10 Agustus 2012

Cermin Ramadan

 



Dalam sehari, berapa kali kita bercermin? Biasanya, ketika bercermin, yang dipertanyakan hanya 2 hal. Pertama, sudah paskah baju, make up, model rambut, dan segala yang tampak di cermin? Kedua, adakah yang kurang pas, belum sempurna, tidak tepat, dan seterusnya?

Antara ketepatan dan kekurangan inilah yang kita evaluasi saat bercermin. Melalui proses observasi atau pengamatan sesuai tolak ukur yang kita miliki, lalu kita pun melangkah ke tahap evaluasi dan koreksi diri. Setelah itu, kita pun mengakhiri waktu bercermin dengan upaya perbaikan dan penyempurnaan.

Kurang lebih demikian tahapan dan tujuan bercermin. Prosedur ini semestinya juga kita gunakan dalam menatap Ramadan dan segala perbuatan yang kita lakukan di bulan mulia ini. Sebab, Ramadan adalah saat yang paling tepat untuk muhasabah, melakukan instrospeksi diri dengan menggali segala kekurangan yang ada lalu kita optimalkan sesegera mungkin agar kita memperoleh pencapaian yang sempurna.

Mengapa Ramadan saya sebut dengan "cermin diri" yang begitu jelas dan tepat untuk media introspeksi?

Salah satu jawabannya, sebagaimana hadis Nabi yang menjelaskan bahwa di bulan Ramadan, pintu neraka ditutup, setan dibelenggu, pintu rahmat terbuka lebar dan banyak anugerahkan dicurahkan, maka semua itu mestinya menjadi tolak ukur bagi setiap kita yang menjalankan puasa untuk mengevaluasi diri dan bertanya tentang sudah berhasilkah puasa kita membentuk jiwa yang taqwa? Sebab, taqwa inilah tujuan final berpuasa.

Di saat setan yang biasanya membisiki dan menyesatkan umat manusia dibelenggu, lantas masihkah kita melaksanakan ajaran setan itu di bulan mulia ini? Jika kita tetap saja tidak mau berubah dan terjelembab dalam kenistaan, maka yang perlu camkan adalah jangan salahkan setan atas itu semua, tapi salahkan diri sendiri.

Yah, diri sendiri yang di dalamnya ada nafsu, ambisi dan ego. Nah, ketika semua faktor eksternal (luar) seperti setan telah dibelenggu di bulan ini, maka hanya nafsu kita saja yang sebenarnya menjadi tantangan kita untuk mampu mengendalikannya agar ia menjadi "nafsun muthmainnah", jiwa yang tenang dan diliputi ketaqwaan.

Singkat kata, "musuh" kita di bulan ini sesungguhnya hanya diri kita sendiri, bukan setan, jin atau orang lain. Siapa yang mampu memahami dirinya, dia akan mampu mengenali Tuhannya. Siapa yang berani menahan diri untuk tidak memperturunkan hawa nafsunya, maka sesungguhnya dia telah mendidik diri sendiri menjadi manusia sempurna. Manusia yang kembali fitrahnya sendiri.

Karena itu, ending dari tujuan berpuasa ini adalah pemerolehan taqwa yang itu ditandai dengan kembalinya seseorang kepada titik fitrahnya sebagai manusia. Makhluk paling sempurna karena memiliki akal yang cerdas dan jiwa yang sehat.

Ketika manusia kembali ke titik fitrah, ia akan memiliki "self of control", yakni kemampuan mengendalikan diri sehingga dalam mengaruhi kehidupan selanjutnya di sebelas bulan mendatang, dia akan memiliki kepekaaan yang tajam dalam melihat mana yang haq dan yang batil, sekaligus mempunyai kekuatan untuk melangkahkan kaki ke arah positif serta menjauhi segala hal yang negatif.

Bercerminlah dan segera benahi kekurangan sebelum Ramadan ini berlalu. Selamat berpuasa dan berjuang mencetak pribadi diri sendiri yang sempurna!

Tidak ada komentar:
Tulis komentar