan.
BalasHapusamin
BalasHapusالحمد لله kang ada yang menulis biografi walau kurang banyak.tapi jempol telu
BalasHapus