26 Juli 2012

Hari Raya Seminggu

 


Salah satu pemikir muslim, kalau tidak salah, Masdar F. Mas'udi pernah punya gagasan 'nakal', bagaimana kalau wukuf di Arafah tidak hanya tanggal 9 Dzulhijjah, tapi bisa dilaksanakan pada hari atau di bulan yang lain untuk menghindari kepadatan jamaah haji?

Jelas, ide itu menuai kritik. Bahkan, ada yang menilainya sesat, terlalu liberal, dan sebagainya. Paling tidak, akan terlihat lucu kalau ada rombongan haji dari Indonesia wukuf sendirian di bulan Muharram, Safar atau bulan lain selain Dzulhijjah.

Menganalogikan dengan ide tersebut, terkait perbedaan awal puasa dan hari raya sering terjadi di Indonesia meski telah di-itsbat (ditetapkan) oleh Pemerintah RI, maka apa memang sudah waktunya awal puasa dan hari raya Idul Fitri di negeri ini ditetapkan 2 hari, 3 hari atau bahkan seminggu? Lalu, ormas Islam dan masyarakat muslim dipersilahkan memilih sendiri hari yang diyakini sebagai awal puasa dan hari raya.

Jika memang demikian, tidak perlu repot bagi Pemerintah dalam menggelar sidang itsbat yang nyatanya masih tidak digubris oleh beberapa pemimpin ormas Islam. Kemenag RI malah tinggal memutuskan hari raya Idul Fitri tahun ini ada 3 hari, mulai hari Jumat hingga Ahad, tanggal 17, 18, 19 Agustus 2012. Bagaimana? Asyik tidak?

Yang biasanya mendahului seperti Jamaah Thariqat Naqsabandi, Islam Aboge, dan lain-lain dipersilahkan berlebaran di hari Jumat. Muhammadiyah dan kawan-kawannya di hari Sabtu, dan lainnya di hari Ahad. Tahun depan pun demikian, awal puasa dan hari raya ditetapkan ada beberapa hari, lantas mereka dibebaskan memilih yang benar menurut keyakinan masing-masing.

Jika demikian, maka awal puasa dan hari raya jelas tidak serempak. Liburan menjadi tambah panjang. Diskon di mall juga makin lama dan acara religi di televisi semakin banyak. Arus mudik juga relatif lebih mudah diatur sebab masyarakat tidak terkonsentrasi pada hari H. Tidak ada lagi H-1, H-2, H+1, H+3, dan seterusnya sebab setiap ormas bebas memilih sesuai wetonnya masing-masing.

Nah, kira-kira pelaksanaan seperti itu apa sudah memungkinkan di Indonesia? Atau, pertanyaan yang lebih pas adalah apakah sudah sedemikian parahnya rasa kebersamaan dan persatuan kita sebagai sebuah bangsa sehingga dalam menjalankan ibadah yang suci saja, kita harus mengedepankan ego dan pendapat kita masing-masing? Toh, kebenaran yang hakiki hanya Allah Yang Maha Tahu.

Artinya, jika tidak mau diputuskan awal puasa atau awal lebaran menjadi beberapa hari, maka tolong perhatikan hasil itsbat Pemerintah RI sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam mengatur umat dan rakyat.

Bagaimana menurut Anda? Setujukah awal puasa dan lebaran ditetapkan lebih dari sehari, bahkan bila kurang, ditambah seminggu?

Tidak ada komentar:
Tulis komentar