Iklan

Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

2 Mei 2024

RPS MK Manajemen Kurikulum S3 PBA

 

CAPAIAN PEMBELAJARAN 

MANAJEMEN KURIKULUM BAHASA ARAB

  1. Memahami gambaran besar wilayah manajemen kurikulum
  2. Menganalisis siklus pengembangan kurikulum
  3. Menyusun dokumen kurikulum
  4. Menyusun RPS/Modul Ajar
  5. Menyusun rubrik penilaian dari berbagai aspek/domain belajar
  6. Menganalisis proses implementasi kurikulum
  7. Menganalisis pengembangan staf untuk mengimplementasikan kurikulum
  8. Menyusun instrumen penjaminan mutu kurikulum
  9. Mengevaluasi program kurikulum (internal dan eksternal)
  10. Analisis Kasus
  11. Menyusun Artikel dan Submit Jurnal



1 Mei 2024

4 Tipe Wali Murid

 


Ada 4 tipe wali murid untuk sekolah, madrasah, PT, pesantren, madin, TPQ, dan lembaga pendidikan lainnya.


Pertama, Mampu dan Peduli


Wali murid tipe pertama ini dambaan bagi pengelola lembaga pendidikan. Sekolah yang wali muridnya mampu dan peduli, pastinya lebih mudah dalam mengelola lembaga karena wali murid bisa diajak bahkan bisa dipaksa “bekerjasama”. Mampu di sini adalah punya kemampuan finansial yang lebih dari cukup, plus berpendidikan tinggi. Karena itu, dia peduli. Berapapun biaya yang dibutuhkan sekolah, demi anak, orang tua siap. Asalkan, layanan terjamin, prestasi sesuai ekspektasi, fasiltas memadai, maka wali murid siap lahir batin.


Sekolah yang wali muridnya tipe pertama, jelas lebih mudah maju. Manajer sekolah bisa bebas berkreasi karena dukungan wali murid sepenuh hati, jiwa, raga dan juga dana. Jika ada sekolah yang tidak maju, jalan di tempat, padahal kondisi wali murid mampu dan peduli, berarti ada yang error pada bagian manajemen. Kepala sekolah, guru atau siapa yang menjalankan pendidikan di sekolah itu harus segera diganti. Segera. 


Begitu asyiknya ada wali murid yang mampu dan peduli, kadang menggoda sekolah bertindak seenaknya menaikkan biaya pendidikan setinggi-tingginya. Tidak masuk akal. Sementara itu, sekolah di sekitarnya miskin dan makin tertinggal. Sulit dapat murid, jauh dari bantuan, dan merasakan berbagai penderitaan lainnya.


Kedua, Tidak Mampu dan Peduli


Wali murid level kedua adalah yang tidak mampu secara finansial. Hidupnya pas-pasan, ekonominya sulit, penghasilan tidak menentu. Biasanya, wali murid ini juga pendidikannya tidak tinggi. Hanya lulusan MI, Tsanawiyah atau pondok yang tidak sekolah formal. Biasanya, tidak semua. Akan tetapi, dia peduli dengan pendidikan anaknya. Dia sadar, bahwa dirinya tidak pintar, tapi ingin sekali anaknya sukses dan bisa sekolah. Paling tidak, melebihi dirinya.


Sekolah yang wali muridnya dihuni level dua ini, perlu kerja keras. Yayasan dan kepala sekolah, bahkan pemerintah, harus peduli kepada mereka. Sekolah harus mengusahakan diskon, beasiswa, cari bantuan, dan kerja apa saja untuk membantu mereka agar anak-anaknya bisa sekolah dan merasakan pendidikan yang berkualitas juga. Artinya, sekolah butuh kreativitas dan pengorbanan lebih.

 

Sebaliknya, wali murid tipe kedua ini juga harus peduli dan siap bekerjasama. Jika tidak bisa membantu dengan uang, boleh dengan tenaga, pikiran, atau jalan bareng sekolah untuk cari bantuan. Itu baru kolaborasi yang baik. Sama-sama peduli dan berjuang untuk peserta didik.


Ketiga, Mampu dan Tidak Peduli


Wali Murid tipe ketiga ini, biasanya orang sibuk, tapi dia kaya atau berpendidikan tinggi. Dia paham pentingnya pendidikan, bahkan siap saja bila dimintai donasi. Tapi, tidak peduli. Pokoknya, dia pasrah kepada guru dan sekolah. Tidak peduli anaknya nakal, prestasinya merosot, ada PR, dan segala yang dihadapi anak, dia tidak peduli.


Dia baru peduli kalau anaknya dikerasi oleh gurunya. Pokoknya, anaknya harus dimanja seperti raja. Tapi, orang tua tidak peduli blas.


Menghadapi wali murid seperti ini, guru harus bijaksana dan sabar tingkat dewa. Apalagi sekolah yang SPP-nya mahal, maka bersiaplah menerima konsekwensinya. Dimarahi, dituntut, di-viral-kan wali murid, dls. Jika sekolah mau menerima Wali Murid tipe ketiga, kuncinya harus siap jihad!


Keempat, Tidak Mampu dan Tidak Peduli


Tipe terakhir ini, berat. Sudah tidak mampu secara finansial, juga tidak peduli. SPP naik sedikit saja, protesnya sampai ke MK. Biasanya, orang tua jenis ini, pendidikan dan kesadarannya rendah. Dia hanya egois, bersembunyi dibalik narasi “miskin, tidak mampu, dipinggirkan”, dan sebagainya. Padahal, sekolah dan pemerintah sudah peduli, tapi dia sendiri tidak peduli.


Diundang rapat, sibuk. Diminta sumbangan, marah. Diajak diskusi, diam tidak tahu menahu. Pokoknya, ruwet. Sebaiknya, sekolah tidak menerima siswa dari wali murid jenis ini. Lha wong dia sendiri tidak peduli dengan pendidikan dan masa depan anaknya, kok sekolah dan pemerintah dituntut peduli. Kan aneh?


Itulah 4 tipe wali murid. Kira-kira, sekolah yang tidak maju, paling banyak dihuni wali murid tipe keberapa?


Apa perlu naturalisasi wali murid biar sekolah dan peserta didik bisa maju? Tanyakan STY (Sekolah Tidak Yes) 



22 Februari 2024

Orientasi MABA S2 PBA

 


Orientasi S2 PBA UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

27 Januari 2024

Keajaiban Statistik Kata Al-Quran

Fakta lain bahwa Al-Qur'an memiliki struktur linguistik yang perfectly balanced adalah statistik kosa kata di dalamnya yang bersifat simetris.

Di era modern ini Al-Qur'an sudah bisa dianalisis struktur linguistiknya menggunakan komputer. Jumlah total suatu kata tertentu dalam Al-Qur'an bisa dihitung dengan cepat dan mudah.

Perhatikan fakta-fakta berikut:


1. Kata ad-dunya (dunia) terhitung sebanyak 115 kali. Begitupun dengan kata al-akhirat (akhirat) sebanyak 115 kali.


2. Kata malaikat (malaikat) terhitung sebanyak 88 kali. Begitupun dengan kata Syayatin (setan) sebanyak 88 kali.


3. Kata al-hayat (kehidupan) terhitung sebanyak 145 kali. Begitupun dengan kata kematian sebanyak 145 kali.


4. Kata ash-shalihat (amal baik) terhitung sebanyak 167 kali. Begitupun dengan kata as-sayyiat (amal buruk) juga sebanyak 167 kali.


5. Kata iblis (iblis) terhitung sebanyak 11 kali. Begitupun dengan kata berlindung dari iblis, terhitung sebanyak 11 kali.


6. Frasa "mereka berkata" terhitung sebanyak 332 kali. Begitupun dengan kata "katakanlah" juga sebanyak 332 kali.


7. Kata bulan sebanyak 12 kali.


8. Kata hari sebanyak 365 kali.


Ternyata itu belum selesai. Al-Qur'an juga menawarkan dahsyatnya struktur matematis yang dimilikinya. Salah satu yang mencolok adalah huruf-huruf initial yang mengawali beberapa surah, seperti ق di surah Qaf, huruf س di surah Yasin, dan sebagainya.


Perhatikan beberapa contoh berikut:


1. Jumlah huruf ق di Surat Qaf ada 57 dan 57 = 3 x 19. Artinya, 57 adalah kelipatan 19. Sehingga, jumlah huruf ق di surah Qaf merupakan kelipatan 19. Ternyata, jumlah huruf ق di surah Asy-Syura juga ada 57.

Jika jumlah huruf di kedua Surat itu dijumlahkan, 57 + 57 = 114 dan 114 = 2 x 3 x 19. Kelipatan 19 lagi.


2. Jumlah huruf ي di surah Yasin ada 237 dan jumlah huruf س ada 48. Jika dijumlahkan, 237 +48 = 285 dan 285 = 3 x 5 x 19. Kelipatan 19 lagi.


3. Jika initial حم yang terdapat pada Surat Al-Mu'min, Fussilat, Asy-Syura, Az-Zukhruf, Ad-Dukhan, Al-Jasiyah, dan Surat Al-Ahqaf dijumlahkan, maka dalam Surat Al-Mu'min terdapat 64 huruf ح dan 380 huruf م.


Surah Fussilat terdapat 48 huruf ح dan 276 huruf م. Surat Asy-Syura terdapat 53 huruf ح dan 300 huruf م. Surat Az-Zukhruf terdapat 44 huruf ح dan 324 huruf م. Surat Ad-Dukhan terdapat 16 huruf ح dan 150 huruf م. Surah Al-Jatsiyah terdapat 31 huruf ح dan 200 huruf م. Surat Al-Ahqaf terdapat 36 huruf ح dan 225 huruf م.

Jika dijumlahkan hasilnya adalah 2147، dan 2147 = 113 x 19. Kelipatan 19 lagi.


4. Initial عسق di Surat Asy-Syura juga tidak terlepas dari ini. Jumlah huruf ع ada 98. Jumlah huruf س ada 54. Jumlah huruf ق ada 57. Jika dijumlahkan, 98 +54 +57 = 209 dan 209 = 11 x 19. Kelipatan 19 lagi.


5. Begitu pun initial كهيعص di Surat Maryam. Terdapat 137 huruf ك
175 huruf ه
343 huruf ي
117 huruf ع dan 26 huruf ص.


Jika dijumlahkan, 137 + 175 + 343 + 117 + 26 = 798, dan 798 = 2 x 3 x 7 x 19. Kelipatan 19 lagi.


Jika Al-Qur'an ini sudah tercampuri tangan manusia (corrupted), misalnya satu huruf ق saja hilang, atau huruf ي hilang, atau huruf lainnya, maka kita tidak akan bisa menikmati mukjizat kelipatan 19 ini.


Satu catatan kajian yang dilakukan oleh seorang cendekiawan Islam dari Ikhwanul Muslimin, Dr. Tariq Al-Suwaidan, didapati bahwa terdapat beberapa "keajaiban" statistik di dalam Al-Quranul Karim. "Keajaiban" itu adalah terkait dengan keseimbangan antara perkataan dan bilangan.


Contohnya begini, "dunia" kebalikannya adalah "akhirat". Nah ternyata, di dalam al-Qur'an jumlah kata "dunia" dan "akhirat" itu sama persis, yakni 115.


Contoh lain simak di bawah ini :


* Al-Malaikat (malaikat) 88 kata, al-Syayateen (setan) juga 88 kata.

* Al-Hayat (kehidupan) 145 kata, al-Maut (kematian) juga 145 kata.

* Al-Rajul (lelaki) 24 kata, al-Mar'ah (perempuan) juga 24 kata.

* Al-Shahru (bulan) 12 kata, sama dengan jumlah bulan dalam satu tahun.

* Al-Yauum (hari) 365 kata, sama dengan jumlah hari dalam satu tahun.

* al-Bahar (lautan) 32 kata, sedangkan al-Barr (daratan) ada 13.


Jika digabungkan jumlah perkataan yang mengandung maksud "lautan" dan "daratan", jumlahnya adalah 45 (32 + 13) Dan jika dibuat perhitungan kira-kira begini :


* Lautan:32/45 X 100% = 71.11111111%

* Daratan: 13/45 X 100%= 28.88888888%.


Itu artinya, dari keseluruhan bumi, yang berbentuk daratan cuma 28.88888888%, sisanya berupa lautan.

 

14 November 2023

Dasar Leksikografi





























Profil Tarbiyatul Huda

Profil Yayasan Tarbiyatul Huda Malang

Profil Tarbiyatul Huda by Doraemon21

29 Agustus 2023

Orientasi Maba MPBA 2023

 

Orientasi Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Arab, Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. 28-30 Agustus 2023
Orientasi by Taufiq el-Rachman

27 November 2022

Instrumen PTK

 

Keberadaan Instrumen dalam penelitian tindakan kelas memiliki fungsi yang sangat strategis. Dikatakan demikian  karena instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mengukur keberhasilan tindakan dan atau digunakan untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian.  Pemilihan instrumen yang akan digunakan harus disesuaikan dengan prosedur dan langkah-langkah PTK.

Selain itu, pemilihan instrumen juga harus disesuaikan aspek apa saja yang mau dicapai ketika seorang guru mau melakukan PTK.  Instrumen untuk mengukur berhasil tidaknya sebuah tindakan dapat dibedakan menjadi instrumen yang berhubungan dengan proses dan yang berhubungan dengan hal yang diamati. 

Instrumen ditinjau dari Sisi Proses 

Dari sisi proses, instrumen dijelaskan melalui kerangka berpikir peneliti melakukan PTK. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam membuat kerangka pikir terdapat komponen komponen yaitu kondisi awal, tindakan dan kondisi akhir. Oleh karenanya, Instrumen ditinjau dari proses dalam PTK harus dapat menjangkau masalah yang berkaitan dengan input (kondisi awal), proses (saat berlangsungnya tindakan), dan output (hasil/kondisi akhir yang diharapkan). 

 a.  Instrumen input

Instrumen untuk input dapat dikembangkan dari hal-hal yang menjadi akar masalah beserta pendukungnya. Misalnya; akar masalah adalah hal tertentu misalnya prestasi belajar dari siswa yang dianggap kurang. Maka tes awal dapat menjadi instrumen yang paling tepat. Disamping itu mungkin diperlukan pula instrumen pendukung yang mengarah pada pemberdayaan tindakan yang akan dilakukan, misalnya; format peta kelas dalam kondisi awal, buku teks dalam kondisi awal, dan seterusnya. 

b.  Instrumen untuk proses

Instrumen yang digunakan pada saat proses berlangsung berkaitan erat dengan tindakan yang dipilih. Dalam tahap ini banyak format yang dapat digunakan. Akan tetapi format yang digunakan hendaknya yang sesuai dengan tindakan yang dipilih. 

Sebagai contoh jika tindakan yang dipilih merupakan pendekatan pendidikan matematika relaistik maka instrumen dibuat berdasarkan langkah langkah pelaksanaan pembelajaran matematika realistik.

c.   Instrumen untuk output

Instrumen untuk output berkaitan erat dengan evaluasi pencapaian hasil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Misalnya; nilai 75 ditetapkan sebagai ambang batas peningkatan (pada saat dilaksanakan tes bekal awal, nilai siswa berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai pada angka 75 perlu untuk dilakukan tindakan lagi (ada siklus berikutnya).

Instrumen Ditinjau dari Sisi yang Diamati 

Selain dari sisi proses (bagan alir), instrumen dapat pula dipahami dari sisi hal yang diamati. Dari sisi hal yang diamati, instrumen menurut Reed & Bergerman (1992) dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: instrumen untuk mengamati guru (observing teachers), instrumen untuk mengamati kelas (observing classroom), dan insrumen untuk mengamati perilaku siswa (observing students).

aPengamatan terhadap perilaku guru  (observing teachers)

Pengamatan merupakan alat yang terbukti efektif untuk mempelajari tentang metode dan strategi yang diimplementasikan di kelas, misalnya; tentang organisasi kelas, respon siswa terhadap lingkungan kelas, dan sebagainya. Salah satu bentuk instrument pengamatan adalah catatan anekdotal  (anecdotal record).
Catatan anekdotal  memfokuskan pada hal-hal spesifik yang terjadi di dalam kelas atau catatan tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran. Catatan anekdotal mencatat kejadian didalam kelas secara informal dalam bentuk naratif. Sejauh mungkin, catatan ini memuat deskripsi rinci dan lugas peristiwa yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal tidak memerlukan latihan khusus. Suatu catatan anekdotal yang baik setidaknya memiliki empat ciri, yaitu:
  1. Pengamat harus mengamati keseluruhan sekuensi peristiwa yang terjadi di kelas.
  2. Tujuan, batas waktu dan rambu-rambu pengamatan jelas.
  3. Hasil pengamatan dicatat lengkap dan hati-hati.
  4. Pengamatan harus dilakukan secara obyektif.
Beberapa model catatan anekdotal yang diusulkan oleh Reed & Bergerman (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain:
  1. Catatan anekdotal peristiwa dalam pembelajaran (anecdotal record for observing instructional event)
  2. Catatan anekdotal interaksi guru-siswa (anecdotal teachers-student interaction form)
  3. Catatan anekdotal pola pengelompokkan belajar (anecdotal record form for grouping patterns)
  4. Pengamatan terstruktur (structured observation)
  5. Lembar pengamatan manajemen kelas (checklist for management model)
  6. Lembar pengamatan ketrampilan bertanya (checklist for examining questions)
  7. Catatan anekdotal aktivitas pembelajaran (anecdotal record of pre-, whilst-, and post- teaching activities)
  8. Catatan anekdotal membantu siswa berpartisipasi (checklist for routine involving student)

b.   Pengamatan terhadap kelas (observing classrooms)

Catatan anekdotal dapat dilengkapi sambil melakukan pengamatan terhadap segala kejadian yang terjadi di kelas. Pengamatan ini sangat bermanfaat karena dapat mengungkapkan praktek-praktek pembelajaran yang menarik di kelas. Disamping itu, pengamatan itu dapat menunjukkan strategi strategi yang digunakan guru dalam menangani kendala dan hambatan pembelajaran yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal kelas meliputi deskripsi tentang lingkungan phisik kelas, tata letak, dan manajemen kelas.
Beberapa model catatan anekdotal kelas yang diusulkan oleh Reed & Bergerman (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain:
  1. format anekdotal organisasi kelas (form for anecdotal record of classroom organization)
  2. Format peta kelas (form for classroom map)
  3. Observasi kelas terstruktur (structured observation of classrooms)
  4. Format pengkodean lingkungan social kelas (form for coding scale of classroom social and environment)
  5. Lembar cek wawancara personalia sekolah (checklist for school personal interview)
  6. Lembar cek kompetensi (checklist of competencies)

c.   Pengamatan terhadap siswa (observing students)

Pengamatan terhadap perilaku siswa dapat mengungkapkan berbagai hal yang menarik. Masing-masing individu siswa dapat diamati secara individual atau berkelompok sebelum, saat berlangsung, dan sesudah usai pembelajaran. Perubahan pada setiap individu juga dapat diamati, dalam kurun waktu tertentu, mulai dari sebelum dilakukan tindakan, saat tindakan diimplementasikan, dan seusai tindakan.
Beberapa model pengamatan terhadap perilaku siswa diusulkan oleh Reed & Bergerman (1992) yang dapat digunakan dalam PTK antara lain:
  1. Tes diagnostic (diagnostic test)
  2. Catatan anekdotal perilaku siswa (anecdotal record for observing students)
  3. Format bayangan (shadowing form)
  4. Kartu profil siswa (profil card of students)
  5. Kartu deskripsi profil siswa (descriptive profil card)
  6. Sistem koding partisipasi siswa (coding system to observe student participation in lessons)
  7. Inventori kalimat tak lengkap (incomplete sentence inventory)
  8. Pedoman wawancara untuk refleksi (interview guide for reflection)
  9. Sosiogram, dan sebagainya.

Instrumen Lainnya 

Adapun instrumen lain selain catatan anekdotal yang telah dijelaskan diatas, ada beberapa instrumen lain yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam PTK, antara lain berbentuk ; pedoman pengamatan, pedoman wawancara, angket, pedoman pengkajian data dokumen, serta tes dan asesmen alternatif.

1.      Pedoman Pengamatan

Pengamatan partisipatif dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan tindakan. Pengamatan ini dapat dilaksanakan dengan pedoman pengamatan (format, daftar cek), catatan lapangan, jurnal harian, observasi aktivitas di kelas, penggambaran interaksi dalam kelas, alatperekam elektronik, atau pemetaan kelas (Mills, 2004:19). 

Pengamatan sangat cocok untuk merekam data kualitatif, misalnya; perilaku, aktivitas, dan proses lainnya. Catatan lapangan sebagai salah satu wujud dari pengamatan dapat digunakan untuk mencatat data kualitatif, kasus istimewa, atau untuk melukiskan suatu proses, seperti melukiskan bagaimana sekelompok siswa menemukan konsep mengenai binatang memamah biak, bagaimana komentar siswa terhadap pemakaian metode pembelajaran yang sebelum tidak pernah digunakan. 

2.      Pedoman Wawancara

Untuk memperoleh data atau informasi yang lebih rinci dan untuk melengkapi data hasil observasi, tim peneliti dapat melakukan wawancara kepada guru, siswa, kepala sekolah dan fasilitator yang berkolaborasi. Wawancara digunakan untuk mengungkap data yang berkaitan dengan sikap, pendapat, atau wawasan. Misalnya dengan pertanyaan semacam “ tolong ceritakan tentang ….. ? (Stringer. 2004:67).
Secara garis besar wawancara dapat dilakukan dengan;
  1. Tak terencana, misalnya percakapan secara informal di antara para pelaku penelitian dengan responden/subyek penelitian.
  2. Terencana tetapi tak terstruktur, misalnya dimulai dari satu atau dua pertanyaan pembukaan dari pewancara, setelah itu pewawancara memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada responden untuk memilih tentang apa yang akan dibicarakan. Pewawancara boleh mengajukan pertanyaan untuk menggali atau memperjelas.
  3. Terstruktur, misalnya pewawancara telah menyusun serangkaian pertanyaan yang akan diajukan untuk mengendalikan percakapan atau jawaban sesuai dengan arah pertanyaan yang diinginkan.
Agar diperoleh data yang lengkap, mendalam dan sesuai kebutuhan penelitian, maka sebaiknya wawancara dapat dilakukan dalam situasi informal, wajar, dan peneliti berperan sebagai mitra.

Wawancara hendaknya dilakukan dengan mempergunakan pedoman agar semua informasi yang diperlukan dapat diperoleh secara lengkap. Jika dianggap masih ada informasi yang kurang, dapat pula dilakukan secara bebas. Guru yang berkolaborasi dapat berperan sebagai pewawancara terhadap siswanya. Namun harus dapat menjaga agar hasil wawancara memiliki objektivitas yang tinggi.  

3.      Angket atau Kuesioner

Angket terdiri atas serangkaian pertanyaan tertulis yang memerlukan jawaban tertulis pula. Jenis pertanyaan dalam angket dapat dibedakan menjadi dua macam.
Angket terbuka, yaitu meminta informasi atau pendapat dengan kata-kata responden sendiri. Pertanyaan macam ini berguna bagi tahap-tahap eksplorasi, tetapi dapat menghasilkan jawaban-jawaban yang sulit untuk disatukan. Jumlah angket yang dikembalikan mungkin juga sangat rendah.

Angket tertutup atau pilihan ganda, yaitu meminta responden memilih kalimat atau deskripsi yang paling dekat dengan pendapat, perasan, penilaian, atau posisi mereka.

Pertanyaan harus secara cermat diungkapkan dan tujuannya harus jelas dan tidak bermakna ganda. Mengujicobakan pertanyaan dengan teman atau cuplikan (sample) kecil responden akan meningkatkan kualitasnya. Membatasi lingkup topik yang dicakup merupakan cara yang bermanfaat untuk meningkatkan jumlah angket yang kembali dan kualitas informasi yang diperoleh.

4.      Pedoman Pengkajian Data Dokumen

Dokumen yang dapat dikaji untuk keperluan PTK dapat berupa; daftar hadir, silabus, daftar kemampuan, hasil karya siswa, hasil karya guru, arsip, lembar kerja, dan sebagainya.

5.      Tes dan Asesmen Alternatif

Pengambilan data yang berupa informasi mengenai pengetahuan, sikap, bakat, dan lainnya dapat dilakukan dengan tes atau pengukuran bekal awal atau hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen (Tim PGSM, 1999; Sumarno, 1997; Mills, 2004).

Instrumen-instrumen ini dikembangkan pada saat penyusunan proposal/usulan penelitian atau dikembangkan setelah usulan penelitian disetujui dan dilaksanakan. Keuntungannya bila instrumen dikembangkan pada saat penyusunan usulan, peneliti tentunya telah mempersiapkan diri lebih dini, sehingga peneliti dapat lebih cepat mengimplementasikannya di lapangan.

6.    Deskripsi Perilaku Ekologis

Teknik ini kurang terarah pada persoalan jika dibandingkan dengan teknik pertama di atas. Teknik ini berusaha untuk mencatat observasi dan pemahaman terhadap urutan perilaku yang lengkap. Tingkat-tingkat deskripsi yang berbeda dapat dipakai, misalnya dalam situasi belajar-mengajar :
  1. Kelas dalam suasana serius, tetapi tawa meledak …
  2. Seorang siswa bernama Toni mendeskripsikan hobinya dalam acara “tunjukkan dan katakan”
  3. Dengan kakinya diseret di lantai dan kedua tangannya saling menggenggam di punggung seorang siswa …
Deskripsi sebaiknya mengurangi penafsiran psikologis dan terminologis, seperti  telah disinggung di atas. Misalnya, ketika seorang siswa diamati tertawa terbahak-bahak, peneliti tidak boleh memberi komentar tentang maksud tertawa siswa tersebut. Atau ketika beberapa siswa menolak mengerjakan tugas, peneliti tidak boleh menafsirkan bahwa penolakan tersebut karena malas atau alasan lain. Kecenderungan untuk memberikan penilaian seperti ini banyak dialami oleh peneliti pemula. Mereka belum terlatih untuk menunda penilaian sampai refleksi dilakukan.

7.  Catatan Harian

Catatan harian adalah riwayat pribadi siswa yang dilakukan secara teratur seputar topik yang diminati atau yang diperhatikan. Catatan harian mungkin memuat observasi, perasaan, reaksi, penafsiran, refleksi, dugaan, hipotesis, dan penjelasan. Persoalan mungkin berkisar dari riwayat tentang latar belakang siswa sampai pemantauan diri tentang perubahan dalam metode mengajar atau metode pengawasan.
Siswa dapat didorong untuk membuat catatan harian tentang topik yang sama untuk memperoleh perspektif alternatif. Catatan harian dapat digunakan untuk salah satu atau beberapa tujuan berikut:
  1. Merekam secara teratur informasi faktual tentang peristiwa, tanggal dan orang, dengan klasifikasi judul. Misalnya; kapan? Dimana ? Siapa ? yang mana ? bagaimana ? mengapa ? Data yang terekam dapat digunakan untuk membantu peneliti merekonstruksi urutan waktu atau peristiwa sebuah kejadian.
  2. Aide mémoire untuk merekam catatan pendek tentang penelitian yang sedang dilakukan untuk refleksi kemudian.
  3. ·Memotret secara rinci peristiwa dan situasi tertentu yang memberikan data deskriptsi lengkap yang akan digunakan untuk laporan lengkap tertulis.
  4. Sebagai pencatatan introspeksi dan evaluasi-diri, dimana peneliti mencatat semua pengalaman, pemikiran, dan perasaan pribadi dalam rangka memahami penelitiannya.

8.   Logs

Teknik ini pada dasarnya sama dengan catatan harian tetapi biasanya disusun dengan mempertimbangkan alokasi waktu untuk kegiatan tertentu, pengelompokan kelas, dan sebagainya. Kegunaannya ditingkatkan jika mencakup komentar seperti yang terdapat dalam catatan harian tentang sekolah dan peristiwa lain.

9.   Kartu Cuplikan Butir

Teknik kartu cuplikan butir ini mirip dengan catatan harian, tetapi sekitar enam kartu digunakan untuk mencatat kesan tentang sejumlah topik. Pada jenis ini satu kartu untuk satu topik. Misalnya: satu set kartu boleh mencakup topik-topik seperti pendahuluan pelajaran, disiplin, kualitas pekerjaan siswa, efisiensi penilaian, kontak individual dengan siswa, dan perilaku seorang siswa.  Kartu tersebut dikocok dan catatan harian dibuat untuk satu topik setiap harinya, dengan demikian akan membangun gambaran tentang semua persoalan sebagai dasar refleksi yang memiliki resiko sangat rendah serta tidak memberikan tekanan terlalu berat atau menimbulkan kebosanan pada aspek-aspek tertentu.

10.  Portfolio

Teknik ini digunakan untuk membuat koleksi bahan yang disusun dengan tujuan tertentu. Portofolio mungkin memuat semua dokumen yang relevan dengan persoalan perbaikan pembelajaran itu.

11.  Metode Sosiometrik

Metode ini digunakan untuk mengetahui apakah individu-individu disukai atau saling menyukai. Pertanyaan-pertanyaan sering diajukan dengan niat untuk mengetahui  dengan siapa subyek tertentu ingin bekerja sama, atau berhubungan dalam suatu  kegiatan bersama. Pertanyaan juga mengungkapkan dengan siapa subyek tertentu tidak suka bekerja sama atau berhubungan. Hasilnya biasanya diungkapkan dengan diagram pada sosiogram, yang mencatat hubungan seluruh kelompok.

12.  Jadwal Dan Daftar Tilik (Checklist) Interaksi

Kedua teknik ini dapat digunakan oleh peneliti atau pengamat. Teknik-teknik ini boleh berdasarkan waktu, atau berdasarkan peristiwa, yang pencatatannya dilakukan kapan saja peristiwa tertentu terjadi. Berbagai perilaku dicatat dalam kategori waktu perilaku itu terjadi untuk membangun gambaran tentang urutan perilaku yang diteliti. Misalnya dalam situasi sekolah, kategori jadual dan daftar tilik (checklist) dapat menunjuk pada:
  1. Perilaku verbal guru: misalnya bertanya, menjelaskan, mendisiplinkan (individu atau kelompok), memberi contoh melafalkan kata/frasa/kalimat.
  2. Perilaku verbal siswa: misalnya, menjawab, bertanya, menyela, berkelakar, mengungkapkan diri, menyanggah, menyetujui.
  3. Perilaku nonverbal siswa: misalnya menoleh, mondar-mandir, menulis, menggambar, menulis cepat, tertawa, menangis, mengerutkan dahi, mengatupkan bibir.
  4. Perilaku nonverbal guru: misalnya, tersenyum, mengerutkan kening, memberi isyarat, menulis, berdiri dekat siswa pandai, duduk dengan siswa lamban.

13.   Rekaman Audio

Merekam berbagai peristiwa seperti pelajaran, rapat diskusi, seminar, lokakarya, dapat menghasilkan banyak informasi yang bermanfaat yang tertakluk (tunduk) pada analisis yang cermat. Metode ini khususnya berguna bagi kontak satu lawan satu dan kelompok kecil di mana perekam jinjing dapat digunakan atau analisis satu perilaku dapat dilakukan. Jika transkripsi ekstensif diperlukan, prosesnya mungkin menjadi sangat panjang dari segi waktu.

14.   Rekaman video

Perekam video dapat dioperasikan oleh peneliti untuk merekam satuan kegiatan/peristiwa untuk dianalisis kemudian, misalnya kegiatan pembelajaran di kelas. Akan lebih baik jika satuan rekamannya pendek karena pemutaran ulang akan memakan waktu. Bila ada asisten yang membantu, lebih banyak perhatian dapat diberikan pada reaksi dan perilaku subyek secara perorangan (guru dan siswa), yang aspek-aspeknya disepakati sebelum perekaman. Peneliti sendiri dapat merekam aspek tertentu dari pelaksanaan pekerjaannya sendiri. Subyek-subyek terpilih mungkin juga dapat merekam beberapa aspek pelaksanaan pekerjaan mereka untuk dianalisis kemudian.

15.   Foto dan slide

Foto dan slide mungkin berguna untuk merekam peristiwa penting, misalnya aspek kegiatan kelas, atau untuk mendukung bentuk rekaman lain. Peneliti dan pengamat boleh menggunakan rekaman fotografik. Karena daya tariknya bagi subyek penelitian, foto dapat diacu dalam wawancara berikutnya dan diskusi tentang data.

16.Penampilan subyek penelitian pada kegiatan penilaian

Teknik ini digunakan untuk menilai prestasi, penguasaan, untuk mendiagnosis kelemahan dsb. Alat penilaian tersebut dapat dibuat oleh peneliti atau para ahlinya. Pemilihan teknik pengumpulan data ini tentu saja disesuaikan dengan jenis data yang akan dikumpulkan.
Pemilihan teknik pengumpulan data hendaknya dipilih sesuai dengan ciri khas data yang perlu dikumpulkan untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian. Untuk keperluan trianggulasi, data yang sama dapat dikumpulkan dengan teknik yang berbeda.

Sumber: Tips Belajar