Jumat (4/12/15), pagi itu saya bersama rekan POSFI 2015 sedang asyik memilih buku di sebuah toko kitab di pasar Medina, Tunis. Saat kami masuk, si pemilik toko memberi selebaran makalah tentang "Peringatan Maulid Nabi" yang memuat dalil-dalil yang menguatkan peringatan maulid. Boleh jadi, makalah ini disebar untuk menyambut bulan kelahiran Rasulullah saw.
Saat kami terpesona dengan kitab-kitab baru, tiba-tiba kami dikejutkan oleh si pemilik toko yang memberi tahu kami, bahwa orang tua yang sedang duduk di depan meja kasir itu adalah Syekh Abdul Majid al Barari. Beliau adalah penulis kitab "Al Jawahir Al Hanifiyah". Kami pun diperkenalkan dengan Syekh berwajah teduh itu.
Tak disangka, raut wajah Syekh Abdul Majid tampak bergembira, menyambut uluran tangan kami yang hendak bersalaman dan bahkan beliau mengambil kitabnya yang saat itu sedang dipajang di etalase toko. Lalu, kitab itu diberikan kepada satu per satu dari kami secara cuma-cuma. Kami pun tidak serta-merta menerima kitab itu, kami akan membelinya untuk menimba ilmu dari Sang Syekh sekaligus tabarrukan dengan beliau.
Namun, Syekh Abdul Majid tidak mau menerima uang kami. Beliau bersikeras agar kitabnya diterima dan tanpa meminta sepersen dinar dari kami. Semakin kami paksa, semakin beliau tidak menerimanya. Syekh mengaku senang dengan Indonesia yang mayoritas beragama Islam dan berakidah Ahlussunnah Wal Jamaah. Inilah alasan beliau ingin menghadiahkan kitabnya tersebut.
Kitab itu langsung ditanda tangani oleh beliau selaku pengarang dan diberikan dengan kedua tangannya yang produktif. Setiap nama kami ditulis di halaman terdepan kitabnya sebagai ijazah. Tak hanya itu, setiap kami disebutnya "al-Ibn al-Aziz" (putraku yang mulia). Sungguh sebuah kehormatan menjadi bagian dari Syekh yang alim di bidang madzhab Maliki.
Satu kalimat dari beliau yang membuat saya terenyuh, ingin meneteskan air mata. "Demi Allah, kitab ini aku hadiahkan karena cintaku dengan Islam di Indonesia. Aku tidak mengharap apapun kecuali doakan aku meraih husnul khatimah". Kalimat ini juga beliau tulis di halaman judul kitabnya.
Kitab "al Jawahir al Hanifiyah" adalah referensi yang lengkap tentang fiqh madzhab Maliki. Buku setebal 276 halaman ini memuat 8 pasal. Pasal pertama hingga kelima memuat kaidah pokok agama Islam yang dimulai dari kajian ilmu tauhid (akidah), lalu tentang shalat, zakat, puasa dan yang terakhir seputar haji. Pasal keenam secara khusus mengupas tuntas permasalahan fiqh dalam madzhab Maliki yang memang dianut oleh muslim di negara-negara Maghribi di Afrika Utara, termasuk Tunisia.
Pasal ketujuh dan kedelapan, buku ini membahas tentang ilmu al-Quran dan as-Sunnah. Kedua ilmu ini dijadikan dasar dalam membahas akidah, syariah dan akhlaq. Penutup kitab ini mendeskripsikan biografi tokoh-tokoh ulama Zaytona mulai dari Syekh Muhammad al Zaghwani (1896-1979), Syekh Sayyidi Muhammad al Kalbusi (1901-1982), Syekh Muhammad Shadiq Basis (1914-1978), Syekh Muhammad al Fadhil al Abdali (1925-1997), Syekh Abdul Wahab Saadah (1936-2004), Syekh Muhammad al Mukawi (1922-2006), dan beberapa ulama lain yang dinarasikan singkat tapi lengkap dengan bahasa Arab yang mudah dimengerti.
Syekh Abdul Majid bin Shalih al Barari lahir pada 12 Juni 1927. Sejak kecil, beliau telah digembleng dengan ilmu agama di Kuttab (madrasah masjid) di kota kuno, Tunis. Beliau hafal al Quran dibawah bimbingan Syekh Sayyidi Farhat al Iyadi. Tahun 1945, beliau mulai kuliah di Universitas Zaytona. Tahun 1935, beliau mulai dipercaya sebagai guru MI di kota Qairawan. Tahun 1957, pengabdiannya sebagai guru berpindah ke MI Babul Khadra' di Tunis.
Di tahun 1963, kariernya meroket seiring dengan keberhasilannya meraih gelar akademik di bidang syariah dan ushuluddin. 3 tahun kemudian, beliau didaulat sebagai ustadz (profesor) bidang bahasa Arab. Tahun 1981, beliau ditetapkan sebagai khatib oleh negara di masjid Jami' al Nur dan Jami' al Ikhwah. Kini, selain penulis, Syekh Abdul Majid al Barari masih tetap sebagai pengajar di Madrasah Umar bin Khattab yang khusus untuk hafalan dan kajian al Quran.
Meski saat ini usianya 87 tahun, tapi beliau tetap produktif menulis. Selain kitab yang ada di tangan kami, buku-buku lain yang masih berupa "naskah" siap cetak, antara lain: Diwan al Syi'r, Abir al Riyadh bit Ta'rif al Qadhi, Tsamratul Muthala'ah, Muntakhab al Khitab lil Jum'ah wal I'dain, al Sa'yu al Hatsits li Itsrai Majlis al Hadis.
Melihat semangatnya berkarya meski sudah di usia senja, bagaikan melihat kekokohan batu karang yang tak karam dihempas gelombang lautan. Syekh Abdul Majid al Barari adalah teladan dan sosok ilmuan yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk mencerdaskan umat. Kitab "Al Jawahir al Hanifiyah" adalah salah satu permata yang menjadi bukti bahwa beliau memang sosok ulama yang langka, mahal dan tak terkira kualitas keilmuannya.
Di hal. 233, beliau mengutip ayat 17 surah ar Ra'd yang artinya: "...adapun buih di lautan, ia akan sirna, namun yang bermanfaat bagi manusia akan tetap tinggal di bumi...". Dan aku pun yakin, Syekh Abdul Majid al Barari adalah satu dari sekian ulama Allah yang akan tetap menyinari dunia.
Sebagaimana permintaannya, aku berdoa: "Semoga beliau meraih husnul khatimah dan kelak dikumpulkan bersama Rasulullah saw". Saat doa ini aku ucapkan di depan Syekh, tampak kedua matanya berkaca-kaca. Sampai Jumpa, Syekh Abdul Majid al Barari, semoga panjang umur dan karya-karyanya bermanfaat untuk selamanya. Salam dari muridmu di Indonesia.
Sousse, Tunisia, Ahad, 6 Desember 2015
Tidak ada komentar:
Tulis komentar