Tidak seperti di tempat asal saya, Malang, di daerah Kediri, acara
slametan kirim doa kepada orang yang telah meninggal dunia, tidak
dinamakan “Tahlilan”, tapi penduduk setempat menyebutnya “Fidaan”.
Secara
esensial, antara “tahlilan” dan “fidaan” adalah sama. Yakni, sama-sama
kirim doa atau mendoakan orang yang telah meninggal dunia. Harapannya,
semoga ahli kubur mendapat maqam terbaik di sisi Allah, memperoleh ridha
dan ampunan-Nya, dan sebagainya.
Yang membedakan antara
“Tahlilan” dan “Fidaan” adalah tentang doa atau bacaan yang dilantunkan
para hadirin. Sebagaimana kita ketahui, bacaan tahlil telah populer di
masyarakat. Yakni, dengan membaca tawassul, fatihah, awal surah
al-Baqarah, ayat kursi, akhir surah al-Baqarah, surah al-Ikhlas,
al-Mu’awwidzatain, lalu dilanjutkan dengan istighfar, bacaan tahlil (la
ilaha illa Allah), shalawat, tasbih, tahmid, dan asma-asma Allah.
Sedangkan
“Fidaan” juga membaca tahlil di atas, tapi secara singkat. Namun,
sebelum rangkaian tahlil tersebut dibaca, para hadirin membaca surah
al-Ikhlas sebanyak-banyaknya hingga mencapai angka 100.000 kali.
Pembacaan surah al-Ikhlas 100.000 kali inilah yang mereka sebut dengan
“Fidaan”. Jumlah sebanyak ini dibaca selama 7 hari dari kematian si
almarhum. Dengan kata lain, “Fidaan” ini adalah “Tahlil Plus”. Plus-nya
itu adalah membaca surah al-Ikhlas sebanyak 100.000 kali selama 7 hari
yang pahalanya dihadiahkan kepada si almarhum.
Uniknya,
tuan rumah menyediakan butiran jagung yang digunakan oleh hadirin untuk
menghitung bacaan mereka. Setiap butir setara dengan bacaan surah
al-Ikhlas sebanyak 10 kali. Jika di akhir acara seseorang bisa
mengumpulan 50 butir jagung, berarti malam itu ia telah membaca 500
kali. Setelah acara “Fidaan” usai, masing-masing orang mencatat di
kertas hasil bacaan mereka. Pada hari terakhir, biasanya diumumkan
jumlah bacaan surah al-ikhlas untuk mengetahui apakah telah mencapai
jumlah yang diinginkan. Bila belum, maka pada malam ketujuh atau
terakhir ini, tuan rumah mengundang hadirin dengan jumlah lebih agar
mampu mencapai bacaan surah al-ikhlas sesuai ketentuan, 100.000 kali.
Kata
“Fidaan”, menurut bahasa, berarti “tebusan”. Banyak juga yang
menyebutnya Dzikir Fida’. Jika ditelusuri, dzikir fida’ ini
bermacam-macam, diantaranya:
- Membaca kalimat tahlil sebanyak 70.000 / 71.000.
- Membaca surat Ikhlas sebanyak 1.000 / 100.000, dan lain sebagainya.
- Dzikir Fida’ bisa dilaksanakan untuk sendiri atau orang lain, dan dapat dilaksanakan dalam satu majelis atau dicicil. Lafadz niatnya perlu dibedakan dan dijelaskan. Sebagaimana diterangkan dalam beberapa kitab diantaranya:
1. Tafsiir As-Shoowi, Juz 4 hal. 498 (Ahmad Shoowi Al-Maliki)
ومنها
: اَنَّ مَنْ قَرَأَهَا مِائَةَ أَلْفِ مَرَّةٍ فَقَدِ اشْتَرَى نَفْسَهُ
مِنَ اللهِ, وَنَادَى مُنَادٍ مِنْ قِبَلِ اللهِ تَعَالَى فِىْ سَمَوَاتِهِ
وَفىِ أَرْضِهِ : اَلاَ إِنَّ فُلاَناً عَتِيْقُ اللهِ, فَمَنْ كَانَ لَهُ
قَبْلَهُ بِضَاعَةً فَلْيَأْخُذْهَا مِنَ اللهِ غَزَّ وَجَلَّ, فَهِيَ
عَتَاقَةٌ مِنَ النَّارِ لَكِنْ بِشَرْطِ اَنْ لاَ يَكُوْنَ عَلَيْهِ
حُقُوْقٌ لِلْعِبَادِ أَصْلاً, اَوْ عَلَيْهِ وَهُوَ عَاجِزٌ عَنْ
أَدَائِهَا. (تفسير الصاوى : الجزء الرابع ص : 498)
Sebagian
dari fadlilah surat al-ikhlas, sesungguhnya orang yang membacanya
100.000 kali, dia telah membeli dirinya sendiri dari Allah dan Malaikat
akan mengumumkan dari sisi Allah di langit dan di bumi “Ketahuilah!
sesungguhnya si fulan adalah hamba yang dimerdekakan oleh Allah, siapa
saja yang mempunyai hak yang di tanggung fulan maka mintalah dari
Allah”. Surat al-Ikhlas itu akan memerdekakannya dari neraka, tetapi
dengan syarat tidak mempunyai tanggungan pada orang lain, atau punya
tanggungan tapi tidak mampu membanyarnya.
2. Kitab Khoziinatul Asroor, hal. 157 (Sayyid Muhammad Haqqin Nazili)
وَأَخْرَجَ
مُسْلِمٌ وَغَيْرُهُ …. وَفِي رِوَايَةٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ اْلاِخْلاَصِ بِإِخْلاَصٍ
حَرّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النّارِ اهـ .(خزينة الاسرار ص: 157)
Imam
Muslim dan lainnya meriwayatkan…. dalam riwayat yang lain, Rasulullah
saw bersabda: “Barangsiapa membaca surat al-Ikhlas dengan hati yang
ikhlas, Allah mengharamkan jasadnya dari api neraka”.
3. Kitab Khoziinatul Asoror, hal. 188 (Sayyid Muhammad Haqqin Nazili)
وَاَيْضًا
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَالَ
لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ أَحَدًا وَسَبْعِيْنَ اَلْفًا اِشْتَرَى بِهِ
نَفْسَهُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ رَوَاهُ اَبُوْ سَعِيْدٍ وَ عَائِشَةٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا وَكَذَا لَوْ فَعَلَهُ لِغَيْرِهِ أَقُوْلُ
وَلَعَلَّ هَذَا الْحَدِيْثَ مُسْتَنَدُ السَّادَةِ الصُّوْفِيَّةِ فىِ
تَسْمِيَّةِ الذِّكْرِ كَلِمَةَ التَّوْحِيْدِ بِهَذَا اْلعَدَدِ عَتَاقَةً
جَلاَلِيَّةً وَاشْتَهَرَتْ فىِ ذَلِكَ حِكَايَةٌ ذَكَرَهَا الشَّيْخُ
اْلاَكْبَرُ عَنِ اْلاِمَامِ أَبِي اْلعَبَّاسِ اْلقُطْبِ اْلقَسْطَلاَنِى
نَقْلاً عَنِ الشَّيْخِ أَبِي الرَّبِيْعِ الْمَالِكِى دَالَّةً عَلىَ
صِدْقِ هَذَا الْخَبَرِ بِطَرِيْقِ اْلكَشْفِ اهـ .(خزينة الاسرار ص: 188)
Rasulullah
saw bersabda: “Barangsiapa membaca kalimat Laa Ilaaha Illallah sebanyak
71.000 maka dia telah membeli dirinya sendiri dari Allah Azza wa
Jalla”. Hadits riwayat Abu Sa’id dan Aisyah r.a. begitu juga kalau dia
melakukan untuk orang lain. Hadits ini adalah sebagai sandaran dasar
para ulama sufi untuk menamakan dzikir dengan kalimat tauhid dengan
jumlah hitungan tersebut dengan nama ‘Ataqoh Jalaliyyah. Cerita tentang
kebenaran dzikir ini sudah sangat masyhur, diantaranya yang ditutur oleh
as-Syaikh al-Akbar dari Imam Abi al-Abbas al-Qutbi al-Qostholani dari
Syaikh Abi Robi’ al-Maliki untuk menunjukkan kebenaran hadits ini dengan
cara mukasyafah.
4. Kitab Irsyaadul ‘Ibaad, hal. 4 (Zainuddin abdul Aziz Ibnu Zainuddin Al-Malibari)
وَحُكِىَ
اَيْضًا فِيْهِ عَنِ الشَّيْخِ أَبِي يَزِيْدَ الْقُرْطُبِى قَالَ
سَمِعْتُ فِى بَعْضِ اْلأَثاَرِ أَنَّ مَنْ قَالَ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ
سَبْعِيْنَ اَلْفَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ فِدَآءً مِنَ النَّارِ. (إرشاد
العباد ص : 4)
Diriwayatkan lagi dari Syaikh Abi Yazid
al-Qurtubi berkata: saya mendengar dari sebagian atsar (perkataan
Sahabat) “ barangsiapa mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah sebanyak
70.000 kali, maka kalimat tersebut menjadi tebusan baginya dari api
neraka”.
5. Khoziinatul Asroor, hal. 159( Sayyid Muhammad Haqqin Nazili )
وَيقولُ
الفَقِيْرُ أَعْتَقَهُ اللهُ مِنَ السَّعِيْرِ اِنِّي رَأَيْتُ شَيْخًا
فىِ المَسْجِدِ الْحَرَامِ فىِ رَمَضَانَ سَنَةَ اِثنَتَيْنِ وَسِتِّيْنَ
وَمِائَتَيْنِ وَاَلْفٍ يَقْرَأُ سُوْرَةَ اْلاِخْلاَصِ عِنْدَ بَابِ
الدَّاوُدِيَةِ لَيْلاً وَنَهَارً كُلَّ رَمَضَانَ فَقَبَّلْتُ يَدَهُ
فَقُلْتُ يَا سَيِّدِى وَمَوْلاَيَ اِنِّىْ اَرَاكَ كُلَّ يَوْمٍ تَقْرَأُ
قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ أَخْبِرْنِىْ عَنْ فَوَائِدِهِ وَأَسْرَارِهِ
فَقَالَ أَعْتَقْتُ رَقَبَتىِ مِنَ النَّارِ يَا وَلَدِىْ وَشَارَ بِيَدِهِ
اِلىَ عُنُقِهِ فَقُلْتُ أَجِزْنِيْهَا فَأَجَازَنِىْ وَأَذِنَ لِىْ
وَدَعَا لِىْ بِالْبَرَكَةِ فِيْهِ وَفَّقَنِيَ اللهُ وَاِيَّاكُمْ
لِقِرَائَتِهَا اَلْفَ مَرَّةٍ وَبِهَا اْلاِجَازَةُ لِمَنْ قَرَأَهَا
بِالخَطِّ وَالكِتَابَةِ بَارَكَ اللهُ لَناَ وَلَكُمْ وَفَتَحَ عَلَيْنَا
وَعَلَيْكُمْ جَعَلَنِيَ اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلمُخْلِصِيْنَ
بِحُرْمَةِ اْلاِخْلاَصِ. (خزينة الاسرار ص : 159)
Al-Faqir
berkata (semoga Allah memerdekakannya dari neraka Sya’ir): saya melihat
seorang Syaikh di Masjidil Haram pada bulan Romadlon tahun 1.261 sedang
membaca surat al-Ikhlas di sebelah pintu Dawudiyyah malam dan siang hari
setiap bulan Ramadan. Kemudian aku mengecup tangannya sambil berkata:
Wahai Tuanku, aku melihatmu setiap hari membaca surat Ikhlas, berilah
tahu padaku tentang faedah dan rahasianya. Kemudian dia menjawab: aku
ingin memerdekakan jasadku dari neraka wahai anakku, dan dia mengangkat
tangan ke lehernya. Aku berkata: berilah aku ijazah, kemudian beliau
mengijazahiku dan memberi izin padaku serta mendo’akan barokah. Semoga
Allah memberi pertolongan pada kamu untuk membacanya sebanyak 1.000
kali. Ini merupakan ijazah melalui tulisan bagi orang yang mau
membacanya. Semoga Allah memberi barokah pada kita dan membukakan
rohmatnya. Mudah-mudahan Allah menjadikan kita termasuk golongan
orang-orang yang selamat sebab kemuliaan surat al-Ikhlas.
6. Kitab Khoziinatul Asroor, hal. 188 (Sayyid Muhammad Haqqin Nazili)
وَقَدْ
نَقَلَهَا أَبُوْ سَعِيْدِ الْخَادِمِى فِى الْبَرِيْقَةِ شَرْحِ
الطَّرِيْقَةِ الْمُحَمَدِيَّةِ وَغَيْرُهُ مِنَ الثِّقَاةِ اْلاِثْبَاتِ
عَلىَ اَنَّ الْحَدِيْثَ الضَّعِيْفَ يُعْمَلُ بِهِ فِيْ فَضَائِلِ
اْلاَعْمَالِ , لاَ سِيَّمَا وَهُوَ مُخَالِفٌ لِلْقِيَاسِ. (خزينة الاسرار
ص : 188)
Demikian itu juga dikutip oleh Abu Sa’id
Al-Khodimi dari parawali itsbat yang terpercaya yang tersebut dalam
kitab Al-Bariqoh, Syarah kitab At-Thoriqotul Muhamadiyyah dan lainnya,
bahwa hadits dhoif boleh diamalkan dalam hal Fadloilil ‘Amal (keutamaan
amal) meskipun tidak sesuai dengan qiyas.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar