19 Agustus 2009

Maksiat Phobia Jelang Ramadan

 


Dalam hitungan hari, umat Islam sudah tak sabar menyambut datangnya bulan Ramadan. Bulan penuh berkah. Kesempatan menggembleng jiwa dan raga. Arena pengendalian nafsu, sekaligus momen meraih pahala dan fadilah sebanyak-banyaknya.

Antusias umat Islam di berbagai tempat demi bulan suci itu tampak terlihat dari berbagai spanduk "Marhaban Ya Ramadan" dan kegiatan bernuansa religi semacam pengajian umum, book-fair, dan sebagainya. Seakan tak mau ketinggalan, stasiun TV, radio dan media elektonik yang lain juga telah berancang-ancang menyambut datangnya Bulan Nuzulul-Qur'an nanti.

Melihat fenomena itu, ternyata hadis-hadis sugesti seperti: "Barangsiapa merasa gembira dengan datangnya Ramadan, maka jasadnya takkan terbakar api neraka", "Ramadan itu awalnya rahmat, tengahnya ampunan dan akhirnya pembebasan dari neraka", dan masih banyak yang lain, sungguh itu semua telah berhasil mendorong semangat umat Islam berpuasa dan beribadah di bulan Ramadan. Dan ini, secara tidak langsung menjadikan Ramadan sebagai bulan istimewa yang harus disikapi secara istimewa juga.

Begitu istimewanya kesucian bulan itu hingga ada yang tidak rela kesucian bulan --yang telah memang dimuliakan Allah itu-- dinodai oleh pihak-pihak yang dinilai dapat merusak keagungan Ramadan sampai-sampai segerombolan umat Islam perlu turun jalan mengkampanyekan Ramadan dan meneriakkan perlunya amar makruf nahi mungkar. Mereka "sangat takut" jika maksiat tetap ada dan tersebar dimana-mana pada saat Ramadan.

Entah mengapa kok begitu takut? Apakah dengan banyaknya maksiat itu keagungan Ramadan menjadi berkurang ataukah mereka khawatir diri mereka itu terjelembab ke jurang maksiat saat nanti tiba bulan Ramadan sehingga sejak dini aneka maksiat harus dibasmi? Warung-warung disweeping. Tempat pelacuran diobrak-abrik. Bendera bertuliskan "La ila ha illah Muhammad Rasulullah" berkibar di tengah tempat maksiat agar para durjana insaf dan tobat. Para pejuang Islam berjubah dan berlisan fasih mulai keliling ke posko-posko setan demi amanah nahi mungkar, lalu menyakiti dan mencederai orang lain. Sementara aparat keamanan yang berwenang juga tak mampu berbuat apa-apa. WTS, preman, pejudi, pemilik warung di siang hari, mereka dicari-cari, dicaci-caci, dibenci melebihi teroris yang aksi bomnya memakan korban dan menghantui masyarakat.

Perlakuan preventif terhadap Ramadan tersebut, seringkali begitu agresif dan biasanya selalu menjadi agenda rutin jelang Ramadan. Sepertinya hal ini menjadi salah satu aksi nahi munkar yang momennya ditepatkan untuk menyambut datangnya bulan penuh ampunan. Ada juga yang berpendapat bahwa aksi atasnama solidaritas dan dakwah itu merupakan bagian dari jihad, atau bahkan bagian dari upaya pendirian syariat Islam dan khilafah Islamiyah di Indonesia.

Sebagai awam, saya kurang paham, apakah Rasulullah selalu melakukan sweeping maksiat jelang bulan Ramadan? Apakah memang cara-cara keras yang tidak mau disebut fundamentalis dan anarkis itu memang implementasi dari "Fal-Yughayyir bi Yadih", "Wa Jaahidu fillahi haqqa jihadih", atau dalil-dalil lain yang menjadi dasar kebenaran yang kelak siap dipertanggungjawabkan di depan Allah atas aksi-aksi preventif hingga ke level agresif yang menghalalkan main hakim sendiri sebelum bulan penuh kasih sayang itu benar-benar tiba?!

Maksiat-phobia atau ketakutan terhadap maksiat, sebaiknya dimulai dari diri sendiri yang harus mampu menahan nafsu amarah, memahami bahwa setanlah musuh yang nyata, memiliki kearifan mendalam untuk mengajak bukan mengejek, meranggul bukan memukul, memberi contoh dengan menampilkan diri sebagai orang yang benar-benar puasa. Puasa dari maksiat, berbuat bejat, nekat, bengis pada sesama, watak barbar,dan cara-cara setan lainnya.

Marhaban, Selamat Datang Bulan Ramadan! Bulan Damai Penuh Rahmat dan Kasih Sayang. Bulan Bertabur Ampunan. Ampuni aku dan saudaraku yang selalu tidak sabar dan selalu marah dengan membawa-bawa asma agung-Mu, Ya..Allah.

Arosbaya, Madura, 19 Agustus 2009

Tidak ada komentar:
Tulis komentar