Iklan

21 Mei 2025

Madinah: Cahaya Cinta

 

 


Di tengah jazirah yang gersang, tersembunyi sebuah taman hati. Di sanalah, di tanah yang dulu bernama Yatsrib, sejarah berganti wajah menjadi Madinah “al-Munawwarah”, kota yang disinari. Bukan disinari oleh matahari, melainkan oleh kehadiran manusia pilihan: Muhammad SAW.


Madinah adalah tempat cinta menemukan bentuknya yang sejati—lembut, sabar, mengayomi. Di sinilah Rasulullah SAW menetap setelah hijrah. Hijrah bukan pelarian, tapi pernyataan: bahwa kebenaran harus terus berjalan, walau harus meninggalkan yang dicinta.


Di kota ini, masjid pertama dibangun: Masjid Quba, tempat yang disebut Rasul sebagai tempat shalat yang nilainya sebanding dengan umrah. Di kota ini pula, Masjid Nabawi berdiri, bukan hanya sebagai bangunan, tapi sebagai pelukan sejarah yang tak pernah usang. Di sanalah Rasul dimakamkan. Dan bagi setiap hati yang mencintainya, mengucap salam di makamnya adalah seperti pulang setelah perjalanan panjang.


Madinah mengajarkan bahwa agama ini bukan hanya tentang hukum, tapi tentang akhlak, kasih sayang, dan kemanusiaan. Di sinilah kaum Muhajirin disambut oleh Anshar dengan tangan terbuka, dibagi rumah, rezeki, dan kasih tanpa pamrih. Sebuah potret masyarakat yang hari ini dirindukan dunia.


Madinah adalah kota damai. Rasul pernah bersabda, "Iman akan kembali dan berpusat di Madinah seperti ular yang kembali ke lubangnya." Maka siapa pun yang datang ke Madinah dengan iman, akan merasakan ketenangan yang tak bisa dijelaskan oleh logika. Ia hanya bisa dirasa.


Di Madinah, langkah-langkah terasa ringan. Waktu berjalan lambat. Air mata mudah mengalir. Ada kerinduan yang entah kenapa seperti selalu baru. Karena Madinah bukan kota biasa—ia adalah tempat di mana cinta kepada Nabi SAW dirawat, bukan hanya dikenang.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar