20 Mei 2019

JIHAD ASHGHAR

 


Tak ada perang yg menyenangkan. Pasti menyakitkan dan menyisakan kepedihan, bagi yg menang, apalagi yg kalah. Harta, nyawa, kehormatan, keluarga, semua dipertaruhkan, demi kemenangan. Kehilangan dan kerusakan akibat perang adalah kepedihan yg tak mudah dilupakan.


Perang Badar 17 Ramadan 2 H (13 Maret 624 H) terjadi bukan karena kebetulan, tapi oleh Allah justru sengaja diwujudkan di bulan suci Ramadan, bulan yg umat Islam "dilatih" utk mengendalikan hawa nafsu agar mampu menjaga hati, lisan, mata, telinga, tangan, kaki, dan sekujur tubuh.

Perang, sedahsyat apapun, semisal perang Badar, oleh Rasulullah saw masih disebut jihad terkecil (jihad ashghor), walaupun perang itu penting demi kelangsungan Islam di muka bumi. Perang dan kontak fisik, setinggi apapun nilainya dan dengan dalih apa saja, tetap saja levelnya rendah, apalagi perang hanya untuk meraih kekuasaan dan kemenangan pemilu. Jelas, lebih rendah dan hina.

Karena itu, setelah perang Badar berakhir, Nabi mengingatkan bahwa masih ada jihad yg lebih besar, itulah jihad melawan hawa nafsu. Yakni, usaha optimal dalam mengendalikan ego pribadi agar menjauh dari nafsu meraih materi dan kepentingan duniawi. Jihad akbar ini lebih berat dan lebih mulia dari perang dan pertempuran.

Perang Badar yg terjadi di bulan Ramadan menjadi tanda bahwa perdamaian sosial harus dikedepankan, sebab suasana damai dan tentram memudahkan kita dalam melaksanakan jihad akbar, yakni berpuasa yg sempurna lahir batin, meningkatkan kualitas iman dan taqwa, serta memperluas ilmu pengetahuan.

Intinya, perang Badar yg terjadi di pertengahan Ramadan mrp petunjuk bahwa pertempuran sedahyat itu, levelnya hanya jihad paling kecil, hanya satu dari sekian proses usaha menuju jihad terbesar dan terberat, yakni jihad hawa nafsu.

Maka, puasa ajalah yg benar, jalani perintah agama dg baik, hindari yg haram agar pahala puasa tidak hangus. Inilah jihad, bahkan lebih besar (akbar) dari perang Badar (Jihad Ashghar).

Tidak ada komentar:
Tulis komentar