Momen emosional Menag RI ketika menjelaskan nasib madrasah swasta dan perbedaannya dengan sekolah negeri, sontak viral. Video itu terus berseliweran di medsos. Benar-benar menyentuh dan sesuai fakta!
Betapa berat perjuangan madrasah swasta untuk bertahan hidup. Di tengah gaji gurunya yang sangat kecil, minimnya kepedulian orang tua, fasilitas belajar yang terbatas, serta kendala lainnya, madrasah swasta nyatanya masih eksis, bahkan muncul madrasah baru, di samping tentunya, ada juga yang gulur tikar.
Madrasah swasta yang bertahan dan “la yamutu wa la yahya”, biasanya dilandasi keinginan yang kuat untuk menjaga warisan leluhur. Pengurus yayasan dan gurunya yang tetap berdiri kokoh di tengah badai, itu karena bara perjuangan belum padam. Makanya, meski gaji kecil dan selalu dikucilkan, lembaga itu tetap bertahan.
Saat ini, di tengah efisiensi anggaran oleh pemerintah dan gonjang-ganjing ekonomi, madrasah swasta tentu ada di barisan paling bawah yang makin terinjak. Meski begitu, anehnya mareka tidak teriak. Kenapa? Ya karena laju madrasah swasta itu bukan profit oriented. Guru madrasah menjalani profesi karena dasar perjuangan. Mereka paham, setiap perjuangan mesti butuh pengorbanan.
Tapi, sampai kapan madrasah swasta terus berkorban dan nasibnya tidak berubah? Jawabnya, sampai ruh perjuangan runtuh. Maka, bersyukurlah bangsa ini karena masih ada para pejuang. Mereka berselimut di dalam relung madrasah swasta yang tanpa henti melahirkan pahlawan untuk negeri ini.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar