Temanku punya seekor burung elang. Tiap pagi dan sore, elang garuda itu diberi makan sekerat daging. Nah, suatu saat, temanku ini mencoba memberinya daging hanya pada sore hari saja, tapi dgn porsi lebih.
Apa yg terjadi? Sepanjang hari, burung yang juga dikenal dg "Elang Jawa" itu tampak gelisah. Mungkin juga marah. Ketika sore tiba dan ia melihat segumpal daging segar, maka tanpa aba-aba lagi, burung itu segera menyambar dan melahap daging itu hingga habis, bahkan lebih cepat dari biasanya. Kondisi ini terus berlangsung selama hampir sebulan.
Tepat di penghujung bulan, temanku melepas elang itu ke kandang yg lebih luas dan lebar. Di lokasi baru itu, sudah tersedia daging di beberapa sudut. Ada juga ikan, tikus, kadal, ayam hingga serangga yg masih hidup. Apa yang terjadi?
Elang itu segera terbang. Ia merasa bebas, tanpa batas. Herannya lagi, elang itu segera melahap daging. Setelah habis, ia langsung melesat dan menyambar seekor anak ayam. Tanpa belas kasihan, ia cengkram leher anak ayam itu dengan kuku tajamnya, ia cabik-cabik, lalu ia santap hingga habis. Setelah itu, mata tajamnya mengincar tikus yg lari ketakutan. Akhirnya, semua yg ada di situ menjadi mangsanya.
Elang itu berpesta. Ia semakin liar. Entah kenapa? Apa karena selama ini ia merasa kebebasannya dibatasi sehingga saat ada kesempatan, maka semua nafsu dan amarahnya ia luapkan sejadi-jadinya. Entahlah. Yang pasti, elang itu hanya memiliki nafsu, tidak diberi akal pikiran untuk memilah dan memilih yg terbaik.
Kisah di atas mirip dengan kondisi buka puasa. Tiap hari, mulai pagi hingga sore, kita terkekang. Ketika terdengar adzan maghrib, semua hidangan di meja makan, kita santap hingga ludes. Tak hanya itu, menu yg tersaji juga beragam, lebih spesial dan lebih manja dari biasanya. Ada kolak, es juice, kurma, gule sate, ayam goreng, kuah, roti, dan banyak lagi.
Sepanjang hari, kita tunduk, tapi sepanjang malam, kita bebas sebebas-bebasnya meluapkan letupan-letupan nafsu yg kita pendam. Dan, letupan-letupan kecil yang terjadi setiap hari ini, pada puncaknya akan meledak, nanti pada saat lebaran tiba. Ketika takbir menggema, ketika itu terjadi ledakan nafsu dalam diri kita.
Ketika takbir menggema, bukan mengagungkan Sang Akbar, bukan pula mensyukuri nikmat puasa dan Ramadan, tapi luapan perasaan bebas dari penderitaan selama sebulan bagai elang tadi. Benarkah demikian? Semoga tidak. Karena, seseorang yg benar-benar berpuasa, di saat berbuka ia selalu berdoa:
"Ya Allah, Tuhanku. Aku persembahkan puasa ini untukMu, aku percaya padaMu dan berkat rizekiMu aku berbuka, semua karena rahmatMu, Duhai Dzat Yg Maha Pengasih".
Tidak ada komentar:
Tulis komentar