Salah satu pemikir muslim, kalau tidak salah, Masdar F. Mas'udi
pernah punya gagasan 'nakal', bagaimana kalau wukuf di Arafah tidak
hanya tanggal 9 Dzulhijjah, tapi bisa dilaksanakan pada hari atau di
bulan yang lain untuk menghindari kepadatan jamaah haji?
Jelas,
ide itu menuai kritik. Bahkan, ada yang menilainya sesat, terlalu
liberal, dan sebagainya. Paling tidak, akan terlihat lucu kalau ada
rombongan haji dari Indonesia wukuf sendirian di bulan Muharram, Safar
atau bulan lain selain Dzulhijjah.
Menganalogikan dengan
ide tersebut, terkait perbedaan awal puasa dan hari raya sering terjadi
di Indonesia meski telah di-itsbat (ditetapkan) oleh Pemerintah RI, maka
apa memang sudah waktunya awal puasa dan hari raya Idul Fitri di negeri
ini ditetapkan 2 hari, 3 hari atau bahkan seminggu? Lalu, ormas Islam
dan masyarakat muslim dipersilahkan memilih sendiri hari yang diyakini
sebagai awal puasa dan hari raya.
Jika memang demikian,
tidak perlu repot bagi Pemerintah dalam menggelar sidang itsbat yang
nyatanya masih tidak digubris oleh beberapa pemimpin ormas Islam.
Kemenag RI malah tinggal memutuskan hari raya Idul Fitri tahun ini ada 3
hari, mulai hari Jumat hingga Ahad, tanggal 17, 18, 19 Agustus 2012.
Bagaimana? Asyik tidak?
Yang biasanya mendahului seperti
Jamaah Thariqat Naqsabandi, Islam Aboge, dan lain-lain dipersilahkan
berlebaran di hari Jumat. Muhammadiyah dan kawan-kawannya di hari Sabtu,
dan lainnya di hari Ahad. Tahun depan pun demikian, awal puasa dan hari
raya ditetapkan ada beberapa hari, lantas mereka dibebaskan memilih
yang benar menurut keyakinan masing-masing.
Jika demikian,
maka awal puasa dan hari raya jelas tidak serempak. Liburan menjadi
tambah panjang. Diskon di mall juga makin lama dan acara religi di
televisi semakin banyak. Arus mudik juga relatif lebih mudah diatur
sebab masyarakat tidak terkonsentrasi pada hari H. Tidak ada lagi H-1,
H-2, H+1, H+3, dan seterusnya sebab setiap ormas bebas memilih sesuai
wetonnya masing-masing.
Nah, kira-kira pelaksanaan seperti
itu apa sudah memungkinkan di Indonesia? Atau, pertanyaan yang lebih
pas adalah apakah sudah sedemikian parahnya rasa kebersamaan dan
persatuan kita sebagai sebuah bangsa sehingga dalam menjalankan ibadah
yang suci saja, kita harus mengedepankan ego dan pendapat kita
masing-masing? Toh, kebenaran yang hakiki hanya Allah Yang Maha Tahu.
Artinya,
jika tidak mau diputuskan awal puasa atau awal lebaran menjadi beberapa
hari, maka tolong perhatikan hasil itsbat Pemerintah RI sebagai
pemegang otoritas tertinggi dalam mengatur umat dan rakyat.
Bagaimana menurut Anda? Setujukah awal puasa dan lebaran ditetapkan lebih dari sehari, bahkan bila kurang, ditambah seminggu?
Tidak ada komentar:
Tulis komentar