MODEL-MODEL EVALUASI KURIKULUM
A. Pengertian dan Tujuan Evaluasi Kurikulum
1. Pengertian Evaluasi Kurikulum
Secara etimologi, evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran. Menurut Sufflebem yang dikutip dalam bukunya Sudaryono, mendefenisikan evaluasi sebagai berikut:
“The process of deleniating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatives”. Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan. Evaluasi adalah kegiatan mengukur dan menilai. Mengukur lebih bersifat kuantitatif, sedangkan menilai lebih bersifat kualitatif.
Menurut Oemar Hamalik, evaluasi merupakan perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam bahasa Arab evaluasi disebut dengan kata al-qimat yaitu nilai-menilai. Jadi evaluasi (evaluation) mencakup pengertian yaitu suatu rangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur efektivitas sistem pembelajaran secara keseluruhan. Secara khusus ada beberapa pengertian yang telah dikemukakan oleh pakar, sebagai berikut:
- Edwin Wandt dan Gerald W. Brown mengemukakan : istilah menunjukkan pada suatu pengertian yaitu suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
- Ten Brink dan Terry D mengemukakan : evaluasi adalah proses mengumpulkan informasi dan menggunakannya sebagai bahan untuk pertimbangan dalam mengambil keputusan.
- Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa evaluasi tidak hanya mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu, tetapi juga mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program , produksi, prosedur, serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dari konsep pengertian evaluasi, ada dua hal yang menjadi karakterisktik evaluasi yang dicantumkan oleh Wina Sanjaya , yaitu:
- Evaluasi merupakan suatu proses. Artinya dalam suatu pelaksanaan evaluasi mestinya terdiri berbagai macam tindakan yang harus dilakukan. Jadi, evaluasi bukanlah hasil tetapi rangkaian kegiatan.
- Evaluasi berhubungan dengan pemberian nilai atau arti. Artinya berdasarkan hasil pertimbangan evaluasi apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak.
Berdasarkan konsep evaluasi di atas, Wina Sanjaya mendefenisikan evaluasi kurikulum dimaksudkan sebagai suatu proses mempertimbangkan utnuk memberi nilai dan arti terhadap suatu kurikulum tertentu. Kurikulum yang dimaksud di sini adalah rencana yang mengatur tentang isi dan tujuan pendidikan serta cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan kata lain dalam konteks ini adalah kurikulum sebagai sebuah dokumen atau kurikulum tertulis.
Menurut Permendiknas no. 159, Evaluasi Kurikulum adalah serangkaian kegiatan terencana, sistematis, dan sistemik dalam mengumpulkan dan mengolah informasi, memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menyempurnakan kurikulum.
Jadi, Evaluasi kurikulum adalah suatu tindakan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu kurikulum, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu sebagai bentuk akuntabilitas pengembangan kurikulum dalam rangka menentukan keefektifan kurikulum.
2. Tujuan Evaluasi Kurikulum
Tujuan evaluasi kurikulum tercantum dalam Permendiknas no 159 tahun 2014 pasal 2, yaitu:
“Evaluasi Kurikulum bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai:
a. kesesuaian antara Ide Kurikulum dan Desain Kurikulum;
b. kesesuaian antara Desain Kurikulum dan Dokumen Kurikulum;
c. kesesuaian antara Dokumen Kurikulum dan Implementasi Kurikulum;
d. kesesuaian antara Ide Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum”.
Sedangkan menurut Zainal Arifin, tujuan evaluasi kurikulum adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem kurikulum, baik yang menyangkut tentang tujuan, isi/materi, strategi, media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri.
Seperti yang dikemukakan oleh Purwanto dan Atwi, “bahwa tujuan evaluasi, yaitu:
- “Mengukur tercapainya tujuan dan mengetahuai hambatan-hambatan dalam pencapaian tujuan kurikulum,
- Mengukur dan membandingkan keberhasilan kurikulum serta mengetahui potensi keberhasilannya.
- Memonitor dan mengawasi pelaksanaan program, mengidentifikasi permasalahan yang timbul.
- Kenentukan kegunaan kurikulum, keuntungan, dan kemungkinan pengembangannya lebih lanjut.
- Mengukur dampak kurikulum bagi peningkatan kinerja SDM.
B. Prinsip-prinsip Evaluasi Kurikulum
Secara umum ada beberapa prinsip-prinsip evaluasi kurikulum yang dikemukakan oleh Zainal Arifin, yaitu:
- Kontinuitas, artinya evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental, karena kurikulum itu sendiri adalah suatu proses yang kontiniu.
- Komprehensif, artinya objek evaluasi harus diambil secara menyeluruh.
- Adil dan objektif, artinya proses evaluasi dan pengambilan keputusan hasil evaluasi harus dilakukan secara adil. Peserta didik harus mendapatkan perlakuanyang sama
- Koooperatif, artinya kegiatan evaluasi harus dilakukan atas kerja sama semua pihak, seperti orangtua, guru, kepala sekolah, pengawas, termasuk dengan peserta didik itu sendiri.
Menurut Oemar Hamalik, program evaluasi kurikulum didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Evaluasi kurikulum didasarkan atas tujuan tertentu: setiap program evaluasi kurikulum terarah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara jelas dan spesifik .
- Evaluasi kurikulum harus bersifat objektif: berpijak pada apa adanya dan bersumber dari data yang nyata dan akurat yang diperoleh melalui instrumen yang dapat diandalkan.
- Evaluasi kurikulum bersifat komprehensif: pelaksanaan evaluasi mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat dalam ruang lingkup kurikulum.
- Evaluasi kurikulum dilaksanakan secara kooperatif.
- Evaluasi kurikulum harus dilaksanakan secara efisien.
C. Model Evaluasi Kurikulum
Model evaluasi kurikulum adalah kerangka konseptual dan operasional yang digunakan untuk mengevaluasi perangkat dokumen, buku, pelatihan, pendampingan, dan monitoring untuk kelancaran pelaksanaan pembelajaran.
Model evaluasi kurikulum berdasarkan model evaluasi yang dikembangkan di negara AS, Inggris, dan Australia, dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Model Evaluasi Kuantitatif
Ciri-ciri yang menonjol dari evaluasi ini adalah penggunaan prosedur kuantitatif untuk mengumpulkan data sebagai konsekuensi penerapan pemikiran paradigma positivisme, maksudnya tidak digunakannya pendektan proses dalam mengembangkan kriteria evaluasi tetapi lebih kepada metodologi kuantitatif dan penggunaan tes.
2. Model Evaluasi Kualitatif
Model evaluasi ini selalu menempatkan proses pelaksanaan kurikulum sebagai fokus utama evaluasi, sehigga dimensi kegiatan dan proses lebih mendapatkan perhatian dari demensi lain.
3. Model-model ekonomi mikro
Model evaluasi ini pada dasarnya adalah model yang menggunakan model evaluasi kuantitatif yang memiliki fokus utama pada hasil. Pertanyaan besar dari model ini adalah apakah hasil belajar yang diperoleh siswa sesuai dengan dana yang telah dikeluarkan.
Zainal Arifin mengelompokkan model-model evaluasi dalam sepuluh kelompok yaitu:
a. Model Tyler
Pendekatan model Tyler menekankan bahwa evaluasi kurikulum diarahkan kepada usaha untuk mengetahui sejauhmana tujuan pendidikan yang berupa tingkah laku yang diharapkan telah dicapai oleh siswa dalam bentuk hasil belajar yang mereka tampilkan pada akhir kegiatan pembelajaran. Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan pada tingkah laku peserta didik . kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kurikulum dan sesudah melaksanakan kurikulum (hasil).
Model Tyler disebut juga dengan model black box, karena model menekankan adanya tes awal dan tes akhir. Adapun prosedur pelaksanaan dari model tyler ini adalah:
- Menentukan tujuan kurikulum yang dievaluasi. Maksudnya adalah model tujuan behaviorial yang sudah dikembangkan sejak kurikulum 1997.
- Menentukan situasi dimana peserta didik mendapatkan kesempatan untuk memperlihatkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan. Dari langkah ini evaluator memberikan perhatian dengan seksama supaya proses pembelajran yang terjadi mengungkapkan hasil belajar yang dirancang kurikulum.
- Menentukan alat evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik. Seperti berbentuk tes, observasi, kusioner, panduan wawancara dan sebagainya. Adapun instrumen evaluasi ini harus teruji validitas dan reabilitasnya.
b. Model yang berorientasi pada tujuan (goal oriented Evaluation Model)
Model evaluasi ini menggunakan tujuan-tujuan kurikulum sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Model ini dianggap lebih praktis untuk mendesain dan mengembangkan suatu kurikulum karena menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur. Sehingga terdapat hubungan yang logis antara kegiatan, hasil dan prosedur pengukura hasil. Kelebihan model ini terletak pada hubungan antara tujuan dan kegiatan dan menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalam kurikulum. Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan.
c. Model Pengukuran (R. Thorndike dan R. Lebel)
Model ini menitikberatkan pada kegiatan pengukuran. Objek evaluasi dalam model ini adalah tingkahlaku peserta didik , yang mencakup hasil belajar (kognitif), afektif maupun psikomotor. Teknik evaluasi pada model ini tidak hanya tes, tetapi juga non tes (observasi, wawancara, dan sebagainya).
d. Model Kesesuaian (Ralph W. Tyler, John b. Carrol )
Model ini memandang evaluasi sebagai suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian antara tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai. Model evaluasi ini memerlukan informasi perubahan tingkah laku pada dua tahap, yaitu sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran. Berdasarkan konsep ini, maka guru perlu melakukan pre and post test.
e. Model Evaluasi Sistem Pendidikan
Model evaluasi ini memandang bahwa evaluasi berarti membandingkan performance dari berbagai dimensi, tidak hanya dimensi hasil saja. Model ini menekankan sistem sebagai suatu keseluruhan.
Model evaluasi sistem pendidikan ini merupakan penggabungan dari model stake dengan model CIPP. Model stake menitikberatkan evaluasi pada dua hal pokok yaitu description dan judgement (menilai). Sedangkan model CIPP berorientasi pada suatu keputusan. Tujuannya adalah untuk membantu pengembangan kurikulum di dalam membuat keputusan.
Pendekatan CIPP ini, dikembangkan oleh Stufflebeam. CIPP singkatan dari Context, Input, Process dan Product.
Menurut model ini, proses pengembangan kurikulum tidak akan terlepas dari empat dimensi tersebut. Maka keempat komponen itu (CIPP) harus dijadikan pokok dalam evaluasi kurikulum, yaitu sebagai berikut:
- Isi adalah situasi atau latar belakang yang mempengaruhi perumusan tujuan yang hendak dicapai, misalkan padangan hidup atau sistem nilai masyarakat, keaadaan ekonomi, kondisi geografis, motivasi beajar dan sebagainya.
- Input adalah sarana prasarana, modal, bahan serta rencana strategi yang matang untuk mencapai tujuan.
- Proses adalah pelaksanaan strategi serta pemanfaatan berbagai sarana,modal; dan fasilitas seperti yang ditetapkan dalam komponen input.
- Produk adalah hasil yang dicapai baik selama maupun akhir pengembangan kurikulum yang berlaku.
Empat hal ini bisa dianggap sebagai tipe atau fase dalam evaluasi. Evaluasi konteks berfokus pada pendekatan sistem dan tujuan, kondisi aktual, masalah-masalah dan peluang. Evaluasi input berfokus pada kemampuan sistem, strategi pencapaian tujuan, implementasi desain dan cost benefit dari rancangan. Evaluasi proses memiliki fokus lain yaitu menyediakan informasi untuk pembuatan keputusan day to day decision making untuk melaksanakan program, membuat catatan atau record, atau merekam pelaksanaan program. Evaluasi produk berfokus pada mengukur pencapaian tujuan selama proses dan pada akhir program.
f. Model Alkin
Menurut Alkin, evaluasi adalah suatu proses untuk meyakinkan keputusan, mengumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat dan menganalisis informasi sehingga dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Model ini mengemukakan lima jenis evaluasi, yaitu:
- Sistem assesment, yaitu untuk memberikan informasi tentang keadaan atau posisi suatu sistem .
- Program planning, yaitu untuk membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program.
- Program implementation, yaitu untuk menyiapkan informasi apakah suatu program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat sebagaimana yang direncanakan.
- Program improvement, yaitu memberikan informasi tentang bagaimana suatu program dapat berfungsi, bekerja//berjalan.
- Program certification, yaitu memberikan informasi tentang nilai atau manfaat suatu program.
g. Model Brinkerhof
Brinkerhoff, mengemukakan ada tiga jenis evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, yaitu:
1) Fixed vs Emergent Evaluation Design
Dalam Fixed (tetap), desain evaluasi harus direncanakan dan disusun secara sistematik- terstruktur sebelum program dilaksanakan. Sedangkan dalam Emergent, tujuan evaluasi untuk beradaptasi dengan situasi yang sedang berlangsung dan berkembang.
2) Formative vs summative evaluation
Evaluasi Formative berfungsi untuk memperbaiki kurikulum dari segi format/bentuknya, karena evaluasi ini sering diadakan sehingga jika terdapat kelemahan dan kekurangan maka bisa segera diketahui. Sedangkan evaluasi sumatif berfungsi untuk melihat kemanfaatan kurikulum secara menyeluruh, karena evaluasi ini dilakukan pada akhir program sehingga dapat digunakan untuk menentukan apakah program ini dapat digunakan atau tidak.
3) Desain eksperimental dan desain Quasi eksperimental vs natural inquiri
Tujuan desain eksperimental dan quasi eksperimental ini adalah untuk menilai manfaat hasil dari percobaan suatu kurikulum. Sedangkan natural inquiru ini, evaluator banyak menghabiskan waktu untuk melakukan pengamatan dan wawancara dengan orang-orang yang terlibat yang dilakukan secara berkesinambungan dengan pendekatan informal.
h. Model Illuminatif (Malcom Parlet dan Hamilton.
Model ini menekankan pada evaluasi kualitatif terbuka. Tujuannya untuk menganalisis pelaksanaan sistem, faktor-faktor yang mempengaruhinya, kelebihan dan kekurangan sistem, dan pengaruh sistem terhadap pengalaman belajar siswa.
i. Model Responsif
Model ini menekankan pada pendekatan kualitatif-naturalistik. Model ini kurang percaya terhadap hal-hal yang bersifat kuantitatif. Instrumen yang digunakan pada umumnya observasi langsung maupun tak langsung dan interpretasi data.
j. Model Studi Kasus
Model ini terfokus pada kegiatan kurikulum di sekolah, kelas, atau hanya kepada seorang kepala sekolah atau guru, tidak mempersoalkan pada pemililihan sampel, hasil evaluasi ini hanya berlaku pada tempat evaluai ini dilakukan, data yang dikumpulkan terutama data kualitatif.
Kesimpulan
1. Evaluasi Kurikulum adalah serangkaian kegiatan terencana, sistematis, dan sistemik dalam mengumpulkan dan mengolah informasi, memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menyempurnakan kurikulum.
2. Sesuai dengan Permendiknas no 159 tahun 2014 pasal 2 bahwa evaluasi kurikulum diadakan untuk mengetahui apakah hasilnya sesuai dengan harapan yang terkandung dalam tujuan atau tidak. Sehingga bisa menentukan tindakan untuk mengadakan perbaikan dan melanjutkannya atau menggantikannya dengan yang baru.
3. Model- model Evaluasi Kurikulum dapat dibagi menjadi:
a. Model evaluasi kuantitatif
b. Model Evaluasi kualitatif
c. Model ekonomi mikro
d. Model Tyler
e. Model Alkin
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Hamalik, Oemar, Evaluasi Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya
Nasution, Pengembangan Kurikulum,Bandung: Citra Aditya Bakti,2003
Permendiknas no.159 Pasal ayat 4 tahun 2014
Sudaryono, Dasar-dasar Evaluasi Pmbelajaran, Yogyakarta:Graha Ilmu, 2012
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.( Jakarta: Bumi Aksara, 2012
S. Hamid Hasa, Evaluasi Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011
Tidak ada komentar:
Tulis komentar