Iklan

20 Maret 2025

Sarjana TPQ

 

 

Bulan lalu, bertemu seseorang yang dengan riang gembira, dia bercerita:


“Alhamdulillah. Setelah mondok di pesantren, putri saya kuliah dan sebentar lagi lulus. Saya bersyukur, sekarang dia dipercaya mengajar di TPQ, membantu gurunya mengajar anak-anak”.


Mendengar ceritanya, saya turut bahagia sekaligus takjub. Betapa orang tua ini terlihat senang, puas dan bersyukur, bahwa putrinya yang alumni pesantren dan sebentar lagi menjadi sarjana, telah mengabdi di TPQ. Sekali lagi, TPQ Taman Pendidikan Al-Qur’an!


Bagi sebagian orang, capaian itu mungkin tidak membanggakan. Kok bisa dan mau “hanya” menjadi guru TPQ, padahal mondoknya lama dan kuliah berjibaku dengan matkul puluhan sks yang tentu studinya butuh ekstra keras. Tapi, endingnya menjadi guru TPQ.


Itu persepsi sebagian orang. Tapi nyatanya, banyak orang tua, mahasiswa terlebih alumni pesantren justru merasa mendapat kebahagiaan melebihi “Lailatul Qodar” karena dipercaya menjadi guru TPQ.


Artinya, di tengah masyarakat kita, banyak orang tua yang justru bangga anaknya menjadi pejuang. Yah, menjadi guru TPQ berarti siap berjuang. Bukan lagi profit oriented, tapi jihad oriented.


Terkadang, visi misi lembaga pendidikan yang muluk-muluk seperti mencetak generasi berkualitas berdaya saing global, bagi sebagian masyarakat, itu tidak penting. Yang justru urgen dan dibutuhkan bangsa ini adalah generasi pejuang yang mau berjibaku, siang malam, untuk mencerdaskan anak bangsa di mana saja dan kapan saja.


Justru, TPQ yang tersebar di pelosok, di gang sempit, di tengah perumahan padat penduduk dan kumuh, bila TPQ itu pengajarnya alumni pesantren plus sarjana, maka bisa diharapkan TPQ itu akan menjadi lebih berkualitas sebab diajar oleh guru pejuang.


Bahkan, sebenarnya, TPQ menjadi landasan pendidikan paling awal dalam menanamkan akhlaq dan ilmu bagi anak-anak calon generasi emas. Realitas ini yang seringkali kurang diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat.


Para sarjana dan alumni pesantren yang rela mengabdi di TPQ, di pundak mereka layak disematkan gelar “pejuang”.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar