28 September 2012

Iklan Masjid Dijual

 



Bahasa, menurut para linguis, memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh selain bahasa. Sebab itu, al-Quran menjadi wahyu terbesar bagi Nabi Muhammad saw yang sifatnya abadi. Melalui bahasanya, al-Quran mampu meluluhkan hati, menenangkan jiwa dan memanusiakan manusia.

Meski demikian hebatnya bahasa, namun sayangnya, tidak semua orang bisa memahami kekuatan bahasa itu sendiri. Kesaktian sebuah kalimat seringkali "dimakan" mentah-mentah karena kedangkalan seseorang dalam menyelami maknanya. Inilah uniknya bahasa.

Kini, ada fenomena bahasa yang cukup menarik perhatian. Yakni, bahasa iklan dan bahasa motivasi yang digunakan panitia pembangunan masjid sebagai media komunikasi untuk menarik perhatian pembaca yang tujuan akhirnya adalah donatur menjadi tertarik lalu tergugah untuk turut andil menyumbangkan dana, bahan material atau lainnya.

Bila tujuan itu tercapai, maka itulah bukti bahwa bahasa memang memiliki kekuatan menggerakkan. Nah, bahasa fenomenal yang saya maksud disini adalah kalimat yang biasa terpampang pada sebuah banner besar bertuliskan:

"Dijual Masjid, 2 Juta/meter. Beli Masjid 2 juta/meter Berhadiah Rumah. Segera Hubungi Panitia"

Jelas, kalimat di atas bermuatan reaktif, provokatif dan bahkan kontradiktif. Namun, inilah tujuan bahasa iklan, yakni menarik perhatian pembaca seefektif mungkin. Oleh sebab itu, diperlukan bahasa yang tidak biasa, singkat, padat, tapi bermakna. Dan, yang lebih penting lagi, berefek positif sesuai tujuan dari iklan tersebut. Yakni, menyedot perhatian para pembaca yang dermawan untuk kemudian bersedia menjadi donatur dan relawan. Inilah intinya.

Kata "Jual" dan "Beli" disini adalah bahasa transaksi yang umum digunakan di dunia bisnis. Kata "Jual-Beli" ini adalah kata yang paling populer. Allah pun sering menggunakan kata "Jual-Beli". Misalnya, Allah "membeli" jiwa dan harta orang-orang mukmin (QS. At-Taubah: 111).

Termasuk dalam makna "Jual-Beli" atau "Transaksi" ini adalah hutang-piutang, sewa, gadai, simpan-pinjam, hingga pemberian berupa sumbangan, hibah, hadiah dan sebagainya. Dalam perspektif bahasa, semua transaksi ini sering juga diwakili kata "jual-beli" sebagai akad transaksi.

Dengan kata lain, kalimat "Beli atau Jual Masjid" bisa bermakna "Menyumbang untuk Masjid". Artinya, di sini ada transaksi, donatur menyumbang, panitia menerima. Donatur menyumbangkan uang, bahan dan tenaga agar sumbangannya menjadi amal jariyah, Allah swt menerima amal mereka dan menyediakan pahala jariyah yang pahalanya terus mengalir bagi si donatur.

Inilah transaksi dan inilah bagian dari makna "Jual dan Beli" pada bahasa iklan pembangunan masjid. Lalu, bagaimana dengan kata "Berhadiah Rumah"? Jawabnya jelas, sesuai hadis Nabi Muhammad saw, siapa yang membangun masjid, Allah akan membangun sebuah rumah untuknya di surga. Inilah hadiah. Hadiah adalah pemberian sebagai wujud dari pahala yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya.

Lha kok dipatok 2 juta? Sementara itu, di tempat lain, ada yang cuma 1 juta, 500 ribu, dan seterusnya. Mengapa ada tarifnya? Rumah di surga kok murah banget?

Inilah pertanyaan yang juga muncul sebagai reaksi atas bahasa iklan tersebut. Pertanyaan ini ada, boleh jadi karena memang yang bertanya itu tidak memahami bahasa iklan, atau mungkin saja karena begitu dahsyatnya bahasa iklan yang tidak biasa itu sehingga tidak semua orang awam bisa mengerti.

Tentang angka 2 juta, 1 juta atau bahkan 1 milyard, semua ini adalah inspirasi panitia yang tentunya didasarkan pada logika dan alasan tertentu. Bukankah menghakimi tanpa konfirmasi dan usaha untuk memahami, juga termasuk tidak bijak?

Nominal harga 2 Juta per-meter persegi, misalnya, seperti yang diajukan Panitia Pembangunan Masjid Muritsul Jannah dalam bannernya, didasarkan pada RAB (Rencana Biaya Anggaran) yang diperkirakan menyerap 1.8 milyard untuk ukuran masjid 3x300 meter = 900. Artinya, dengan anggaran 1.8 milyar berarti per-meter menelan biaya 2 juta mulai dari pemugaran hingga finishing mencakup semua kebutuhan eksterior maupun interior masjid.

Lalu, bagaimana dengan kalimat "Dapat Sertifikat". Ada yang memahami kalimat ini secara mentah dan mengira dapat sertifikat tanah SHM (Sertifikat Hak Milik). Lucu sih, tapi inilah efek kekuatan bahasa iklan. Ada pula yang berkata, "Kok hanya yang nyumbang 2 juta yang dapat sertifikat?"

Untuk pertanyaan terakhir ini karena memang telah ditafsiri sendiri oleh si pembaca yang mungkin saja dia tidak paham atau sedang emosional. Sebab, dalam iklan tersebut tidak ada kalimat "Hanya yang nyumbang 2 juta yang berhak atas sertifikat". Selain itu, yang perlu dimengerti lebih dulu adalah apakah sertifikat yang dimaksud tersebut?

Sertifikat disini bisa diartikan "piagam penghargaan" atau lebih lebih tepatnya, karena bahasa iklan disini masih mengandung makna "transaksi", maka sertifikat yang dimaksud adalah "bukti otentik" bagi donatur yang memintanya. Sebab, boleh jadi, si donatur perlu bukti dari panitia bahwa dana yang disumbangkan telah tersalurkan dan sampai di tangan panitia.

Inilah perlunya sertifikat sebagai tanda bukti, nota, catatan sekaligus penghargaan. Dan, yang perlu dicatat, sertifikat atau piagam ini diberikan panitia hanya bagi yang memintanya dan panitia selalu siap memberi sertifikat itu terhadap siapa saja yang memerlukan, bahkan terhadap donatur yang menyumbang kurang dari 2 juta sekalipun. Tanpa pandang bulu!

Demikian penjelasan tafsir bahasa iklan “Masjid Dijual” yang dipilih panitia pembangunan masjid. Dengan paparan ini, semoga bisa dimengerti bahwa tidak ada tujuan lain dari bahasa iklan tersebut kecuali kemaslahatan demi ridha Allah. Yakni, terwujudnya masjid masa depan.

3 komentar:
Tulis komentar