Beberapa hari ini, atas himbauan guru, saya membaca sebuah buku 
berjudul "Membongkar Kedok Liberal Tokoh-Tokoh NU" karya KH Muhammad 
Najih Maimoen. Melihat judulnya saja, saya atau mungkin orang lain 
khususnya para nahdiyyin, akan terkejut dan bertanya-tanya: Benarkah 
"madzhab liberalisme" telah menjangkiti tokoh-tokoh NU? Jika benar, lalu
 siapa saja mereka? Yang terpenting lagi, kira-kira apa dampaknya bagi 
umat Islam, terutama warga NU?
Masih banyak lagi yang 
perlu dipertanyakan seputar isi buku tersebut. Pada awalnya, saya 
mengira, mungkin saja buku ini bertendensi provokatif, mengingat 
lahirnya buku ini berhubungan dengan pemilihan calon Ketua Umum PBNU 
pada Muktamar NU ke-32 di Makassar Sulawesi Selatan yang lalu. Akan 
tetapi ternyata, data dan fakta yang diungkap di buku tersebut merupakan
 hasil penelitian, pengamatan dan olah dokumen yang terkumpul sejak 
lama. Artinya, benih-benih liberalisme itu telah bersemayam jauh sebelum
 adanya ranah politik dan kepentingan kekuasaan.
Semoga 
saja, penulis buku ini hanya bertujuan untuk "mengingatkan" akan bahaya 
liberalisme sehingga isi buku ini tidak disalah pahami. Buku ini seakan 
menjadi “warning” bagi para pemimpin dan umat Islam agar sadar akan 
bahaya racun pemikiran liberalisme yang diyakini dapat merusak akidah 
Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Bagi para pemikir atau tokoh yang ada di 
pucuk pimpinan, boleh jadi aksi “tebar wacana” menjadi hal lumrah supaya
 pola pikir menjadi maju, progressif dan kritis. Namun tidak bagi 
kalangan awam dan masyarakat di akar rumput. Mereka yang “bermakmum” 
kepada kiai dan ulama, akan terasa diombang-ambingkan oleh pemikiran dan
 akidah “model baru” yang sebelumnya tidak mereka temukan pada 
ulama-ulama terdahulu.
Bagi saya pribadi, yang justru 
mengejutkan dari isi buku ini adalah dicatutnya para tokoh NU yang 
jumlahnya mencapai 25 orang. Sungguh mengejutkan, apalagi di antara 
mereka muncul nama-nama baru yang sebelumnya tidak dianggap liberal. 
Lain halnya seperti Gus Dur, Ulil Abshar Abdalla, Said Aqil Siradj, 
Masdar Farid Mas’udi atau M. Luthfi As-Syaukani. Mereka memang tokoh 
kontroversial yang lahir ke permukaan karena pikirannya yang “nyeleneh” 
sehingga jelas, jika bicara tentang liberalisme dan pluralisme, 
nama-nama itu tidak pernah absen.
Ternyata, selain mereka,
 masih ada tokoh-tokoh lain yang disebut penulis sebagai bagian dari 
tokoh liberal di tubuh NU. Di antaranya, Salahuddin Wahid, Ahmad Bagja, 
Mustofa Bisri, Abdul Muqsith Ghozali, Husein Muhammad, Nasaruddin Umar, 
Alwi Abdurrahman Syihab, Abdul A’la, Ahmad Sahal, M. Jadul Maula, 
Fathimah Utsman, Hamid Basyaib, Sumantho Al-Qurthuby, Zuhairi Miswari, 
Mun’im A. Siry, Nong Darol Mahmada, Zainun Kamal, Taufiq Adnan Kamal, 
Saiful Muzani dan Ihsan Ali Fauzi.
Disebutnya tokoh-tokoh 
NU itu sebagai kaum liberal, tidak lepas dari pernyataan dan pemikiran 
mereka yang dinilai penulis buku ini terlibat dengan Jaringan Islam 
Leberal (JIL), melindungi aliran Syi’ah, menolak formalisasi Syariat 
Islam, membela aliran sesat seperti Ahmadiyah dan sebagainya. Pada 
akhirnya, buku ini berkesimpulan bahwa NU yang ada di bawah bayang 
tokoh-tokoh liberal, sudah melenceng jauh dari Qonun Asasi yang 
dicetuskan oleh KH Hasyim Asy’ari. Sebab, mereka itu –menurut penulis- 
sudah menjadi agen-agen orientalis barat yang hendak menghancurkan 
akidah dan keimanan umat Islam.
Benarkah demikian? Wallahu A’lam.
 Sebab, boleh jadi hal ini hanyalah “ignorence of Islam” atau kesalah 
pahaman dalam memahami Islam. Atau dengan kata lain, kurangnya 
komunikasi antara pihak-pihak yang berperan sebagai elit NU dengan 
kalangan NU Garis Keras dalam menyikapi persoalan bangsa dan umat yang 
memang sangat kompleks sehingga terjadi salah penafsiran. Akibatnya, 
kontroversi yang ada di kalangan para ulama atau pemimpin umat, jelas 
akan membingungkan umat. Bisa-bisa, karena fanatisme ketokohan, lalu 
terjadi perpecahan di antara umat itu sendiri. Inilah yang sesungguhnya 
berbahaya.
Indonesia yang bhinneka ini memang sangat 
rentan untuk dipecah belah, entah oleh siapa dan untuk apa. Adanya 
berbagai ragam agama, sekte, kepercayaan, ras, bahasa, suku, ormas dan 
sebagainya itu adalah sasaran empuk untuk memporak-porandakan Indonesia,
 termasuk juga NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, bahkan juga
 di dunia.
(Book Review: Membuka Kedok Tokoh-Tokoh Liberal
 Dalam Tubuh NU. Penulis: KH MUhammad Najih Maimoen. Penerbit: Toko 
Kitab Al-Anwar Sarang Rembang bekerja sama dengan Majlis Khair. Tahun: 
2011)





Semoga umat Islam di Indonesia diteguhkan dalam aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
BalasHapusAda juga yang mengkalim NU seperti SYIAH, mereka mengatakan "Gus Dur yang sebagai ulama besar sekaligus Ketua Umum NU semasa hidupnya pernah mengatakan bahwa NU adalah golongan Syi’ah yang minus imamah".
BalasHapusBagaimana ini, apa memang demikian?
Silahkan cek di :
http://syiahali.wordpress.com/2012/10/08/gus-dur-nu-itu-syiah-minus-imamah-syiah-itu-nu-plus-imamah/
Saya sangat prihatin dengan ulama sekarang, kenapa mereka dengan mudah menghakimi ulama lain tidak baik, padahal mereka tidak tahu isi hati antara ulama satu dengan ulama lainnya, apakah tidak sebaiknya dikonfirmasi kepada yang bersangkutan, saya hanya tidak ingin ulama2 NU terjebak dalam penyakit hati, merasa paling benar, paling pintar, dan lain-lain. Kalau sampai yang disampaikan salah bukankah hanya akan menanggung dosa? Sebaiknya gunakan cara yang bijaksana dalam menyikapi segala permasalahan, karena jika tidak dengan bijaksana sudah tentu akan memecah belah umat ini, karena apapun pasti ada pro dan kontra.
BalasHapusberpikir jernih
BalasHapuswah wah wah
BalasHapusjil harus diberantas dari bumi indonesia
BalasHapusdahlan iskan korupsi
BalasHapusBiasa sj.beda pendapat bagian dr rohmad Allah agar kita terus belajar..ad yg menyerang ulama lain ya itu bumbunya .kalau kita ikut 2 dg ngawur...berarti kita bodo...he he .peace prend ini cm pandangan sy nanti yg kontra sewot...silahkan he he
BalasHapusBiasa sj.beda pendapat bagian dr rohmad Allah agar kita terus belajar..ad yg menyerang ulama lain ya itu bumbunya .kalau kita ikut 2 dg ngawur...berarti kita bodo...he he .peace prend ini cm pandangan sy nanti yg kontra sewot...silahkan he he
BalasHapusBiasa sj.beda pendapat bagian dr rohmad Allah agar kita terus belajar..ad yg menyerang ulama lain ya itu bumbunya .kalau kita ikut 2 dg ngawur...berarti kita bodo...he he .peace prend ini cm pandangan sy nanti yg kontra sewot...silahkan he he
BalasHapusPendapat ulama gak bisa dibuat fatwa, karena aturan2 dan hukum yang alloh subhanahubwa ta'ala sudah jelas tertera dalam al quran , hati2 pemikiran liberalis , bertoleransi antar beragama boleh lah , tp untuk berdoa lintas agama tidak bisa , akidah kita dengan orang kafir beda , allohu ahad , tiada tuhan selain alloh.
BalasHapusCoba dari tokoh yg pro kepada Ulama2 yg disebutkan namanya dlm buku itu membuat buku bantahan dgn data dan fakta.
BalasHapusPlease....
NU pesawat besar yg tengah di bajak dan di kendalikan Org2 Sepilis dan susyi sialnya bnyk penumpangnya gak sadar klo pun ada sadar udah nyaman ato kadung ewuh pakewuh gak mau ribet dan ribut dgn sesama mrk smkin kesini dan tokoh2 perusak itu gak ada matinya malah makin menggila mati satu tumbuh seratus
BalasHapus