Istilah "Pasar Minggu" atau "Suq Ahad" (bahasa Arab) secara harfiah memberi arti "pasar yang hanya ramai di hari Minggu". Di Indonesia, selain definisi ini, pasar minggu juga identik dengan pasar murah, pasar dadakan, dan pasar untuk kelas ekonomi ke bawah. Ternyata, makna kontekstual ala Indonesia itu, juga sama dengan "Suq Ahad" di Sousse, Tunisia.
Dari apartemen tempat kami menetap di Sahlul, lokasi "Suq Ahad" harus ditempuh dengan naik angkot atau taxi selama 10 menit dengan biaya 600 milim (Rp 4.200). Lokasi Suq Ahad sebenarnya berada di Suq Markazi (Pasar Induk), tempat berjualan aneka jenis bahan makanan mentah seperti: bumbu masak, buah, gandum, daging, ayam potong, ikan laut, telur, dan sayur mayur. Akan tetapi, khusus di hari Minggu, Suq Markazi bagaikan pasar tumpah. Pedagang dari berbagai daerah berdatangan untuk menggelar dagangannya persis seperti PKL.
Menurut penuturan pedagang, jika hari Selasa, mereka pindah ke "pasar murah" di kota lain bernama Mahdiyah. Jadi, tiap kota memiliki hari pasaran sendiri dan itu sudah menjadi tradisi di semua provinsi yang ada di Tunisia, kecuali di pasar Medina, pasar terbesar di ibukota Tunisia.
Pasar Minggu di kota Sousse mulai ramai pada pukul tujuh pagi hingga jam satu siang. Para pedagang tampak disiplin dalam menggelar barang dagangan. Jika waktu habis, mereka segera berkemas dan meninggalkan lokasi. Tanpa perlu dikomando, apalagi berhadapan dengan Satpol PP. Ini yang menarik bagi saya.
Dengan adanya musim panas dan dingin, warga Tunisia tampak dinamis. Jika musim panas tiba, mereka berjemur dan memakai baju "terbuka" ala Eropa. Sebaliknya, jika musim dingin tiba, mereka bersiap diri dengan selimut, baju hangat, jaket, dan segala hal yang menghangatkan tubuh. Perubahan musim ini ternyata menjadi peluang para pedagang. Karena kami tiba di musim dingin, maka tidak mengherankan, jika dimana-mana banyak orang berjualan baju hangat dengan harga yang relatif murah. Kaos jaket, misalnya, hanya 3 Dinar (Rp 21.000), celana 2 Dinar (Rp 14.000), dan topi musim dingin cuma 2.5 Dinar (Rp 18.500).
Dibanding dengan Suq Medina di ibukota Tunisia, harga barang di Suq Ahad jauh lebih murah dan bisa ditawar hingga ke titik terendah. Hm…sadis banget ya….hehee. Di Suq Ahad, Tidak ada harga khusus, baik untuk turis maupun pribumi, harga sama. Semua dilayani dengan ramah tamah. Beda dengan di ibukota. Di sana, jika tidak teliti dan pintar negosiasi, kita bisa dikibuli.
Melintasi Suq Ahad laksana menemukan oase di tengah gurun, alay banget ya....hehe.. Maklum, kota Sousse sehari-hari tampak sepi. Lalu lalang orang maupun kendaraan tidak ramai. Suasana perkampungan juga sepi karena desain setiap rumah mesti dikelilingi tembok tertutup layaknya benteng kerajaan. Yang ramai hanya cafe-cafe, tempat warga Tunisia menikmati hidup dan bertegur sapa. Selain itu, tidak ada wahana yang ramai lagi kecuali pasar.
Dalam arti lain, "Ahad" bermakna "satu, seseorang, sendiri". Tapi di Suq Ahad, Anda tidak akan merasa sendiri lagi. Itulah sebabnya, suasana Suq Ahad selalu dirindukan saat berada di Tunisia, terutama oleh Kami yang kesepian, jauh meninggalkan keluarga. Salam Satu Jiwa.
Tunisia, 9 Nopember 2015
Tidak ada komentar:
Tulis komentar