7 September 2019

Model Pembelajaran Blended Learning

 

1.    SEJARAH PERKEMBANGAN BLENDED LEARNING
E-learning atau pembelajaran elektronik pertama kali diperkenalkan oleh Universitas Illonis di Urbana-Champaign dengan menggunakan sistem intruksi berbasis komputer (computer–assisted instruction) dan komputer bernama PLATO. Sejak itu, e-learning berkembang sejalan dengan kemajuan perkembangan dan teknologi. Perkembangan e-learning dari masa ke masa sebagai berikut:

Tahun 1990 :
Era CBT (Computer Based Training) dimana mulai bermunculan aplikasi e-learning yang berjalan dalam PC standlone atupun berbentuk kemasan CD-ROM . Isi materi dikemas dalam bentuk tulisan maupun multimedia dalam bentuk exetensi mpeg-1, mov atau avi.

Tahun 1994:
Diterimanya CBT oleh masyarakat sejak tahun 1994 CBT muncul dalam bentuk paket-paket yang lebih menarik dan diproduksi secara masal.

Tahun 1997:
LMS (Learning Management system). Seiring dengan kemajuan teknologi internet, masyarakat di global mulai terhubung dengan internet. Kebutuhan informasi yang ada dapat diperoleh dengan cepat mulai dirasakan sebagai kebutuhan mutlak dan jarak serta lokasi bukanlah halangan lagi

Tahun 1999:
Sebagai tahun aplikasi e-learning berbasis web. Perkembangan LMS menuju aplikasi e-learning berbasis web berkembang secara total, baik untuk pembelajar (learner) maupun administrasi belajar  mengajarnya. Mulai digabungkan dengan situs–situs informasi, artikel dan surat kabar. Isinya juga semakin kaya dengan perpaduan multimedia, video streaming, serta penampilan interaktif dalam berbagai pilihan format data yang lebih standar dan berukuran kecil.

2.    KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Secara etimologi istilah blended learning terdiri dari dua kata blended dan learning. Kata blend berarti “campuran, bersama untuk meningkatkan kualitas agar bertambah baik” (Collins Dictionary), atau formula suatu penyelarasan kombinasi atau perpaduan. Sedangkan learning memiliki makna umum yakni belajar, dengan demikian sepintas mengandung makna pola pembelajaran yang mengandung unsur percampuran, atau penggabungan antara satu pola dengan pola lainnya. Elenena Mosa (2006) menyampaikan bahwa yang dicampurkan adalah dua unsur utama, yakni pembelajaran di kelas (classroom lesson) dengan online learning.

Sedangkan menurut Harding, Kaczynski dan Wood, 2005, Blended learning merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran tradisonal tatap muka dan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan sumber belajar online dan beragam pilihan komunikasi yang dapat digunakan oleh guru dan siswa.

Blended learning tidak sepenuhnya pembelajaran dilakukan secara online yang menggantikan pembelajaran tatap muka di kelas, tetapi untuk melengkapi dan mengatasi materi yang belum tersampaikan pada pembelajaran saat mahasiswa belajar di kelas. Menurut Bonk dan Graham (2006, p.5) mendefinikan kombinasi dari e-Learning dan pembelajaran tatap muka dikelas sebagai berikut :

Blended learning is the combination of instruction from two historically separate models of teaching and learning: Tradi­tional learning systems and distributed learning systems. It emphasizes the cen­tral role of computer- based technologies in blended learning.

Guru menggunakan teknologi komputer dengan akses internet dalam menyediakan informasi, bahan bacaan, dan materi pelajaran untuk. Beberapa guru memungkinkan siswa untuk berinteraksi satu sama lain dengan menggunakan teknologi komunikasi asynchronous dan synchronous. Komunikasi asynchronous didefinisikan sebagai instruksi atau komunikasi yang berlangsung diwaktu yang berbeda dan lokasi yang berbeda (Fenton & Watkins, 2010, p.233). Komunikasi synchronous didefinisikan sebagai instruksi atau komunikasi yang terjadi secara real time, dimana siswa dan guru berada pada waktu yang sama serta kemungkinan besar dari berbagai lokasi (Fenton & Watkins, 2010, p.240).

Blended learning dapat diartikan sebagai proses pembelajaran yang memanfaatkan berbagai macam pendekatan. Pendekatan yang dilakukan dapat memanfaatkan berbagai macam media dan teknologi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa blended learning adalah pembelajaran yang mengkombinasi strategi penyampaikan pembelajaran menggunakan kegiatan tatap muka, pembelajaran berbasis komputer (offline), dan komputer secara online (internet dan mobile learning). Materi pelajaran yang disampaikan melalui media ini mempunyai grafik, teks, animasi, simulasi, audio dan video.

Secara spesifik dalam pendidikan guru blended e-learning memiliki makna sebagai berikut:
  • Blended e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan-pelatihan tentang materi keguruan baik substansi materi pembelajaran maupun ilmu pendidikan secara online.
  • Blended e-learning tidak berarti menggantikan model balajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan.
  • Blended e-learning menyediakan berbagai seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer.
  • Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; dimana guru dan siswa, siswa dan sesama siwa, atau guru dengan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler.
  • Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan komputer network).

Pendapat Haughey (1998)  tentang pengembangan  blended e-learning mengungkapkan bahwa terdapat tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu:

Web Course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui Internet. Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh. Untuk pendidikan guru model seperti ini dapat digunakan untuk peningkatan “knowledge dan skill”, memperkuat pengetahuannya tentang materi pelajaran sebagai spesifikasi keilmuannya dan memperkuat pemahaman tentang metodologi pembelajaran melalui simulasi pembelajaran yang disajikan melalui internet misalnya video streaming, video conference dan lain-lain. Intinya, semua aktivitas belajar mengajar dilakukan secara online tanpa adanya tatap muka sama sekali.

Web Centric Course adalah penggunaan internet yang memadukan antar belajar jarak jauh dan tatap muka (konvesional). Sebagian materi disampaikan melalui internet,dan sebagian lagi melalui tatap muka, sedangkan fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pendidik bisa memberikan petunjuk pada peserta didik untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Peserta didik juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pendidik lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet tersebut. Model ini lebih relevan untuk digunakan dalam pengembangan pendidikan guru, dilihat dari kondisi, kultur dan infrastruktur yang dimiliki saat ini. Secara substansial materi keguruan identik dengan nilai yang tidak hanya dapat ditransfer melalui pembelajaran tanpa tatap muka, melainkan diperlukan direct learning, sehingga unsur-unsur modelling dari seorang guru dapat diadaptasi dengan baik. Untuk penguasaan materi konseptual, teoritikal dan keterampilan dapat menggunakan Blended e-learning dengan sistem jarak jauh.

Web Enhanced Course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran. Fungsi internet dalam pembelajaran adalah untuk memberikan pengayaan antara peserta didik dengan guru, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber yang lain. Oleh karena itu, peran guru disini dituntut untuk menguasai teknik informasi di internet, membimbing mahasiswa dengan menyajikan materi melalui web, melayani bimbingan melalui internet, dan materi-materi lain yang diperlukan.

Menurut Watson (2009 : 3), ada beberapa bentuk implementasi blended learning, yaitu:
  1. Online penuh, dengan ada pilihan untuk melakukan pembelajaran tatap muka (face to face).
  2. Sebagian atau online penuh, dengan dibutuhkan waktu tertentu untuk pembelajaran tatap muka (face to face), baik di kelas atau laboratorium.
  3. Sebagian besar atau online penuh, dengan siswa tetap belajar konvensional dalam kelas atau laboratorium setiap hari
  4. Pembelajaran konvensional di kelas, tapi siswa dipersyaratkan mengikuti aktifitas online tertentu sebagai pengayaan atau tambahan,
  5. Pembelajaran konvensional, dengan melibatkan sumber online, dan aktifitas online yang bukan menjadi syarat bagi siswa mengikutinya.

Dari kelima model di atas, model implementasi yang paling sederhana adalah model 5 yakni pemanfaatan bahan-bahan online tanpa harus mensyaratkan siswa untuk terhubung dengan internet Menurut Harmon dan Jones,(2000), terdapat lima level penggunaaan ICT dalam pembelajaran, yaitu :

Level-1 Information : pada level ini bahan-bahan pembelajaran tidak terlalu banyak yang disajikan melalui ICT, tetapi terbatas pada bahan yang sifatnya informasi untuk menunjang proses pembelajaran.

Level-2 Supplemental : pada level ini sudah memasukkan bahan pembelajaran tetapi sifatnya masih terbatas, belum menguraikan isi pembelajaran secara lengkap, dan materi yang disajikan pokok-pokoknya saja. Misal melalui power point, acrobat reader, file html dan lain sebagainya.

Level-3 Essensial : dalam lavel ini hampir semua materi pembelajaran disajikan dalam bentuk web. Dengan demikian, sudah ada ketergantungan penggunaan ICT dalam pembelajaran.

Level-4 Communal : pada level ini mengombinasikan pola pembelajaran tatap muka atau penggunaan web secara online. Pada pola ini dituntut kemandirian dari para guru untuk mencari dan mengembangkan bahan belajarnya secara mandiri dengan materi-materi yang dikuasainya.

Level-5 Immersive : pada level ini pembelajaran dilangsungkan secara vitual. Seluruh isi materi pembelajaran disajikan secara online

B.   KONSEP TENTANG BELAJAR

Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut. Pertama, elearning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua, e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan. Keempat, Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.

Berdasarkan komponen yang ada dalam blended e-learning maka teori belajar yang mendasari model pembelajaran tersebut adalah teori belajar Konstuktivisme (individual learning). Karakteristik teori belajar konstruktivisme (individual learning) untuk blended e-learning (Hasibuan, 2006:4) adalah sebagai berikut :
  • Active learnes
  • Learners construct their knowledge
  • Subjective, dynamic and expanding
  • Processing and understanding of information
  • Learners has his own learning.

Individual learning dalam teori ini pelajar adalah peserta yang aktif, kalau dapat membangun pengetahuan mereka sendiri, secara subjektif, dinamis dan berkembang. Kemudian memproses dan memahami suatu informasi, sehingga pelajar memilik pembelajarannya sendiri. Pelajar membangun pengetahuan mereka berdasarkan atas pengetahuan dari pengalaman yang mereka alami sendiri. Teori belajar berikutnya yang melandasi model Blended e- learning adalah teori belajar kognitf. Pendekatan kognitif menekankan bagan sebagai satu struktur pengetahuan yang diorganisasi (Brunner,1990; Gagne et.al., 1993). Menurut Bloom (1956) mengindentifikasi enam tingkatan belajar kognitif yaitu “pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis”.

Teori terakhir adalah teori belajar konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky. Menurut Vigotsky (1978) adalah sebagai berikut: “the way learners construct knowledge, think, reason, and reflect on is uniquely shaped by their relationship with other. He argued that the guidance given by more capable other, allows the learner to engage is levels of activity that could not be managed alone.”

Konstruktivisme sosial disebut juga collaborative learning. Karakteristik teori belajar tersebut adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2006:4):

Teori ini membuat pelajar membangun pengetahuan, berfikir, mencari alasan, dan dicerminkan dengan bentuk yang unik melalui berhubungan dengan yang lain. Pelajar belajar dari penyelesaian masalah yang nyata, pelajar juga bergabung pada suatu pembangkit-pengetahuan. Pengajar juga masuk ke dalam sebagai pelajar bersama-sama dengan siswanya. Bentuk tugas juga akan diolah dan pengetahuan dinilai dan diciptakan lalu membangun pengetahuan yang baru.

Jika dikaji secara terminologis maka blended e-learning menekankan pada penggunaan internet seperti pendapat Rosenberg (2001) menekankan bahwa blended e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell (2002), kamarga (2002) yang intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat blended e-learning, termasuk untuk pendidikan guru. Secara spesifik dalam pendidikan guru blended e-learning memiliki makna sebagai berikut.
  • Blended e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan-pelatihan tentang materi keguruan baik substansi materi pelajaran maupun ilmu pendidikan secara online.
  • Blended e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajarkonvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan latihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi.
  • Blended e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvesional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melaluipengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan.
  • Kapasitas guru amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antarconten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
  • Memanfaatakan jasa teknologi elektronik; di mana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler.
  • Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan komputer networks).
  • Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya.
  • Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.

Beberapa platform yang dapat digunakan dalam pembelajaran dengan Blended Learning seperti Group Miling List (Milis, seperti Yahoo groups, Google+, dan lain-lain), Web Blog Guru, Social Media (Facebook, Twitter, Instagram, Path, dan lain-lain), Aplikasi-aplikasi Learning Management Systems atau LMS(seperti Moodle, Edmodo, Quipper, Kelase, dll) dan sebagainya.

Seperti yang dikemukakan oleh Gegne (1984) Belajar yang efektif mempunyai kriteria sebagai berikut: (1) melibatkan pembelajaran dalam proses belajar; (2) mendorong munculnya keterampilan untuk belajar mandiri (learn how to learn); (3) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pembelajar; (4) memberi motivasi untuk belajar lebih lanjut. Darmodihardjo (1998:39) mengemukakan bahwa tutor dalam pelaksanaan tugasnya memiliki peran yang meliputi; (1) sebagai motivator, (2) sebagai fasilitator, (3) sebagai pembimbingan dan evaluator, (4) pengembangan materi pelajaran, (5) pengelola proses belajar mengajar, (6) agen pembaruan. Sementara itu Muhammad Zen (2000:69-70) mengemukakan bahwa tugas tutor selaku pengajar meliputi; (1) sebagai informator, (2) sebagai organisator, (3) sebagai motivator, (4) sebagai pengarah, (5) sebagai inisiator, (6) sebagai transmiter, (7) sebagai fasilitator, (8) sebagai mediator, (9) sebagai evaluator.

Karakteristik Blended e-Learning
Adapun karakteristik dari Blended Learning yaitu:
  1. Pembelajaran yang menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pendidikan, gaya pembelajaran, serta berbagai media berbasis teknologi yang beragam.
  2. Sebagai sebuah kombinasi pendidikan langsung (face to face), belajar mandiri, dan belajar mandiri via online.
  3. Pembelajaran yang didukung oleh kombinasi efektif dari cara penyampaian, cara mengajar dan gaya pembelajaran.
  4. Pendidik dan orangtua peserta didikmemiliki peran yang sama penting, pendidik sebagai fasilitator, dan orangtua sebagai pendukung.


Tujuan Blended Learning
  • Membantu pendidik untuk berkembang lebih baik di dalam proses belajar, sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar.
  • Menyediakan peluang yang praktis realistis bagi guru dan pendidik untuk pembelajaran secara mandiri, bermanfaat, dan terus berkembang
  • Peningkatan penjadwalan fleksibilitas bagi pendidik, dengan menggabungkan aspek terbaik dari tatap muka dan instruksi online. Kelas tatap muka dapat digunakan untuk melibatkan para siswa dalam pengalaman interaktif. Sedangkan kelas online memberikan pendidik, sedangkan porsi online memberikan para siswa dengan konten multimedia yang kaya akan pengetahuan pada setiap saat, dan di mana saja selama Pendidik memiliki akses internet.


C.  PROSES BELAJAR/ SINTAKS

Secara mendasar terdapat tiga tahapan dasar dalam model blended learning yang mengacu pembelajaran berbasis ICT, seperti yang diusulkan oleh Grant Ramsay (dalam Tao, 2011), yakni: (1) seeking of information, (2) acquisition of information, dan (3) synthesizing of knowledge.

Tahapan seeking of information, mencakup pencarian informasi dari berbagai sumber informasi yang tersedia di TIK, memilih secara kritis diantara sumber penyedia informasi dengan berpatokan pada content of relevantion, content of validity/releability, dan academic clarity. Pengajar berperan sebagai pakar yang dapat memberikan masukan dan nasehat guna membatasi pebelajar  dari tumpukan informasi potensial dalam TIK.

Pada tahapan acquisition of information, pelajar secara individual maupun dalam kelompok kooperatif –  kolaboratif berupaya untuk menemukan, memahami, serta mengkonfrontasikannya dengan ide atau gagasan yang telah ada dalam pikiran pelajar, kemudian menginterprestasikan informasi/pengetahuan dari berbagai sumber yang tersedia, sampai mereka mampu kembali mengkomunikasikan dan menginterpretasikan ide-ide dan hasil interprestasinya menggunakan fasilitas TIK.

Tahap terakhir pembelajaran berbasis TIK adalah tahap synthesizing of knowledge adalah mengkonstruksi/merekonstruksi pengetahuan melalui proses asimilasi dan akomodasi bertolak dari hasil analisis, diskusi dan perumusan kesimpulan dari informasi yang diperoleh.

3.  KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

KELEBIHAN

Velle (2001) mengemukakan beberapa keuntungan pengintegrasian  TIK dalam pembelajaran, yaitu:
  • Pebelajar lebih termotivasi belajar dengan dukungan TIK.
  • Aktivitas dan keterlibatan belajar lebih tinggi karena TIK lebih interaktif dan menantang.
  • ICT menyediakan potensi sumber informasi yang sangat luas,
  • Dapat memvisualisasikan model kompleks sehingga memudahkan pemahaman.
  • Dapat melakukan tugas berulang secara cepat dan akurat.
  • Proses belajar dapat melampaui ruang dan waktu.
  • Dapat menampilkan rancangan pembelajaran yang lebih kreatif, interaktif dan inovatif. Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian yang menunjukkan efektivitas pemanfaatan TIK dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran.

Mardana (2004) dan Suwindra (2004) menemukan bahwa pemanfaatan komputer sebagai inovasi teknologi pembelajaran dengan pemodelan simulasi secara signifikan dapat meningkatkan hasil belajar dan literasi komputer siswa. Petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999; Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), antara lain. 

  1. Pertama, Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. 
  2. Kedua, Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari. 
  3. Ketiga, Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer. 
  4. Keempat, Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah. 
  5. Kelima, Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. 
  6. Keenam, Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif. 
  7. Ketujuh, Relatif lebih efisien, misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional.

KEKURANGAN

Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997), antara lain. Pertama, Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar. Kedua, Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial. Ketiga, Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan. Keempat, Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT. Kelima, Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal. Keenam, Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet. Ketujuh, Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan internet. Kedelapan, Kurangnya penguasaan bahasa komputer.

Kekurangan Blended Learning secara umum:
  • Media yang dibutuhkan sangat beragam, sehingga sulit diterapkan apabila sarana dan prasarana tidak mendukung.
  • Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses internet. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan teknologi
  • Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses internet


4. BIDANG/ MUATAN PEMBELAJARAN/ MATERI YANG SESUAI

Penerapan Blended Learning dalam pendidikan dasar dan berbeda dengan Blended Learning di Perguruan Tinggi. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendekatanan dan metode pendidikan terutama di perguruan tinggi yang melaksanakan pendidikan jarak jauh.

Terkait pendapat Haughey tentang pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet yakni ; Web Course, Web Centric Course dan Web Enhanced Course, penulis merasa bahwa Web Enhanced Course lah yang paling cocok diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dasar, dimana guru dan siswa memanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas  tanpa meninggalkan kegiatan tatap muka. Hal ini berarti guru melakukan pembelajaran tatap muka dengan melibatkan kegiatan siswa yang memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia di internet misalnya film, animasi, game dan sebagainya. Kegiatan siswa dan guru melakukan akses internet dilakukan misalnya ketika berdiskusi, siswa dapat mencari bahan-bahan di internet dan mempresentasikannya di kelas.
Penulis merasa muatan pelajaran apapun cocok untuk diintegrasikan dengan model pembelajaran blanded learning, karena siswa bias mendapat informasi tambahan dan penguatan konsep dari materi baik yang disajikan guru, tersedia pada buku maupun lingkungan sekolah.
Penulis mengambil contoh dalam muatan IPA tentang pertumbuhan tanaman, proses menstruasi, selain dari informasi di buku siswa dapat mendapatkan memahami prosesnya dari video-video yang tersedia di internet, sehingga pemahaman siswa akan lebih kuat dan peran guru selanjutnya untuk menegaskan kembali pengetahuan siswa tersebut.
Dalam muatan IPS, siswa bisa mengamati langsung bagaimana proses terjadinya gempa, terbentuknya magma, siklus air dan berbagai macam peristiwa alam yang tidak bisa diamati secara detail dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam muatan SBDP, siswa bisa mempelajari bagaimana cara membuat kerajinan tangan dari tutorial video dan mempelajari lagu daerah dan lagu nasional dengan mengikuti alunan irama pada video di internet.
Itu hanya sekilas beberapa contoh, bahwa betapa fleksiblenya model pembelajaran blended learning ketika diintegrasikan kedalam berbagai muatan pelajaran. Serta dengan penerapan blended learning, mampu menyajikan sesuatu yang abstrak menjadi lebih konkret yang lebih mudah untuk diingat dan dipahami, serta mampu merubah kegiatan pembelajaran konvensional menjadi lebih menyenangkan bagi siswa dan guru sendiri

5. DAFTAR PUSTAKA
Yazdi, Mohammad. 2012. “E-Learning Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Teknologi Informasi”. Jurnal Ilmiah Foristek.  Vol. 2, No. 1, Maret 2012.
Bibi, Sarah. 2015. “Efektivitas Model Blended Learning Terhadap Motivasi Dan Tingkat Pemahaman Mahasiswa Mata Kuliah Algoritma Dan Pemrograman”.   Jurnal Pendidikan Vokasi. Vol. 5, Nomor 1, Februari 2015.
Prayitno, Wendhie. 2015. “Implementasi Blended Learning Dalam Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar Dan Menengah”. http://lpmpjogja.org/wp-content/uploads/2015/02/Blended-Learning_Wendhie.pdf. (Diakses tanggal 14 Februari 2017)
Nurdin, Ichsan. 2013. “Blended Learning Dalam Pembelajaran”. http://daeng-icn.blogspot.co.id/2013/12/blended-learning-dalam-pembelajaran.html. (Diakses tanggal 14 Februari 2017)
Sastradi, Trisna. 2016. “Model Pembelajaran Blended Learning“. http://www.mediafunia.com/2016/07/model-blended-learning.html. (Diakses tanggal 14 Februari 2017)

Dirujuk dari laman:
https://sukeratayasa.wordpress.com/kajian-model-pembelajaran-blended-learning/

Tidak ada komentar:
Tulis komentar