18 November 2017

Sistem Marketing Boikot

 



Akhir-akhir ini, terutama pasca aksi wirosableng 212, publik netizen sering diajak dan digiring untuk ikut-ikutan sistem marketing gaya baru bernama SMB alias Sistem Marketing Boikot. Sebenarnya, sistem ini bukan murni produk jaman now, justru ini model old. Para alumni sableng yang mempopulerkannya lagi. 


Sistem Marketing Boikot adalah cara mengajak kelompok lain untuk meninggalkan atau memboikot produk dagangan. Cara ini bersifat emosional, biasanya karena alasan tertentu yang sengaja dibuat-buat agar orang lain beralih atau berhenti menjadi konsumen suatu produk untuk kemudian diarahkan ke produknya sendiri. Begitulah akal bulus, hehehe...

Jadi, sistem ini sebenarnya kotor meskipun dibalut dengan promo agamis dan dilabeli rentetan dalil. Dalam dunia bisnis, SMB ini mungkin sah-sah saja karena bisnis memang tidak bisa lepas dari aroma persaingan. Tapi, kotor tetap saja kotor. Bahasa agamanya, najis tetap saja najis.

Dulu, saat masih kanak-kanak, cara SBM ini seringkali dipakai sekelompok bocah yang karena sesuatu hal, lalu memboikot teman se-permainan. Hanya saja lama-kelamaan, mereka ya balikan lagi, tidak serumit balikan sama mantan. Namanya saja bocah, letupan emosi sesaat mesti ada. Akan tetapi, mereka masih lebih baik karena tidak membawa-bawa isu SARA dalam persaingan. Itulah uniknya bocah.

Lain lagi dengan sebagian alumni wirosableng. Di satu sisi pakai aksi boikot, tapi di saat bersamaan, ternyata memasarkan dagangannya. Oalah, ujung-ujungnya sih tetap aja bisnis. Kembali ke kaidah umum ekonomi: "Bisnis itu muaranya meraih keuntungan". Yang lain, bisa disebut asesoris belaka agar bisnisnya diterima dan laku di pasaran.

Jadi, fenomena boikot produk semisal Starbuck, Sariroti, Traveloka, dan sebagainya itu hanya persaingan bisnis saja. Gaya boikot semacam ini hanya cara jadul yang memanfaatkan emosi sesaat. Pada akhirnya, semua kembali pada standar layanan, yaitu: kualitas, cepat, dan murah.

Sudah bukan zamannya lagi ada produk dicampuri berupa unsur SARA, apalagi pakai label akidah segala, dijamin deh gak akan laku. Kalaupun ada, jangan percaya deh. Itu sih pasti pesan sponsor! Ada udang di balik bakpao papa. Kalau mau dagang, ya dagang saja. Silahkan pakai pesan dan tema apa saja, asal tidak pakai cara-cara boikot. 

Kalau bisnis pakai sistem boikot di jaman now, pasti akan jadi bahan meme, karena di era global dan milenial hampir semua orang bisa mengakses informasi seluas-luasnya dan berkomunukasi tanpa batas. Jadi, konsumen makin sulit dibohongi dengan cara SMB.

Pada akhirnya, semua kembali kepada konsumen sebagai raja. Yakinlah, cara-cara boikot produk ini tidak akan laku di pasaran, apalagi kalau sambil memboikot ternyata titip iklan. Sebaiknya, sudahi aja sebelum ketabrak tiang, hehehe...

Tidak ada komentar:
Tulis komentar