Hasil diskusi tiada henti antara para gus dan sesepuh alumni yang
kemudian dilanjutkan dalam Lokakarya Alumni, dan terakhir, hasilnya
dipresentasikan dalam acara Reuni Akbar & Haflah PIQ ke-34, Ahad 5
Mei 2012 lalu, merupakan titik bersejarah dalam menggagas dan merintis
The New PIQ di masa depan.
Laksana bola salju yang terus
menggelinding, wacana itu kini akan terus diperbincangkan dan tentunya
harus selalu ditindaklanjuti dengan langkah-langkah riil. Perlunya, agar
mimpi itu tidak berhenti hanya sekedar wacana belaka sehingga bak mimpi
basah yang tak menghasilkan apapun kecuali bercak.
Oleh
karenanya, segala sumbangan baik berupa pemikiran, opini, produk maupun
dana penunjang harus terus ditebar, disosialisasikan, diusahakan supaya
semua pihak tahu dan menyadari, terutama bagi keluarga besar PIQ, bahwa
"kita" sedang punya gawe atau proyek besar untuk masa depan yang itu
sudah dimulai.
Tulisan edisi perdana ini, berharap akan
menyuguhkan beberapa hal kecil yang boleh jadi bisa menjadi bahan
pemikiran dan bagian dari sosialisasi tersebut. Tentunya, akan lebih
sempurna bila semua pihak memberikan sumbangsih yang pasti akan
bermanfaat dalam meniti masa depan PIQ.
Melihat kesatuan
antara seluruh keluarga ndalem, santri dan alumni pada momen Reuni Akbar
awal Mei lalu, kian menambah keyakinan kita dalam melangkah. Meminjam
istilah Ust Abdullah Murtadha, sinergi semua komponen alumni dan
jaringan PIQ yang luas inilah sebenarnya kekuataan riil PIQ yang teramat
mahal nilainya.
"Himmatur rijaal tahdimul jibaal", begitu
peribahasa Arab yang pernah diajarkan Ammi Luthfi saat di pesantren
dulu. Bahwa, tekad lelaki sanggup meruntuhkan gunung sekalipun. Dengan
kata lain, tidak ada kata "impossible" bila semua santri dan alumni
telah menyatukan tekad. Mega proyek di depan mata ini, bukanlah sesuatu
yang mustahil untuk diwujudkan.
Salah satu buktinya,
ajakan Gus Faiz untuk memulai "Ayo, sejak hari ini dan mulai dari diri
sendiri" ternyata seperti gayung bersambut. Para alumni yang sebelumnya
banyak tidak siap, eh akhirnya demi PIQ mereka menunjukkan loyalitasnya
dengan memberi sumbangan awal yang itu sangat berharga untuk mengukur
komitmen kita bersama.
Satu lagi pesan berharga dari Gus
Anas, sebagai santri kita tidak boleh lupa dengan kekuatan doa. Itulah
senjata seorang mukmin, begitu sabda Nabi. Artinya, sejak hari ini pula,
setiap keluarga besar PIQ dihimbau untuk menyelipkan dalam doanya untuk
terealisasi PIQ masa depan yang kita cita-citakan bersama.
Mengetahui
mega proyek bernilai 149 Milyard ini, mungkin saja, proyek ini masih
dilihat dalam tataran mimpi, dan pandangan ini memang wajar. Namun, yang
perlu dicatat, bahwa ini ru'yah shalihah dari para santri yang shalih,
bukan mimpi biasa. Menurut Ibnu Sirin, hal semacam itu lebih mudah
menjadi kenyataan.
Oleh karenanya, seperti hadis Nabi,
"jaddiduu imanakum....", maka proyek itu harus terus dikumandangkan,
diucapkan, ditulis dan terus diingat agar merasuk ke dalam jiwa dan
terwujud dalam langkah nyata. Tanpa upaya untuk terus menggugah dan
menggugah, proyek itu bisa saja kandas di tengah jalan karena mudah
dilupakan.
Pada sambutan terakhir, Gus Rifat pun tidak
menutupi rasa kagumnya terhadap respon alumni dan santri, terutama
terhadap perolehan infaq dadakan siang itu. Menurut beliau, dibandingkan
dengan hasil penggalian dana di saat pembangunan awal PIQ tahun 1978
lalu yang besarnya sekitar 150.000 rupiah, maka infaq awal dari para
alumni pada Reuni Akbar Mei lalu itu, sudah cukup menggembirakan.
Artinya,
sebagai langkah pertama, itu sudah cukup mantap meski harus terus
diusahakan. Sebab, jalan masih panjang, kata Bimbo. Murabbir ruh, Kiai
Basori Alwi berpesan agar generasi PIQ bisa meneruskan estafet
keberhasilan PIQ yang telah beliau perjuangkan. Caranya, dengan
menjadikan puncak prestasi atau “nihayah” yang pernah diraih PIQ selama
ini sebagai “bidayah” atau permulaan kita semua dalam melangkahkan kaki
menuju PIQ di masa depan.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar