Iklan

17 Maret 2025

Membaca Wahyu

 

 

Dikisahkan, ketika Nabi berada di gua Hira’, Jibril datang. Bahkan, konon dalam rupa aslinya. Ia datang membawa wahyu, lalu berkata: “Bacalah!”. Tentu Nabi heran dan berkata, “Aku bukan pembaca”. Lagi, Jibril berkata: “Bacalah!”. Nabi pun menjawab sama. Begitu hingga tiga kali, atau mungkin berkali-kali.


Pernahkah kita bertanya, apa yang dibawa Jibril? Teks, gambar, suara, cahaya karena malaikat berasal dari cahaya, atau obyek lain? Kenapa Nabi sampai “heran” dengan perintah baca? Apa memang obyek yang dibaca itu adalah “sesuatu” yang lain? Mengingat bahwa wahyu Tuhan itu jelas bukan teks atau bunyi “Bila harfin wa la shoutin”.


Sangat boleh jadi, ketika Jibril menerima wahyu dari Allah, dengan daya yang ia miliki, wahyu itu ditranformasi lagi agar “pesan” itu bisa diterima olehnya dan bisa disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai manusia yang hidup di bumi, yang terikat dengan ruang dan waktu.


Dengan kata lain, ketika wahyu Allah yang qodim diturunkan sekaligus ke Baitul Izzah di langit, wahyu itu menjadi “bahasa langit”, lalu ditransformasi secara bertahap menjadi “bahasa bumi” untuk disampaikan kepada Nabi Muhammad agar diteruskan ke umat manusia.


Dalam teori membaca, organ paling vital tentu saja mata sebagai alat visual untuk membaca obyek (teks). Itupun harus ada cahaya di sekitranya agar obyek dipantulkan ke mata, lalu diterima retina, diolah menjadi sinyal listrik, bertransmisi ke otak sehingga obyek itu bisa dikenali dan dipahami.


Bisakah membaca tanpa mata? Tentu bisa. Misalnya melalui sentuhan ujung jari, dengan cara mendengar melalui telinga seperti teknologi text to speech, dengan sensor kulit, atau bahkan membaca cahaya secara langsung seperti kita membaca lampu lalu lintas dan morse.


Teknologi saat ini, misalnya, membaca cahaya dengan spektrometer, fiber optik, proyektor, hologram, laser dan sebagainya yang cahaya itu memuat “pesan”.


Sangat boleh jadi, Jibril yang entitasnya berasal cahaya (nur), ketika menyampaikan pesan (wahyu) kepada Nabi Muhammad SAW ketika itu di gua hira’, ia mentransformasi wahyu dengan “super high-technology”, terlebih lagi, pesan yang disampaikan itu adalah bahasa langit yang asalnya dari kalam Allah yang qodim. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar