Beda dengan era Pak Harto, meminjam judul lagunya Dewi Persik, 
"diam-diam....diam-diam" harga BBM di era orde baru saat itu langsung 
dinaikkan tepat pukul 00.00 WIB. Maka, ketika rakyat bangun tidur, 
mereka langsung menemukan harga BBM naik.
Sebelum 
keputusan itu didok, sudah ada sedikit pemberitahuan akan naiknya harga 
bahan bakar minyak, tapi kapannya tetap dirahasiakan pemerintah. Meski 
sekilas kebijakan ini terlihat tidak demokratis dan terkesan otoriter, 
tapi paling tidak, dapat mencegah penimbunan BBM yang akhir-akhir ini 
marak jelang kenaikan harga BBM.
Kini, di era SBY, 
jauh-jauh hari sudah diketahui tanggal kenaikan harga BBM. Akibatnya, 
tidak sedikit orang yang lalu berbuat curang dengan cara menimbun, 
mengoplos, menyelundupkan dan menaikkan harga-harga barang maupun jasa 
lainnya. Hal ini mereka lakukan sebagai antisipasi naiknya BBM seperti 
yang dilakukan para sopir Bus dan Angkutan Umum, para penjual bensin 
eceran yang juga diikuti para pedagang lainnya yang khawatir semua harga
 akan melambung tinggi pasca naiknya BBM nanti.
Kecurangan-kecurangan
 itu adalah akibat mereka telah tahu kapan akan terjadi naiknya harga 
BBM. Tak salah bila ulama tasawuf, misalnya, telah mengatakan: "Ada 
hikmah yang luar biasa dibalik tersembunyinya takdir". Artinya, bila 
kita tahu apa yang akan terjadi esok, atau kapan peristiwa yang tidak 
mengenakkan itu akan terjadi, maka kebanyakan manusia tidak kuat 
menanggung pengetahuannya sendiri.
Terlepas dari 
pro-kontra kenaikan harga BBM, yang jelas, posisi bahan bakar minyak 
saat ini sedang menjadi urat nadi dunia. Sampai-sampai, negara Indonesia
 ini, menurut pemerintah, akan bangkrut dan jatuh miskin total, bila 
harga BBM tidak dinaikkan.  Selain itu, setelah distudi banding, 
ditemukan bahwa harga BBM di Indonesia ini adalah yang paling murah di 
antara negara-negara Asia lainnya.
Artinya bahwa, jika 
selama ini harga premium hanya 4.500 perak, padahal normalnya harus 
6.000-7.000, maka berarti selama ini pula Pemerintah telah mensubsidi 
harga BBM. Sebenarnya sih, lebih tepatnya bukan mensubsidi, tapi 
mengalokasikan anggaran negara dalam jumlah lebih besar hanya untuk 
kebutuhan BBM.
Karena tekanan harga BBM luar negeri yang 
kian melambung dan subsidi (baca: alokasi) yang dinilai salah sasaran 
itulah, maka BBM mau tidak mau, harus dinaikkan demi kesejahteraan 
rakyat. Ini kata pemerintah.
Seharusnya, pemerintah terus 
memberi penjelasan dengan bahasa yang mudah diterima rakyat di segala 
kalangan, bukan hanya di mata analisis atau komentator saja. Komunikasi 
ini perlu agar timbul kesadaran. Bila rakyat mengerti duduk persoalannya
 dan mereka paham perkara berat yang dihadapi bangsa, kita semua yakin, 
rakyat kita akan dengan ikhlas menerima kenaikan harga BBM. Sebab, 
rakyat kita telah terbiasa menderita.
Ada sebuah 
pernyataan, masih terkait kenaikan harga BBM, yang tidak bisa atau sulit
 dicerna oleh nalar pikiran dan logika masyarakat awam. Yakni, "Kenaikan
 harga BBM ini perlu demi kesejahteraan rakyat".
Pernyataan
 ini jelas sulit diterima rasio orang awam. Mereka akan bertanya-tanya: 
"Bagaimana mungkin, bila bensin naik, kita malah akan makin sejahtera?" 
Jika memang statemen benar dan pemerintah yakin akan hal itu, maka 
naikkan saja harga BBM setinggi-tingginya, jika itu dapat 
mensejahterakan rakyat!
Pertanyaan rakyat ini yang harus 
dijawab Pemerintah dengan sejelas-jelasnya, dengan bahasa yang mudah dan
 meyakinkan. Bila perlu, dilengkapi data-data akurat. Kita yakin, 
pemerintah tahu dan bahkan sebagian kecil rakyat kita paham bahwa 
kenaikan harga BBM nanti akan bisa mensejahterakan rakyat. Sebab, dana 
untuk mensubsidi harga BBM selama ini yang untuk "nalangi", bisa 
dialokasikan ke sektor lain yang langsung memberi manfaat 
mensejahterakan rakyat.
Hanya saja, penjelasan semacam ini
 kurang memuaskan. Rakyat juga akan kembali bertanya-tanya: "Terus, dana
 itu dialokasikan kemana? untuk apa? bahkan yang lebih ekstrem, untuk 
siapa?" Sebab, jangan-jangan dana itu nantinya malah dikorup seperti 
yang terjadi pada sektor pajak. Rakyat dihimbau bayar pajak, pajak dan 
pajak dengan slogan "Bayar Pajak, Rakyat Bijak", eh ternyata, setelah 
pajak dibayar, yang menikmatinya malah oknum pejabat pajak sendiri. 
Terlalu!
Subsidi untuk BBM selama ini, setelah ditinjau, 
ternyata hanya dinikmati oleh mereka yang memiliki kendaraan seperti 
mobil dan motor yang notabene-nya menurut penilaian umum "Yang punya 
mobil dan motor, berarti orang kaya atau mampu". Benarkah demikian? Jika
 memang benar, berarti subsidi itu memang salah sasaran.
Tapi
 masalahnya, ternyata tidak semua yang punya motor adalah orang kaya. 
Sebab, di zaman seperti sekarang, hanya dengan uang muka 500 ribu, orang
 bisa beli motor secara kredit atau potong gaji. Buruh-buruh pabrik yang
 merasa miskin pun juga bisa beli motor. Bahkan, preman, pengemis, 
hingga pelajar sekolah SD bisa punya motor.
Dengan kata 
lain, di satu sisi pemerintah bingung dengan harga BBM, tapi di sisi 
lain, pemerintah membiarkan para produsen mobil dan motor menjual 
ratusan ribu kendaraan tiap tahun. Akhirnya, konsumsi BBM meningkat dan 
jalanan makin macet.
Mestinya, harus ada keberanian dan 
ketegasan untuk membatasi. Batasi subsidi, batasi produksi dan penjualan
 kendaraan asing di Indonesia, batasi kepemilikan kendaraan bermotor, 
batasi penggunaan BBM, dan kebijakan lain yang tidak saling berbenturan.
Meski
 kata "membatasi" ini kurang enak di era "kebebasan demokrasi" saat ini,
 tapi inilah takdir BBM. Demi kesejahteraan rakyat dan menyelamatkan 
negara, kita harus membatasi diri untuk tidak berlebih-lebihan dan tidak
 berbuat bebas memperturutkan nafsu. Berdemo pun harus rela membatasi 
diri agar tidak emosi dan tidak anarkhi. Demikian pula dalam menyambut 
akan naiknya harga BBM nanti, semua pihak harus membatasi diri untuk 
tidak menambah ruwet masalah bangsa.
Inilah takdir, takdir BBM.





yah emang hrsnya pemerintah tegas utk membatasi penjualan motor baik second ataupun yg baru,krn motor yg paling banyak digunakan orang indonesia.membatasi dgn cara membeli cashtidak boleh kredit,dan membatasi pembelian mobil,satu rumah hanya punya 1 mobil maximal,dgn memberi max 1 plat nomor kendaraan ditiap rmh,spt dinegara singapore dan china,yah pemerintah hrsnya bisa meniru kebijakan pemerintah negara lain
BalasHapusterima kasih atas kunjungannya, usul yang lugas dan bagus sbg masukan bagi pemerintah. Semoga mereka dengar dan laksanakan!!
BalasHapus