Hampir setahun, sejak 2011 aku dipilih oleh para sesepuh di kampung untuk menjabat Takmir Masjid Muritsul Jannah Kotalama Malang, belum ada program yang signifikan dalam memakmurkan masjid. Saat itu, programku hanya melanjutkan rutinitas biasa seperti menjadi imam shalat, mengatur jadual imam dan khatib, mengurus pengajian rutin, memonitoring Khatmil Qur’an, dan sebagainya. Sementara itu, keinginan untuk merenovasi masjid semakin hari semakin besar dan menuntutku untuk segera membuat terobosan baru.
Yah, harus ada terobosan baru dan cepat agar cita-cita berdirinya masjid megah menjadi kenyataan. Namun, apa yang harus aku lakukan? Mengingat usiaku yang masih muda dan sama sekali tidak berpengalaman memimpin jamaah dalam organisasi kemasjidan. Hingga tiba suatu hari, Agus Umar, teknisi ahli di bidang sound system masjid ini memberi saran agar saya membuat banner bertuliskan: “Mohon bantuan dan doa restu, Renovasi Masjid Muritsul Jannah.”
Setelah banner itu terpasang, tepat di depan masjid, jamaah pun mulai membincangkan wacana renovasi. Mayoritas setuju, meski ada pula yang pesimis. Namun, meski banner telah terpasang cukup lama, hampir tidak ada yang serius memberi masukan soal langkah apa yang mesti ditempuh. Padahal, hal ini yang paling krusial dan saya harapkan. Kecuali, Imam Hanafi yang sering mengajakku berbincang dan terus memotivasi agar rencana renovasi jangan sampai gagal.
“Bagaimana kalau kita undang beberapa orang untuk membahas hal ini, yah semacam panitia kecil yang tujuannya membahas langkah kongkrit?”, usul Agus Umar yang tentu saja segera saya setujui dengan mengundang 9 orang pemuda.
Kesembilan pemuda itu adalah Agus Umar, Imam Hanafi, Haji Sofyan Arif, Haji Idris, Haji Abdul Manan, M. Syakban, M. Muhdhor, Suyanto, dan saya sendiri.
“Wah, jumlahnya pas sembilan seperti Wali Songo aja?”, seloroh salah satu peserta yang disambut canda tawa.
Bahasan pertama kami adalah memilih calon ketua panitia pembangunan. Ada 3 nama yang paling mengemuka, pertama, Haji Taufik atau yang dikenal Haji Syafiin, kedua, Haji Anwari yang akrab disebut Haji Joni, dan ketiga adalah Haji Bambang Sugianto (Buring). Nama terakhir ini memang teknisi sipil dan pemborong berpengalaman yang kebetulan isterinya juga asli dari warga Gang Muris. Namun, karena pertimbangan jarak dan waktu, pada akhirnya beliau tidak masuk ke dalam kandidat ketua panitia.
Tersisa 2 nama yang sama-sama berpotensi dan layak menjadi ketua panitia. Namun, melihat kesempatan yang dimiliki Haji Syafiin tampak lebih luang karena tidak sering disibukkan oleh pekerjaan, maka kami semua sepakat menunjuk beliau sebagai ketua panitia. Itu pun dengan satu syarat, bahwa yang bersangkutan bersedia. Mengingat, tugas ini tidak ringan.
Oleh karena itu, kami pun berharap semoga beliau bersedia menjadi ketua, dan kami pun berdoa agar semua i’tikad baik ini diridhai dan dipermudah oleh Allah swt. Hanya itu agenda utama kami, sekaligus menunjukkan perwakilan dari kami untuk merayu Abah Syafiin.
Inilah langkah awal dari sebuah proyek renovasi pembangunan Masjid Muritsul Jannah yang bermula dari keputusan sembilan pemuda. Nabi bersabda, “Di tangan pemuda, masa depan umat Islam.” Bung Karno pun pernah berkata, “Beri aku tujuh pemuda, maka aku akan memindahkan gunung.”
Jika demikian, sembilan pemuda itu mestinya sudah lebih dari cukup untuk membuat perubahan dan merubah masa depan. Kami percaya itu.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar