16 Desember 2017

Cinta itu Bersyarat

 

C.I.N.T.A.
Orang Arab ada yang menyebutnya Hubb atau Mahabbah. Orang Jawa kuno biasa berkata "Tresno" hingga ada ungkapan: "Tresno jalaran soko kulino", cinta ada karena kebiasaan. "Awalnya sih temenan, eh akhirnya jadian", itu kata Kids Jaman Now.

Menurut pakar, cinta itu buta, karena buta maka cinta itu tak bersyarat. Benar juga sih, sebab mendefinisikan cinta sangat sulit sesulit menebak hati wanita, cie...cie... Oleh karena buta, maka cinta itu biasanya tak beraturan, abstrak, multitafsir, bahkan di luar nalar.

Benarkah cinta itu buta dan tidak bersyarat? Ternyata, tidak juga. Cinta kepada Allah, justru bersyarat, tidak buta, logis, mudah didefinisikan dan diaplikasikan. Allah berfirman:

"Katakan (Wahai Nabi): Jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku (Nabi). Maka, Allah akan mencintai kalian dan menghapus dosa-dosa kalian". (QS. Ali Imran, ayat 31)

Ayat di atas, dalam ilmu nahwu, menggunakan gaya bahasa "syarat - jawab" atau "jika..., maka...". Ini artinya, jika mengaku cinta Allah, maka syaratnya adalah "ittiba'" atau mengikuti Nabi. Mencintai Allah tapi tidak mengikuti Nabi berarti belum disebut cinta yang sesungguhnya.

Dengan kata lain, pembuktian cinta adalah mengikuti atau ittiba'. Nah, ittiba' Nabi ini luas sekali penjabaran, dan yang penting adalah tidak mudah mengikuti Nabi. Ada yang mengikuti Nabi seper-sekian persen, ada yang dalam beberapa aspek saja, ada yang mengira sudah ikut Nabi padahal itu menurutnya sendiri, dan seterusnya. Sehingga, hampir tidak mungkin ada yang mampu mengikuti Nabi, 100 persen. Nabi itu bagaikan samudera yang luas, sementara kita hanya setetes saja.

Karenanya, Nabi menjadi "model" paling sempurna bagi siapa saja yang mencintai Allah. Standarisasi cinta Allah tercermin dalam akhlak dan perjalanan hidup Rasulullah saw yang oleh Siti Aisyah dijuluki "Al-Qur'an Berjalan" (Kâna Khuluquhul Qur'an).

Menyebut dan memuji Nabi juga bagian dari cinta karena salah satu tanda cinta, konon dibuktikan dengan seringnya menyebut obyek atau sosok yang diidam-idamkan. Pecinta lovebird, akan sering menyebut burung cinta itu. Penggemar akik, akan bergetar hatinya melihat batu mulia. Begitu pula pecinta Nabi.

Tapi, mengikuti (ittiba') Nabi jelas lebih tinggi levelnya dari menyebut dan memuji Nabi. Jadi, cinta itu ternyata bersyarat. Syarat cinta adalah ittiba'. Setiap yang bersyarat, harus dijawab, dan jawaban dari syarat itu tidak semudah membalik telapak tangan, apalagi telapak tangan wanita yang hendak dilingkari cincin mas kawin, hehehe...

Sudahkah cinta kita memenuhi syarat? Selamat berakhir pekan.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar